Menyusu, menyusun, hingga menyusup
Pada setiap darah, harapan, dan tangisan
Tak pernah takut
Ibu pula yang menjadi pintu kesetiaan
Tak pelak menjadi rumah kebahagiaan
Di ketiaknya hingga kini aku bergelayutan
Merapal doa pualam
Tak gelap pada persinggahan
Cahaya tak berkesudahan
Ibu adalah bunga yang rela tak tersiram
Meski hujan sesekali datang
Doanya tak pernah karam
Pada setiap darah, harapan, dan tangisan
Tetiba ia menjadi rindang
Meneduhkan setiap keranjingan
Ibu adalah juru kunci peradaban
Meski acap aku tak membaca isyarat diam
Tetap saja ia membuka jendela dan pintunya
Menjadi pohon rindang
selalu saja ia memintaku pulang
sekedar takzim dari petang ke petang
bersama ayah sepanjang jalan
Ibu adalah madrasah ketekunan
Di setiap jarinya ada aroma khas gulai asam
Yang menusuk-nusuk lambung kerinduan
Hingga aku menjadi ayah seperti ayahku
Tetap saja aku anakmu
Tetap saja ada daki ku di jarimu
Tak berkesudahan
SG, Rumah Azka
Siumbut-umbut
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H