Mohon tunggu...
Saufi Ginting
Saufi Ginting Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Literasi

Pendiri Taman Bacaan Masyarakat Azka Gemilang di Kisaran, Kabupaten Asahan Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tongkat Estafet yang Harus Diwariskan

12 Januari 2022   18:22 Diperbarui: 12 Januari 2022   18:25 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Praktik baik literasi di Kabupaten Asahan (Dokumen Pribadi)

Pepatah lama menyatakan bahwa semakin membaca semakin banyak tak tahu. Hal ini karena ternyata setelah membaca maka semakin banyak pengetahuan dan pemahaman yang selama ini tak tersentuh ketika tidak membaca. 

Membaca tentu saja dilakoni semua orang dalam lini kehidupan. Praktik membaca dapat dilakukan pada tataran tekstual yaitu berdasarkan bahan bacaan yang dibaca dari buku atau media-media elektronik, dan kontekstual yaitu dari pengalaman-pengalaman yang telah dilewati.

Setelah banyak membaca, cara paling efektif untuk dapat mengingat kembali isi bacaan adalah dengan menguraikannya menjadi tulisan. Diurai ulang dengan gaya bahasa sendiri.

Maka dengan membaca yang dibarengi menulis aktivitas ini akan bermanfaat guna. Bukankah kata orang cerdik pandai dahulu, apabila ingin menulis sebuah paragraf maka yang dibutuhkan adalah membaca sebuah buku. Tak terbayang jika yang ingin kita tulis ribuan paragraf, maka buku yang dibaca juga harus ribuan.

Membaca dan menulis layaknya sebuah tongkat estafet yang harus diwariskan dalam kehidupan. Sebab semakin banyak orang membaca, maka diharapkan semakin banyak pula yang orang menulis. Hal ini terjadi karena pemikiran seorang pembaca telah dipenuhi oleh berbagai macam wawasan yang banyak.

 Begitu juga, semakin banyak orang yang menulis maka akan menghasilkan banyaknya pula buku bacaan, dan semakin banyak orang yang akan membaca tulisan itu, juga menghasilkan kembali sebuah tulisan lainnya. Begitulah idealnya siklus literasi dalam baca tulis.

Siklus ini seharusnya sudah sangat mudah dilakukan dalam perkembangan teknologi yang sangat modern sekarang. Akan tetapi beberapa paparan yang disampaikan oleh fasilitator pelatihan literasi yang diikuti penulis, selalu saja mengurai latar belakang masalah berupa kemampuan membaca masyarakat Indonesia masih rendah berdasarkan hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) di urutan ke 57 dari 65 negara yang diteliti.

Meskipun itu adalah fakta penelitian, sesungguhnya membaca masih menjadi bagian dari kehidupan yang tak terpisahkan oleh Negara kita. Buktinya, lihat saja saudara kita yang berprofesi sebagai pemberi jasa; misalnya tukang becak. Pengetahuan abang tukang becak tentang situasi perpolitikan yang terjadi hari ini, pasti lebih hebat atau setara dengan para politikus yang sudah ahli berpolitik. 

Segala peristiwa akan dengan senang hati ia jelaskan secara berurut sesuai dengan waktu kejadiannya. Penyebabnya, saban pagi, sambil menunggu pelanggan datang, mereka akan membaca koran di warung kopi. Ia akan mempunyai pengetahuan lebih tentang apa pun yang terjadi dari ujung negeri ke ujung negeri lainnya. Hal ini salah satu bukti bahwa sebenarnya tingkat literasi membaca masyarakat Indonesia termasuk tinggi.

Selain itu menurut laporan Hootsuite dalam skala global yang menjaring beragam aktivitas yang terjadi di Internet, masyarakat Indonesia merupakan pengguna media sosial facebook ketiga tingkat dunia. 

Setidaknya ini menjadi modal dasar dalam hal membaca, yang terkait dengan kecakapan literasi baca-tulis abad ke 21. Sebab, selain membaca ada sisi positif lagi dari media sosial facebook, yaitu menulis. Seluruh penggunaan media sosial facebook akan menuliskan apa yang dipikirkannya hari ini melalui pembaharuan status (update status).

Hampir dipastikan setiap orang punya peralatan teknologi di genggamannya. Gawai yang bisa dibawa ke mana-mana sekarang pun sudah dapat dialih fungsikan tidak hanya sebagai telepon saja, tapi juga sebagai pengganti komputer rumahan. 

Artinya seseorang yang membaca, tak lagi hanya buku tapi bisa membaca menggunakan buku elektronik (e-book). Bila gawai ini dapat dimanfaatkan secara bijak, setelah ia membaca, bisa pula ia lanjutkan dengan menulis melalui gawainya.

Untuk memanfaatkan modal besar ini menjadi kecakapan literasi baca-tulis abad ke 21, maka diperlukan kerja keras dan kerja sama serta kerja besar semua pihak, salah satunya adalah melalui literasi. 

Saat ini, pemerintah melalui Gerakan Literasi Nasional (GLN) berdasarkan kesepakatan World Economic Forum pada tahun 2015 telah merancang dan terus memperkuat program ini hingga merumuskannya menjadi enam literasi dasar. Keenam literasi dasar ini yaitu literasi baca tulis, numerasi, sains, finansial, digital, serta budaya dan kewargaan. Dari keenam literasi dasar ini pintu utamanya adalah baca tulis.

Di antara kerja keras dan kerja sama itu adalah dengan memberikan contoh praktik baik literasi baca tulis, seperti pelatihan menulis bagi pegiat literasi. Khususnya anak-anak muda yang gemar sekali menulis status di media sosial. 

Diharapkan dengan berbagai macam pelatihan serta dukungan yang dilakukan pemerintah, ada hasil positif yang dapat diterapkan. Misalnya level penerapan ilmu membaca antara orang yang sudah terlatih harus berbeda dengan orang yang rajin membaca tapi tak terlatih seperti saudara kita abang becak yang penulis sebutkan di atas.

Pembahasan hasil membaca hendaknya harus diuraikan dalam tulisan, bukan sekedar gagasan-gagasan pengetahuan yang menguap sedemikian rupa setelah ia dibicarakan. Hasil dari pelatihan ini harus menghasilkan buku atau karya tulis yang bernilai jual dan bernilai manfaat dalam pengembangan literasi. 

Bentuknya dapat berupa buku, buku elektronik, ataupun dalam bentuk program seperti playstore pada android. Dengan demikian, kecakapan literasi baca-tulis tetap terlatih di tengah saratnya persaingan teknologi abad ke-21.

Pertanyaannya, sudah sejauh mana pelatihan-pelatihan baca-tulis telah menaikkan level kita? Apakah sama saja, sekedar membaca tanpa manfaat guna?

Saufi Ginting, Pendiri TBM Azka Gemilang di Kisaran, Asahan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun