Mohon tunggu...
Azka Fauzy
Azka Fauzy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Seseorang yang suka membaca, memiliki minat pada sejarah, serta mau terus belajar terkait dunia sekitar

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Bangkit Setelah Takluk: Sebuah Ulasan Buku

16 Juni 2023   17:23 Diperbarui: 16 Juni 2023   17:34 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Universal History Archive / UIG via Getty Images

Judul: Dari Puncak Barbar: Penaklukan Mongol ke Dunia Islam hingga Menjadi Muslim

Penulis: Peter Jackson

Penerbit: PT Serambi Ilmu Semesta

Cetakan: I

Tahun Terbit: 2019

Halaman: 854+xviii

Comeback is real!

Begitulah yang barangkali sering kita dengar dalam banyak kesempatan. Misalnya, ketika mendengar kemenangan Timnas Indonesia dalam laga Final SEA Games 2023 melawan Thailand setelah 32 tahun. 

Kemenangan itupun tak hanya menarik decak kagum dan kegembiraan dari fans. Bahkan, pihak lawan dan yang tak mengikuti perjalanan tim tersebut juga akan memberi reaksi yang sama. Namun jika kita lihat kembali, maka momen momen semacam ini telah banyak terjadi sejak dahulu. 

Salah satu momen itu adalah bagaimana peradaban Islam mampu bangkit, beradaptasi, bahkan mengungguli para penakluknya yang berasal dari luasnya Padang Stepa. 

Dari mulanya mereka memandang datangnya para penakluk ini sebagai tanda "akhir zaman", hingga akhirnya para penakluk ini masuk Islam dan berada di tengah nadi peradaban Islam. 

Tentunya, bangsa penakluk yang dimaksud adalah bangsa Mongol, yang dikenal dengan Genghis Khan dan upaya ekspansinya ke berbagai penjuru dunia pada abad ke-13 dan ke-14. Bagaimana penaklukan bangsa Mongol memengaruhi peradaban Islam? Bagaimana nantinya bangsa Mongol akan beralih agama kepada Islam? Buku di atas akan mengupas dua pertanyaan itu secara detail.

Pertama, kita melihat bahwa buku setebal 882 halaman ini adalah tulisan seorang profesor sejarah asal Universitas Keele, Inggris. Ia bernama Peter Jackson, yang berfokus pada kajian Abad Pertengahan. 

Sebelumnya, ia sempat menulis buku dengan tema serupa, yakni The Mongols dan the West 1221-1410. Buku ini sendiri berfokus pada hubungan antara bangsa Mongol dengan peradaban Kristen Eropa selama penaklukan dan kekuasaannya di sebagian wilayah Benua Biru tersebut.

Berikutnya, ia telah menulis The Mongols and The Islamic World: From Conquest to Conversion, dengan fokus pada hubungan antara bangsa Mongol dan peradaban Islam di Asia Barat. Buku kedua inilah yang akhirnya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Dari Puncak Barbar dan diterbitkan sejak 2019 lalu oleh Penerbit Serambi Ilmu Semesta, serta menjadi fokus bahasan kali ini.

Universal History Archive / UIG via Getty Images
Universal History Archive / UIG via Getty Images

Kedua, tidak ada salahnya untuk melihat bagaimana Jackson menjabarkan periode kekuasaan Mongol yang cukup panjang ini di dalam bukunya. Pertama, pada bagian pendahuluan, kita dapat melihat alasan mengapa buku ini ditulis, yakni sebagai usaha menjawab kedua pertanyaan yang ada di atas tadi. Dimana menurutnya, masih banyak karya karya terkait sejarah Mongol yang tidak menjadikan kedua pertanyaan itu sebagai masalah utama. 

Selain alasan, kita juga dapat menemukan rambu rambu pembahasan, baik itu konteks geografi, waktu, dan budaya dimana buku ini akan bersinggungan dengannya, serta uraian singkat tentang apa saja yang akan dibahas.

 Kemudian pada bab pertama, kita dapat melihat bagaimana penulis melakukan kritik pada sumber sumber yang ia gunakan, baik itu yang berbahasa Mongolia, Tiongkok, Arab, Persia, Aramaik, ataupun Latin, dengan fokus pada identitas penulis, gaya penulisannya, serta alasan dan konteks mengapa karya itu ditulis demikian. 

