Artikel ini merupakan syarat penuntasan Tugas UAS MK Etik dan Hukum Kesehatan oleh Kelompok 5 Kelas ETM 13:
1. Aretha Kalyca
2. Gabriella Natali Indipuspitasari
3. Hashifah Rahmah
4. Nabila Rafeyfa
5. Mochammad Rizal Ramadhan
6. Muhammad Alfian Said
7. Emma Rachma Aulia
8. Azka Izzati Samara
9. Natasha Raihan
Sebelum terjun ke dalam studi kasus yang diangkat, tentunya lebih baik kita mengetahui terlebih dahulu mengenai konsep dari malpraktik itu sendiri. Malpraktik berasal dari susunan imbuhan kata "Mal" yang berarti buruk, dan kata "Praktik" yang menurut KBBI memiliki arti sebagai pelaksanaan pekerjaan profesi yang berdasarkan pada teori. Maka pada dasarnya, malpraktik merupakan tindakan oleh tenaga profesional yang sifatnya bertentangan dengan Standard Operating Procedure (SOP), kode etik, dan perundang-undangan yang berlaku, baik yang disengaja maupun tidak (Lubis et al., 2024).
Membahas tentang kasus terkait, identitas nama korban yakni, Ella Nanda Sari Boru Hasibuan, merupakan seorang selebgram berusia 30 tahun asal Medan, Sumatera Utara. Kasus ini berkronologi dari: Ella terbang ke Depok pada 22 Juli 2024 guna menjalani prosedur sedot lemak yang akan ia lakukan di Klinik WSJ Beauty. Prosedur dimulai pada pukul 12.30 WIB (1,5 jam setelah Ella tiba di klinik), di mana tindakan pertama dilakukan pada lengan kanan. Prosedur awal ini syukurnya berjalan dengan lancar. Namun, ketika akan dilakukan prosedur penyedotan lemak pada lengan kiri, Ella mengalami penurunan kesadaran dan juga kejang. Dokter yang bertugas berusaha memberikan infus, tetapi pembuluh darah Ella sudah terlanjur pecah. Ella pun dirujuk ke Rumah Sakit Bunda di Jalan Margonda Raya, Depok, pada sekitar pukul 15.30 WIB. Pada proses dibawanya ke RS, Ella memang masih bernyawa. Namun naas, Ella dinyatakan meninggal dunia setibanya di RS (Wati, 2024).
Pihak kepolisian Polres Metro Depok telah melakukan penyelidikan terkait kasus ini dengan mengumpulkan barang bukti, memeriksa saksi-saksi terkait, dan melaksanakan verifikasi kualifikasi dokter, serta memeriksa kepemilikan izin terhadap klinik yang melakukan prosedur bedah kosmetik. Kasus kematian Ella Nanda Sari sampai saat ini masih berada dalam proses penyelidikan. Namun, sebuah situs berita mengatakan bahwa pihak keluarga korban mengedepankan jalan kekeluargaan dalam penyelesaian kasus ini, yang mana berarti bahwa pihak Klinik WSJ Beauty akan bertanggungjawab atas biaya pendidikan anak Ella yang masih duduk di kelas IV SD hingga ia berusia 18 tahun.
Meski pihak kuasa hukum Klinik WSJ Beauty menyatakan bahwa mereka telah mengikuti semua prosedur yang perlu dilakukan pra-prosedur dan menyatakan bahwa kondisi Ella sebelum operasi dinyatakan baik oleh dokter, pihak kepolisian tetap akan menjalankan penyelidikan walaupun tanpa adanya laporan dari pihak keluarga. Berdasarkan klaim terbaru dari penyelidikan oleh pihak kepolisian, Klinik WSJ Beauty dinyatakan sebagai tersangka dugaan malpraktik. Hal ini ditetapkan setelah ditemukan fakta bahwa dokter yang bertugas tidak memiliki izin praktik yang sesuai untuk tindakan bedah kosmetik (sedot lemak, dan lain sebagainya).
Dalam kasus kematian Ella Nanda Sari ini, pelanggaran integritas profesional terlihat jelas dari tindakan dokter dan manajemen Klinik WSJ Beauty. Mulai dari dokter yang tidak memberikan cukup informasi mengenai ketiadaan izin operasional kepada pasien, dan penjelasan mengenai prosedur yang akan dijalankan. Kegagalan dalam melakukan hal-hal tersebut mencerminkan rendahnya tingkat akuntabilitas Klinik WSJ Beauty dalam praktik mereka.
Dampak dari pelanggaran ini mungkin berpengaruh besar terhadap kepercayaan publik kepada pelayanan yang diberikan pihak terkait. Masyarakat bisa menjadi skeptis terhadap keamanan prosedur kosmetik yang dapat menyebabkan mereka merasa enggan mencari perawatan medis di masa depan. Ketidakpastian mengenai kualitas pelayanan kesehatan di klinik kecantikan juga dapat mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah pasien, serta mengurangi kepercayaan terhadap profesionalisme tenaga medis.
Dari segi konsekuensi hukum, malpraktik ini dapat berujung pada tindakan hukum terhadap tenaga medis dan pemilik klinik. Beberapa pelanggaran yang telah dilanggar pada kasus ini, antara lain:
- Klinik melakukan praktik sedot lemak tanpa izin operasional praktik kesehatan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentan Kesehatan, yang berbunyi, "Setiap fasilitas kesehatan, termasuk klinik kecantikan, diwajibkan untuk memiliki izin operasional sebelum menjalankan layanan medis."
- Klinik WSJ mempekerjakan dokter umum untuk melakukan tindakan sedot lemak tanpa izin tindakan bedah kosmetik (Devi Puspitasari, 2024). Berdasarkan Pasal 75 dan 76 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, setiap dokter yang melakukan praktik tanpa izin dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama tiga tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
- Apabila tindakan sedot lemak tersebut terbukti menyebabkan kematian, tindakan tersebut dapat dihadapkan dengan tuduhan malpraktik sehingga sanksi pidana dapat meningkat berdasarkan Pasal 359 KUHP.
- Berdasarkan Pasal 442 Undang-Undang Kesehatan, setiap orang yang mempekerjakan tenaga medis atau tenaga kesehatan yang tidak memiliki Surat Izin Praktik (SIP) dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Selain sanksi pidana, dokter juga dapat menghadapi sanksi administratif dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) atau Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), termasuk pencabutan izin praktik.
Pelanggaran terhadap undang-undang dan kode etik ini menunjukkan perlunya peningkatan pengawasan dan penegakan hukum dalam praktik kesehatan di Indonesia. Diharapkan dengan adanya sanksi yang tegas ini dapat menimbulkan efek jera bagi para pelaku malpraktik dan meningkatkan integritas profesional di kalangan tenaga medis. Upaya ini penting untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas, pun untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan secara keseluruhan.
Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, disarankan agar pemerintah dan lembaga terkait supaya meningkatkan regulasi dan pengawasan terhadap klinik dan praktik kesehatan. Pelatihan dan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga medis harus menjadi prioritas agar mereka dapat memahami dan mematuhi etika profesi masing-masing. Selain itu, penting bagi masyarakat untuk aktif mencari informasi dan memahami standar pelayanan kesehatan yang seharusnya mereka terima sebagai klien dan pasien. Dengan adanya kolaborasi yang baik antara penyedia layanan, pemerintah, dan masyarakat, diharapkan integritas profesional dalam praktik kesehatan dapat terjaga, sehingga kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia dapat meningkat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI