Mohon tunggu...
Azka
Azka Mohon Tunggu... -

Traveller tetap java celebes, suka photographi, membaca dan nonton film

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepak Bola Indonesia, Kabarmu Kini..

19 Mei 2017   09:50 Diperbarui: 19 Mei 2017   10:33 3468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sambil menunggu penerbangan lanjutan saat transit, saya melihat di layar monitor ruang tunggu sedang menampilkan dua kesebelasan sedang bertarung. Para penumpang disekitar saya turut fokus melihat aksi di lapangan tersebut.  Ya, saat ini sudah lebih dari dua bulan jagat sepakbola kita kembali diramaikan dengan berputarnya kembali roda kompetisi setelah kurang dari dua tahun dunia bola kita di sanksi oleh FIFA. Ada beberapa perubahan dalam kompetisi kita yang baru. Nama berubah dari Indonesia Super League (ISL) menjadi Liga 1, mirip ligue 1 Perancis. Selain nama, regulasi juga berubah. Keberadaan pemain asing dikurangi menjadi 2+1, satu khusus dari asia. Untuk menggenjot talenta muda, PSSI mewajibkan tiap tim mengontrak lima pemain U23 dan wajib dimainkan. Belakangan, PSSI menambah regulasi dengan diperkenankannya pemakaian pemain berstattus 'marquee', yaitu pemain yang pernah main di Piala Dunia dan liga top Eropa. Maka datanglah Essien meramaikan sepakbola kita di musim ini.

Liga 1, dimainkan oleh 18 tim. Liga 1 diberi label sebagai kasta tertinggi kemudian menyusul Liga2 dan Liga 3 dibawahnya. Musim ini18 tim menyambut dan melaksanakan liga dengan antusias. Bila kita lihat sekarang, sarana dan prasarana tim-tim Liga 1 cukup menunjang. Stadion-stadion di negeri kita jauh mentereng saat ini dibanding 4 atau 5 tahun yang lalu. Saat ini banyak stadion megah di bangun diberbagai daerah. Stadion Batakan bakal kandang Persiba, disebut-sebut sebagai stadion sepakbola ter baik di negeri kita. Di bandung ada stadion GBLA yang dipakai persib, ada Aji Imbut kandang Mitra Kukar, Persija memakai Patriot yang megah dan ada stadion Wayan Dipta yang di sebut sebagai stadion dengan kualitas rumput yang baik. Boleh dikata hampir semua tim bermain di stadion yang bagus. Hanya saja, kualitas lapangan dan rumput masih dibawah rata-rata dan tidak sebaik di amerika latin atau asia semisal Jepang, Korea dan China.

Antusiasme penonton juga cukup bagus. Kurang lebih setengah stadion selalu terisi penuh. Supporter sekarang  ke stadion tidak sekedar menonton, tapi juga menampilkan koregrapher yang menarik. Banyak organisasi supporter bermunculan dan memenuhi stadion untuk mendukung tim mereka. Bagaimana dengan permainan bola kita itu sendiri? apakah sudah lebih baik, ada peningkatan atau hanya begitu-begitu saja? Saya melihat pertandingan di monitor, hampir separuh babak pertama dan saya merasa capek sendiri. Pertandingan yang tersaji bagi saya tidak enak dinikmati. Mungkin hanya pertandingan ini, mungkin pertandingan lain tidak, harapan saya begitu. Kenapa terasa capek melihatnya? karena hampir sepanjang waktu, para pemain bermain bola dengan keras menjurus brutal. Entahlah, kalau saya pemain mungkin habis bermain semua badan ngilu memar remuk redam. Dan itulah yang tersaji dilapangan. Pemain diterjang, kaki ditebas, didorong dan yang paling aneh, dipukul. Wah..ini sebenarnya main bola apa main kaki. Inilah yang membuat tidak nyaman untuk ditonton, begitu banyak pemain yang jatuh saling tendang kaki.

Dalam satu adegan, seorang pemain di tekel dengan keras. Bola entah lari kemana dan si pemain tepar di lapangan. Tapi wasit dengan cueknya melanjutkan pertandingan. Kalu di eropa, pemain tersenggol sedikit saja sudah di 'priitt'. Tapi di negeri kita nanti pemain pingsan baru di 'priitt' itu pun cuma dapat kartu kuning. Kapan sepaknola kita bisa maju kalau keadaannya seperti ini. Wasit kita harusnya lebih cerewet dan tidak takut mengeluarkan kartu. Takutnya mungkin nanti ada pemain yang cacat baru kartu merah dikeluarkan. Pemain-pemain kita pun terlihat amat sangat suit untuk mengoper bola. Bola dibawa kesana kemari dan enggan dibagi, ujung-ujung ambruk deh di banting pemain lawan. Permainan juga terlihat tidak indah, karena tahunya hanya maju-maju dan maju. Tak lama, panggilan boarding membawa saya untuk meninggalkan pertandingan di layar monitor. Kepala saya masih berpikir tentang pertandingan itu. Saya berpikir, mungkin kita lebih cocok memainkan rugby daripada sepakbola. Mudah-mudahan sepakbola kita makin baik kedepannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun