simulasi bencana pada tema program kerja DESTANA (Desa Tangguh Bencana).
Tim Mahasiswa Membangun 1000 Desa (MMD) Universitas Brawijaya dan Tim Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Gadjah Mada di Desa Blimbing, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, melakukan praktekPraktek simulasi dilakukan untuk mewujudkan masyarakat yang mampu memitigasi bencana secara mandiri. Hal ini terjadi karena melihat letak geografis Desa Blimbing yang terletak di lereng Gunung wilis dengan posisi kemiringan tanah yang curam. Selain itu, tekstur tanah di desa ini sangat subur dan banyak kandang ternak di daerah lereng yang menyebabkan mudahnya tanah melunak. Sehingga, potensi longsoran di desa ini cukup tinggi.
Penasehat karang taruna Desa Blimbing, Muhammad Joko, menyampaikan bahwa letak tiap dusun di Desa Blimbing memiliki jarak yang cukup berjauhan. Akses jalan dari dusun ke dusun melewati jalan yang penuh lereng.
“Mungkin saat musim kemarau seperti ini belum terlihat, mas. Tetapi kalau mulai musim hujan itu jangankan keluarga, bisa tidur nyenyak saja sudah alhamdulillah. Faktornya tidak hanya dari kotoran ternak saja, tapi mungkin bisa diteliti lagi tanaman yang cocok ditanam di bagian lereng supaya ada yang menahan tanah.” jelas Muhammad Joko.
Memang, ketika mengakses jalan menuju tiap dusun memerlukan usaha yang lebih karena jalan yang langsung berbatasan dengan lereng tanpa adanya pembatas jalan. Selain itu juga kelok jalan curam, ada jalan yang terputus karena efek longsoran, dan tidak semua jalan sudah di aspal.
Melalui praktek simulasi bencana, Tim Mahasiswa MMD UB bekerja sama dengan KSB (Kampung Siaga Bencana), Tim KKN UGM, dan karang taruna. Sebelum melakukan praktek, Tim Mahasiswa melakukan sosialisasi pra bencana dengan sub tema kajian risiko bencana, modal sosial tangguh bencana, dan Psychological First Aid.
Dengan menghadirkan pembimbing KSB, Suyoko, praktek simulasi dilakukan di Taman Duraemont, Desa Blimbing.
“Pengaluran praktek bencana dimulai dengan pembagian peran mulai dari shelter, TRC atau Tim Reaksi Cepat, korban, penanganan korban, warga biasa, dan tim medis. Nanti alurnya dimulai dari warga biasa yang sedang bekerja ngarit di daerah lereng.
Tiba-tiba, terjadi hujan lebat selama dua hari dua malam. Salah satu warga memiliki inisiatif monitoring kondisi sekitar. Saat monitoring, terjadi musibah bencana longsor yang menimpa warga lain. Kemudian warga yang monitoring bencana melaporkan ke TRC. Dengan cepat, TRC cek lokasi. TRC mengabarkan ada salah satu warga yang menjadi korban. Tim medis dengan sigap melakukan pertolongan pertama pada korban, seolah-olah kaki kanan korban tertimpa reruntuhan kayu dan mengalami patah tulang. Nanti, korban diangkat menggunakan tandu menuju posko medis. Setelah sampai posko baru ditangani dengan alat-alat yang lengkap.” jelas Suyoko.
“Sebelum menolong korban, kita harus melihat kondisi terlebih dahulu apakah aman atau tidak. Jangan sampai pengevakuasi sampai ikut dievakuasi” tambah Muhammad Joko.
Dalam melakukan praktek simulasi, seluruh tim baik dari Tim KSB, MMD UB, KKN UGM, dan karang taruna dikerahkan dan dilakukan pembagian peran. Hal ini bertujuan untuk mengenali peran masing-masing dan mengetahui alur pelaporan ketika terjadi bencana.
Melalui upaya ini, baik dari Tim MMD UB, KKN UGM, dan Tim KSB tentunya diinginkan masyarakat yang mampu mitigasi mandiri. Di musim kemarau bukan berarti halangan untuk menyuarakan praktek simulasi karena bencana bisa datang kapan saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H