Mohon tunggu...
Saufi Ginting
Saufi Ginting Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Literasi

Pendiri Taman Bacaan Masyarakat Azka Gemilang di Kisaran, Kabupaten Asahan Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Pisang Apa

22 Januari 2022   18:32 Diperbarui: 22 Januari 2022   18:36 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desain brand Pisang Apa, dok pribadi

Masa pandemi benar-benar membuat kantong teriris-iris. Tidak sekedar kantong sebenar-benarnya kantong, pun begitu kantong hati. Bila iman tak hinggap dada, ingin rasanya berusaha di luar dari kepala yang hampir bekarat.

Menghentikan berbagai macam karat pada kepala, istri berujar "kita buat pisang apa lah cocoknya untuk usaha ya, cinta?" Tanyanya sambil mengupaskan pisang barangan yang kami dapat dari bonus makanan hasil pengajian, untuk diserahkan padaku.

"Ya, pisang apa?" Ucapku, acuh.
-
Malamnya, aku tak bisa tidur memikirkan pertanyaan istriku. Tentu di sebalik pertanyaannya, ia berharap aku bersegera memutar langkah membuka usaha lainnya. Agar kondisi keuangan kami yang sudah tak dapat diandalkan, membaik kembali. Tapi apa, Pisang apa? Aku semakin tertekan.

Biasa dalam kondisi tertekan, aku senang membuka laptop untuk mengetikkan uneg-uneg di kepala menjadi tulisan. Jadilah malam itu aku menyelesaikan desain alakadarnya seperti gambar di bawah. Usaha kuliner PISANG APA.  Aneka jenis olahan pisang yang benar-benar berbeda.

Paginya, dengan dana secukup yang ada, aku belanja kebutuhan untuk menciptakan pisang apa. Idenya sudah siap tadi malam, dengan memanfaatkan bang gugel. Tinggal mengeksekusi saja.

Proses berjalan, eksekusi pun berhasil. Ada 3 jenis Pisang Apa yang kuciptakan, salah satunya kunamai 'bayi kupu-kupu' tampilannya seperti kepompong, unik dan tentu saja nikmat. Tahap pertama tentu saja percobaan diberikan kepada anak-anak dan istri. Hasilnya, layak jual.

Oke, besok lanjut lagi mengeksekusi usaha kuliner ini, hasilnya, tetap saja layak jual. Bahkan sebagai tanda akan segera dijual, aku menyusunnya dalam wadah kotak cantik yang baru kubeli dan dihiasi topping menawan. Namun, semakin cantik tampilan, semakin cepat habis tuntas oleh anak-anak. Tak tega melihat mereka ngences tak karuan. Esok dieksekusi lagi. Begitu juga. Akhirnya kuputuskan menghentikan mengeksekusinya. Pertama, modal yang tak balik, kedua tentu saja yang paling penting membeli beras dan lauknya.

Esoknya aku ditakdirkan Allah memeroleh rezeki lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun