Awal-awal menulis, diri ini bercita-cita agar tulisan itu bermanfaat. Terpikirlah cara di antara yang bermanfaat menulis itu melalui hasil tulisan diterbitkan menjadi buku.Â
Bisa dibaca, dipraktikkan, dan boleh jadi memberikan keuntungan lainnya seperti terkenal dan mendapat honor dari penjualan buku.Â
Ternyata, bayangan di kepala dengan fakta itu tak sesuai. Maju mundur menulis salah satu penyebabnya.
Apa yang mau diterbitkan, tulisannya saja belum berujud dengan baik. Masih ngawang. Kadang siap tapi tak bagus, kadang bagus tapi tak siap -sama saja, ga bagus juga berarti dong.Â
Setelah buku terbit, efek kebermanfaatan itu juga lama munculnya. Masih berasal dari orang yang membaca buku saja. Tak terbagikan dengan segera.
Eit, bukan berarti menyarankan ga usah nulis dengan niat ga perlu menerbitkan buku ya. Sebab Aku masih menekuni penerbitan buku juga.Â
Bagaimana menulis dapat memberikan kebermanfaatan untuk diri sendiri dan orang lain? Meskipun banyak cara, ternyata Aku terlambat menyadarinya.Â
Menulis dengan media sosial dan bergabung dalam komunitas-komunitas juga dapat memberikan kebermanfaatan.Â
Teman-teman yang membaca, kemudian langsung terinspirasi untuk menggunakan satu kata 'ajaib' dari hasil bacaannya ke dalam kehidupannya, itu sudah lebih dari cukup.
Apa satu kata ajaib itu? Entahlah. Apa saja. Aku merasakan tanpa sadar menikmati kata 'ajaib' itu.Â
Ketika menemukan kata baru dalam sebuah unggahan penulis lainnya dalam komunitas, baik komunitas menulis, komunitas jurnalisme warga seperti Kompasiana ini, dan komunitas-komunitas WA sekalipun, hati berujar 'wah bagus ini, bisa kukembangkan menjadi paragraf.Â