Mohon tunggu...
Azka Nazhara Hanifatunnisa
Azka Nazhara Hanifatunnisa Mohon Tunggu... Arsitek - Pelajar

Aku suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Perilaku Flexing/Pamer Terhadap Remaja Sekolah Menengah Atas (SMA)

10 Oktober 2024   08:45 Diperbarui: 10 Oktober 2024   08:48 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di era media sosial yang semakin berkembang, fenomena flexing atau pamer jadi semakin sering terlihat, terutama di kalangan remaja. Flexing di sini maksudnya adalah memamerkan barang-barang mahal, seperti gadget terbaru, pakaian branded, kendaraan mewah, atau gaya hidup yang glamor, biasanya untuk menunjukkan status sosial atau kekayaan. Bagi remaja SMA, yang berada di fase mencari jati diri, hal ini bisa berdampak besar, baik positif maupun negatif.

Mari kita lihat pengaruhnya dari beberapa sudut pandang:

1. Membentuk Standar Sosial yang Tidak Sehat

Remaja sering kali terpengaruh oleh apa yang mereka lihat di media sosial. Ketika mereka melihat teman atau influencer memamerkan barang-barang mewah, ada kecenderungan untuk merasa tertinggal atau tidak cukup. Hal ini bisa membuat standar sosial mereka jadi terfokus pada materi, bukan pada karakter atau kemampuan. Akibatnya, banyak yang merasa perlu mengikuti tren atau membeli barang-barang mahal hanya demi terlihat "keren" atau diterima di lingkungannya.

2. Tekanan untuk "Ikut-Ikutan"

Salah satu dampak negatif terbesar dari perilaku flexing adalah tekanan sosial. Remaja yang tidak mampu mengikuti gaya hidup tersebut bisa merasa rendah diri, minder, atau bahkan tertekan. Ada yang sampai memaksakan diri untuk membeli barang-barang mahal meskipun di luar kemampuan finansial mereka, hanya untuk bisa "selevel" dengan teman-temannya. Ini tentu bisa berisiko memicu perilaku konsumtif yang tidak sehat di usia muda.

3. Mendorong Gaya Hidup Konsumtif

Kebiasaan flexing juga mendorong remaja untuk lebih fokus pada apa yang mereka miliki daripada apa yang mereka bisa capai. Alih-alih menabung atau berinvestasi dalam pendidikan dan pengembangan diri, mereka lebih tertarik untuk membeli barang-barang hanya untuk dipamerkan. Kebiasaan ini bisa terbawa hingga dewasa, menciptakan pola hidup konsumtif dan kurangnya pemahaman tentang pengelolaan keuangan yang sehat.

4. Mempengaruhi Kesehatan Mental

Perbandingan sosial yang terus menerus, apalagi jika merasa selalu "kurang," bisa berdampak negatif pada kesehatan mental remaja. Mereka bisa merasa cemas, stres, atau bahkan depresi karena merasa tidak bisa memenuhi standar yang tidak realistis. Selain itu, ketergantungan pada validasi dari orang lain melalui like atau komentar di media sosial juga bisa mengurangi rasa percaya diri yang seharusnya dibangun dari dalam, bukan dari penilaian orang lain.

5. Mendorong Kreativitas atau Motivasi Positif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun