Mohon tunggu...
Saufi Ginting
Saufi Ginting Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Literasi

Pendiri Taman Bacaan Masyarakat Azka Gemilang di Kisaran, Kabupaten Asahan Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tongkat Estafet yang Harus Diwariskan

12 Januari 2022   18:22 Diperbarui: 12 Januari 2022   18:25 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Praktik baik literasi di Kabupaten Asahan (Dokumen Pribadi)

Hampir dipastikan setiap orang punya peralatan teknologi di genggamannya. Gawai yang bisa dibawa ke mana-mana sekarang pun sudah dapat dialih fungsikan tidak hanya sebagai telepon saja, tapi juga sebagai pengganti komputer rumahan. 

Artinya seseorang yang membaca, tak lagi hanya buku tapi bisa membaca menggunakan buku elektronik (e-book). Bila gawai ini dapat dimanfaatkan secara bijak, setelah ia membaca, bisa pula ia lanjutkan dengan menulis melalui gawainya.

Untuk memanfaatkan modal besar ini menjadi kecakapan literasi baca-tulis abad ke 21, maka diperlukan kerja keras dan kerja sama serta kerja besar semua pihak, salah satunya adalah melalui literasi. 

Saat ini, pemerintah melalui Gerakan Literasi Nasional (GLN) berdasarkan kesepakatan World Economic Forum pada tahun 2015 telah merancang dan terus memperkuat program ini hingga merumuskannya menjadi enam literasi dasar. Keenam literasi dasar ini yaitu literasi baca tulis, numerasi, sains, finansial, digital, serta budaya dan kewargaan. Dari keenam literasi dasar ini pintu utamanya adalah baca tulis.

Di antara kerja keras dan kerja sama itu adalah dengan memberikan contoh praktik baik literasi baca tulis, seperti pelatihan menulis bagi pegiat literasi. Khususnya anak-anak muda yang gemar sekali menulis status di media sosial. 

Diharapkan dengan berbagai macam pelatihan serta dukungan yang dilakukan pemerintah, ada hasil positif yang dapat diterapkan. Misalnya level penerapan ilmu membaca antara orang yang sudah terlatih harus berbeda dengan orang yang rajin membaca tapi tak terlatih seperti saudara kita abang becak yang penulis sebutkan di atas.

Pembahasan hasil membaca hendaknya harus diuraikan dalam tulisan, bukan sekedar gagasan-gagasan pengetahuan yang menguap sedemikian rupa setelah ia dibicarakan. Hasil dari pelatihan ini harus menghasilkan buku atau karya tulis yang bernilai jual dan bernilai manfaat dalam pengembangan literasi. 

Bentuknya dapat berupa buku, buku elektronik, ataupun dalam bentuk program seperti playstore pada android. Dengan demikian, kecakapan literasi baca-tulis tetap terlatih di tengah saratnya persaingan teknologi abad ke-21.

Pertanyaannya, sudah sejauh mana pelatihan-pelatihan baca-tulis telah menaikkan level kita? Apakah sama saja, sekedar membaca tanpa manfaat guna?

Saufi Ginting, Pendiri TBM Azka Gemilang di Kisaran, Asahan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun