Mohon tunggu...
azka halim
azka halim Mohon Tunggu... Penulis - Kita hanya Sebatas Menumpang

Sangat suka dengan kalimat intuisi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Suara Sakral dan Kardus Orbral

20 Mei 2022   20:10 Diperbarui: 20 Mei 2022   20:18 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu, agaknya kita tidak terkejut dengan berita yang lahir dari rahim birokrasi. Berita yang mungkin dulunya sering mengejutkan, kini acap kali menjadi pemandangan biasa setiap kali kita men-scrool media yang kita punya. Hanya saja kali ini, respons kita biasa saja.

Kali ini, berita yang hadir di telinga dan pandangan kita adalah “Kotak Suara Kardus”. Menyedihkan, di tengah klaim pemerintah ekonomi yang semakin maju atau minimal membaiklah. Mereka malah mendalihkan ketiadaan anggaran menjadi persoalan dalam penggunaan “Kotak Suara Kardus”. Dana yang membuat paling heran dan tidak habis pikir, mereka bersikukuh membangun Ibu Kota Baru?.

Kotak Suara meski tampaknya remeh namun proses yang kemudian terjadi sungguh sangat “Sakral”, karna berkaitan dengan Hak Konstitusional dari setiap Warga Negara Indonesia yang sudah dijamin dalam pasal 28 C ayat (2) dan 28 D ayat (3) UUD 1945. Dalam segi Etika hukum, segala yang berkaitan dengan hak tentu menjadi sebuah hal yang sangat sakral, karna hal itu berkaitan langsung dengan UUD 1945.

Hadirnya keputusan ini dari lidah seorang birokrat tentu menjadi suatu hal yang tidak bijak, dan menggambarkan birokrat dalam artian ‘menyalahgunakan kekuasaan”, karna memang lahirnya istilah ini, adalah buah dari ketidakpercayaan rakyat terhadap para birokrat. Dan seharusnya dalam penyelenggaraan pemerintahan birokrat harus mampu bersikap objektif dan bijaksana. Meski kekuasaan yang didapatkan merupakan amanah tidak langsung dari UUD, namun jika kita memahami lebih dalam, kekuasaan itu masih dalam lingkup mandat dari pada UUD, tidak melekat kepada siapa yang memberikan kekuasaan.

Dan dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan, Birokrasi masih bertanggung jawab terhadap rakyat secara “tidak langsung” terhadap kinerja mereka, karna objek dari kebijakan mereka adalah masyarakat secara luas. Dan yang seharusnya menjadi catatan adalah persoalan di Pemilu 3 tahun lalu, yang menimbulkan banyak permasalahan, sehingga tidak tercapai pemilu yang “Jurdil” dan lain sebagainya.

Hal inilah yang sekali lagi menimbulkan ketidakpercayaan. Seperti ada sebuah hal yang berlawanan, disisi yang satu pemerintah mensosialisasikan agar masyarakat tidak golput, disisi lain tidak ada keseriusan dalam penyelenggaraan pemerintah (Pemilu).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun