Mohon tunggu...
Saufi Ginting
Saufi Ginting Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Literasi

Pendiri Taman Bacaan Masyarakat Azka Gemilang di Kisaran, Kabupaten Asahan Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Namaku Za (Bab I)

30 Januari 2022   15:38 Diperbarui: 30 Januari 2022   15:46 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tanda di bagian bawah buah manggis yang berbentuk menyerupai bintang berwarna kecoklatan dibuang atau dikikis sehingga tidak berbekas. Setelah itu, salah seorang teman yang sudah berhasil membuang tanda bagian bahwa tadi bertanya pada teman lainnya 'coba tebak berapa isinya?'.

Siapa yang bisa menjawab dengan benar, setelah buah dibelah, maka disebut hebat. Tapi bagi si pemberi tebakan, rasanya senang banget kalau teman yang lain tidak dapat menjawab. Sebab dia berhak untuk hadiah yaitu dengan memasang wajah yang agak sombong" Ucap ayah sambil tersenyum sumringah. Ayah mungkin mengenang pernah terlibat permainan itu, entah untuk hebatnya atau untuk sombongnya, aku tak tahu.

"Bermula dari itulah, sampai hari ini, orang menggunakan peribahasa 'tebak-tebak buah manggis' sebagai bahasa perumpamaan untuk sesuatu perkiraan atau tebakan yang tidak pasti" lanjut ayah yang terus tersenyum.

"Tapi itulah uniknya cara bermain anak pada masa itu. Buah manggis saja bisa dijadikan sebagai alat pergaulan. Kalau sekarang anak-anak lebih senang menggunakan media sosial seperti facebook, instagram, whatsapp, dan lebih suka main game online dari pada bermain bersama temannya."

"Makanya Ayah belum setuju memberi Za gawai, seperti anak Uwak Beti."

 "Aduuuh, Ayah...kenapa semalam waktu awak makan buah manggisnya ga ada cerita seperti itu? Kan kita bisa main tebak-tebakan buah manggisnya." Aku hanya fokus mengomentari tentang permainannya, bukan tentang pribahasa dan maknanya, atau tentang anak Uwak Beti seperti yang disampaikan ayah.

Sepertinya seru kalau semalam makan buah manggis sambil main tebak-tebak buah manggis. Sayangnya ayah baru cerita pagi ini.

"Ga tega Ayah mengganggu Za yang sedang asyik makan buah manggis sampai lupa Mamak dan Ayah. Tak ondak berbagi." Ucap Ayah sambil memonyongkan bibirnya. Kulirik dari kaca spion.

"Eh...aduuh, maafin awak lah, Yah!, enak kali pulak" Aku jadi salah tingkah dan merasa bersalah. Tak ingat sama sekali untuk membagi sama mamak dan ayah buah manggis yang satu kantongan plastik asoy itu.

"Ga apa lo Za, kan anak Mamak dan Ayah."

Daftar Kata

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun