Masing-masing lakon tentunya punya kelebihan dan kekurangan, lakon pertama misalnya, berpotensi untuk menceritakan kisah perjalanan kita menjadi sebuah perjalanan, hingga menjadi sebuah otobiografi walaupun dikisahkan dalam berbagai versi penulisnya. Tapi berpotensi untuk mengenang masa lalu yang sebenarnya harus dibuang malah menjadi kenangan yang tak terlupakan. Sebenarnya lakon pertama ini sepanjang disikapi positif, pasti hasilnya positif.
Lakon kedua, dari sisi keuntungan aku akan merasakan apa yang dirasakan oleh orang atau benda yang aku tuliskan dalam sebuah cerita. Aku menggambarkan laut dengan keindahan, atau batu bata berjejer menjadi sebuah rumah, akan bisa merasakan bahwa keindahan itu menakjubkan, dan kerja sama tim menjadikan sebuah rumah tempat berteduh.
Melihat orang yang meminta-minta, lantas aku menuliskan ceritanya bagaimana ia datang, mengetuk pintu, mengucap salam, hingga bermohon untuk diberi sesuatu, ini akan menjadi pelajaran bagiku, bahwa apa yang dikerjakan ada usaha di dalamnya. Tapi bila semua yang aku lihat dalam sisi negatif, maka bisa jadi aku tidak memberikan apa pun padanya. Meski bukan hanya satu contoh saja yang bisa terjadi setelah melakoni ketiga lakon tadi.
Sangat menarik bukan, lakon satu dan lakon dua. Lakon dua juga akan meningkatkan silaturrahmi dan empatiku kepada apa saja yang diciptakan di dunia ini. Sementara lakon tiga akan melatihku pada pemikiran yang lebih luas, penguasaan kosa kata yang semakin banyak. Hingga teori-teori atau kisah-kisah lama yang diujarkan oleh orang-orang dahulu bisa kuresapi melalui sebuah kisah yang tertulis.
Kerugiannya bila aku hanya berkutat pada salah satu lakon saja, maka akan ada ketimpangan. Lakon satu saja, barang tentu aku bisa bercakap-cakap saja, sebab tak punya pengalaman dalam menuliskannya.
Lakon dua saja, aku akan menggosipkan itu pada orang lain, Â lakon tiga saja, pemikiran itu hanya terbenam pada otak saja, meskipun yang aku baca ribuan buku.
Menulis adalah kelanjutannya. Berdasarkan pengalaman menulis seribu kata dalam waktu kurang lebih 15 menit, dapat disimpulkan bahwa jangan menulis masa depan, tapi menulis itu untuk masa depan. Tulislah apa yang sudah dilakoni, dari melihat, mendengar, merasakan, dan membaca.
Tuangkan lagi dalam sebuah tulisan bumbui dengan bumbu yang pas. Jangan berkhayal dalam menulis sebuah cerita bahwa ke depan teori harus seperti ini. Terapkan dan tuangkan saja dulu. Istilahku, apa yang ada di pikiran jangan keluarkan dari mulut, tapi keluarkan dari jari tangan. Ketikkan, tuliskan, sebanyak-banyak yang aku bisa.
Mulai sekarang, jangan biarkan angan-anganku sekedar angan-angan. Itu masa depan, biar Allah yang tentukan. Tugas sekarang menuliskan apa yang sudah dilakoni, bumbui, masak dengan penuh kebahagiaan dan kesenangan. Ia akan tersaji dengan penuh kebaikan. Insya Allah menjadi amal jariah --amal kebaikan.
Jangan pula bercerita mengajak orang tentang zina, narkoba, dan buruk-buruk lainnya. Hal ini dalam rangka untuk fokus pada cerita kebaikan saja. Ingat, fokus pada cerita kebaikan saja.
Ingat, apa pun yang aku tulis hari ini, ini akan menjadi sejarah, apakah ia baik atau buruk. Begitu pun bila aku menulis dalam status di media sosial fesbuk misalnya. Tuliskan yang baik, bagikan yang baik. Tak perlu berujar kebencian, umpatan, makian.