Djokolelono, sebuah nama yang melekat bagi para pembaca fiksi di era 80-an. Saya adalah salah satu dari sekian banyak anak di Indonesia yang memenuhi masa kecil kami dengan fantasi yang dibagikan oleh Djokolelono. Masa kecil terasa indah dengan cerita-cerita yang luar biasa menggugah imaji para pembaca.Â
Saya mengenal karya Djokolelono dari saat bangku SD. Saat itu, negeri kita dipenuhi oleh buku-buku terjemahan pengarang luar negeri. Saya saja saat itu mengikuti dan gemar membaca karya-karya Enid Blyton seperti seri 'Lima Sekawan' 'Sapta Siaga' dan juga seri 'Komplotan'. Pada suatu hari, Ibu membelikan saya sebuah buku berwarna hitam dengan cover seorang laki-laki gempal yang memegang pistol. Saat itu saya kecewa kenapa Ibu tidak membelikan saya buku 'Lima Sekawan'. Buku hitam itu tergeletak beberapa hari di lemari sampai suatu saat saya akhirnya membacanya.Â
Dan ternyata, cerita dengan judul 'Penjelajah Antariksa: Bencana di Planet Poa' begitu menyihir imajinasi. Saya belum mengenal Star Wars kala itu, tapi saya dibuat terpesona oleh alur cerita dan dunia rekaan ciptaan Om Djokolelono. Bila dipikir-pikir saat ini, cerita Penjelajah Antariksa Djokolelono tidaklah kalah dibanding cerita 'Star Wars'-nya George Lukas.
Seri Penjelajah Antariksa ini dikeluarkan tahun 1985 terbitan Gramedia. Bukunya bercerita tentang sebuah planet bernama Poa di dunia antah berantah. Planet Poa dihuni oleh makhluk Terra, humanoid seperti kita. Suatu hari Poa diinvasi oleh kekuatan besar dari galaksi lain tapi mereka juga sama, yaitu kaum Terra. Mereka bernama bangsa Starx. Memaksa bangsa Terra lain untuk bergabung dengan mereka dalam suatu perserikatan. Karena kaum Terra Poa menolak untuk bergabung, terjadilah perang.Â
Teknologi bangsa Poa kalah jauh dari bangsa Starx yang lebih canggih. Tapi toh dalam perang itu kaum Starx bisa dikalahkan. Semua berkat kejeniusan seorang anak yang bernama Veta. Veta mempunyai tiga saudara. Vied kakak tertua, Stri adiknya dan Raz adik bungsunya. Di akhir perang, mereka terpisah. Veta dan Stri diculik dan dibawa oleh kaum Starx yang melarikan diri. Di sinilah dimulai perjalanan panjang Vied dan Raz untuk mencari mereka.
Buku 'Bencana di Planet Poa' ini berlanjut di cerita seri lanjutannya, yaitu 'Sekoci Penyelamat Antariksa' dan 'Kunin Bergolak'. Ketiga buku ini masih dalam koleksi saya sejak zaman SD dulu. Kedua buku lanjutan itu terbit di tahun 1986. Cerita petualangan empat bersaudara itu memang sangat bagus.Â
Djokolelono membawa kita ke sebuah dunia rekaan yang memukau. Poa adalah sebuah planet kecil, ada penduduk aslinya, besar dan berbulu (mungkin mirip Chewbacca ya). Starx mempunyai Moran, sebuah stasiun militer penghancur berbentuk bulat raksasa (mirip deathstar?) dan ada sebuah planet yang hampir mati, Planet Kunin namanya yang dijadikan planet penjara tanpa teknologi apa pun.Â
Dalam ceritanya, Om Djoko menghadirkan petualangan seperti pertempuran angkasa yang seru, menghadirkan berbagai macam tipe pesawat tempur, android-android jenius dan lucu dan juga istilah-istilah sebutan yang unik, seperti sebutan 'broa' untuk saudara laki-laki dan 'Sisa' untuk saudara perempuan. Lewat cerita ini juga saya mengenal kepangkatan militer dari Kapten, Mayor, hingga Laksamana. Semua membawa detil kisah yang luar biasa. Bila dipikir saat ini, sungguh tak terbayang anak bangsa kita mampu membuat cerita yang berlatar sci-fi mempesona.
Apakah 'Penjelajah Antariksa' adalah sebuah trilogi? Ternyata tidak karena di buku ketiga 'Kunin Bergolak' di halaman terakhir ada judul buku lanjutannya, yaitu 'lembah Api'. Tetapi sejak kemunculan terakhir 'Kunin Bergolak' kelanjutan ceritanya tidak muncul-muncul. Bahkan tahun berganti tahun 'Penjelajah Antariksa' tidak muncul di peredaran dan jauh di benak saya, saya tetap ingin tahu bagaimana kelanjutan kisahnya. Selain 'Penjelajah Antariksa' pada suatu hari saat saya mengubek-ubek buku di perpustakaan kota, saya menemukan buku dengan judul 'Jatuh ke Matahari' bukunya tipis dan ternyata sudah jauh dikarang oleh Pakdhe Djoko sejak tahun 1976.Â
Ceritanya tetap luar biasa tentang bumi di masa depan dengan tokoh dari Indonesia Zveta Kamandalu. Cerita kadet antariksa Zveta Kamandalu berlanjut di buku 'Bintang Hitam' terbit 1981 yang petualangannya asyik diikuti di tata surya Mars. Sempat juga membaca karya lainnya, yaitu 'Candika Dewi Penyebar Maut' sebuah cerita silat asyik berlatar akhir zaman Wilwatikta alias Majapahit. Cerita Candika meluncur tahun 1990-an dan mandeg sampai buku 13, ceritanya masih menggantung.
Tahun berganti tahun, saya sudah tidak SD ataupun remaja lagi, malah sekarang sudah punya ekor dan saya sudah melupakan kisah lanjutan 'Penjelajah Antariksa' hingga suatu hari saya terkejut saat melihat di rak buku Gramedia terpampang buku 'Penjelajah Antariksa: Kudeta Putri Gradi'. Luar biasa perasaan saya melihat buku itu, penantian selama 29 tahun! 29 tahun sejak 'Kunin Bergolak' datanglah 'Putri Gradi' saya tidak mengira bahwa Djokolelono itu masih ada, saya kira sebaliknya (maaf Pak Djoko he..he..). sebuah penantian yang begitu panjang tetapi Pak Djoko tidak kehilangan magisnya. Kisahnya tetap menarik dan kami para penggemar Penjelajah Antariksa sama sekali tidak kehilangan benang ceritanya. Selepas itu, Djokolelono mengeluarkan seri lanjutannya lagi, yaitu 'Kapten Raz' dan 'Kunin Bergolak (lagi)'. Semoga cerita 'Penjelajah Antariksa' dapat terus berlanjut dan menemukan akhirnya.
Untuk Pak Djokolelono, kami sangat berterima kasih karena mengisi hari-hari masa kecil kami dengan cerita-cerita yang cemerlang dan mampu mengisi benak kami dengan fantasi. Djokolelono membawa keindahan tersendiri bagi dunia sastra negeri kita. Semoga ke depan ada Djokolelono-Djokolelono yang baru yang lahir dan memeriahkan dunia sastra Indonesia, khususnya cerita sci-fi-nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H