Oleh : Syamsul Yakin dan Azka Millati Putri
Dosen dan Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dakwah di era modern menghadapi berbagai kendala dan tantangan. Keterbatasan kualitas dan kuantitas dai, media, waktu, lokasi, serta dana menjadi hambatan utama yang memerlukan pengelolaan dakwah yang efektif. Sementara itu, tantangan dakwah membutuhkan inovasi dan perspektif baru dari para dai dan mitra dakwah.
Era disrupsi yang sulit diprediksi membawa transformasi besar dalam teknologi informasi dan digital, mempengaruhi audiens dakwah. Fenomena ini berdampak pada melemahnya akidah, pengabaian syariah, dan kemerosotan moral tanpa pelaku yang jelas. Contohnya, maraknya judi online dengan transaksi mencapai 600 triliun, yang sulit dilacak namun memakan korban nyata.
Untuk mengatasi masalah ini, dai dan mitranya perlu menguasai literasi digital dakwah, yaitu kemampuan menggunakan media digital untuk berdakwah, seperti membuat konten di media sosial. Grup-grup yang ada harus dioptimalkan untuk menyebarkan pesan akidah, syariah, dan akhlak. Dai harus terus berinovasi di dunia digital, mengingat tantangan dakwah yang terus berubah.
Penting untuk menjaga hubungan baik dengan audiens online dan mencegah mereka terpapar konten yang kontraproduktif. Dai harus tetap kritis terhadap isu-isu terkini di dunia digital dan menyiapkan solusi yang canggih.
Kesimpulannya, untuk berdakwah di era disrupsi, seorang dai harus memiliki kecerdasan emosional (EQ), familiar dengan dunia digital dan isu-isunya, serta mampu memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dalam aktivitas dakwah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H