Di bab kedua, kita dapat melihat bagaimana penulis mengungkapkan relasi panjang antara dunia Islam dengan bangsa bangsa nomaden Stepa Eurasia sebelum invasi Mongol. 

Dimulai dari ekspansi Islam ke Asia Tengah dan Utara pada abad ke-8 dan ke-9, di sinilah dunia Islam harus berhadapan dengan bangsa nomaden dan pergerakan mereka, baik secara militer, diplomatis, religi, ataupun budaya. Dan, bab ini ditutup dengan penjelasan tentang awal bangkitnya bangsa Mongol di Stepa Timur dan membentuk sebuah kekuatan penting di sana.

Pada bab ketiga, kita melihat bagaimana Genghis Khan dan penerusnya melancarkan ekspansi kekuasaan bangsa Mongol ke Dunia Islam (1219-1252). Dimulai dari memahami perdebatan dibalik sebab invasi Mongol ke Asia Tengah dimulai, pergerakan para penakluk Mongol yang berhasil mencapai Iran, India, Eropa Timur, hingga Anatolia dan Irak, alasan taktis dan strategis dibalik kesuksesan ekspansi Mongol, serta dukungan kaum Muslim terhadap gelombang pertama ini. Selanjutnya, bab keempat mengalihkan kita sejenak untuk melihat bagaimana bangsa Mongol mengatur imperium mereka yang sedemikian luas sebagai negeri yang bersatu. 

Dimulai dari pembahasan terkaitkarakteristik kekaisaran, pewarisan tahta, pembagian lahan, peran kaum wanita elit, pembagian administratif, perpajakan, tata hukum, hingga distribusi otoritas kekuasaan dan alasan alasan kenapa bangsa Mongol mampu menjaga persatuan wilayah seluas itu. Dan, bab kelima kembali membawa kita pada kelanjutan ekspansi bangsa Mongol di Dunia Islam dibawah kendali Hulagu dan awal perpecahan imperium Mongol (1252-1262). 

Dimulai dari dimulainya ekspedisi Mongol yang menghancurkan sekte Hassasin Ismailiyah, Daulah Abbasiyah, hingga sempat menguasai wilayah Suriah dan Palestina sebelum kekalahannya di tangan Mamluk Mesir. 

Lalu, kita juga membahas terkait rintangan apa saja yang dihadapi, persenjataan apa saja yang dimiliki, masalah status Hulagu sebagai panglima di Asia Barat, hingga dimulainya perpecahan akibat konflik antar para cucu Genghis Khan yang berkuasa pada saat itu.

Chelsea Marie Hicks, Flickr.com
Chelsea Marie Hicks, Flickr.com

Kemudian, bab keenam membawa kita kembali untuk melihat dan menilai dampak yang ditimbulkan dari 4 dekade ekspansi bangsa Mongol ke Dunia Islam. Dimulai dari melihat bagaimana sumber sumber pada masa itu melihat dampak yang terjadi, keberagaman standar operasional dan alasan kerusakan oleh bangsa Mongol, perdebatan terkait tingkat kerusakan akibat ekspansi Mongol, upaya relokasi paksa populasi lokal setelah penaklukan, dampak pada kehidupan ekonomi dan budaya, hingga upaya rekonstruksi yang dilakukan dan dorongan dari penulis untuk mempertimbangkan kembali sebab sebab kerusakan yang ada. Bab ketujuh membuka kepada mata kita bagaimana perpecahan bangsa Mongol (setelah 1260) menimbulkan berbagai konsekuensi serius. 

Dimulai dari berdirinya negeri negeri pecahan setelah imperium kesatuan, upaya Khan Utama dan negeri negeri pecahan untuk saling berhubungan dan menampilkan wajah "kesatuan", konflik yang terjadi di antara berbagai negeri pecahan Mongol hingga abad ke-14 dan dampaknya, serta sikap para penguasa negeri pecahan terkait kaum nomaden dan menetap di dalam wilayahnya masing masing. Dan, bab kedelapan menunjukan bagaimana pengaruh kekuasaan bangsa Mongol pada lalu lintas ekonomi, ilmu pengetahuan, sosial, dan budaya di antara Barat dan Timur. 

Penjelasan diawali dengan argumentasi mengapa penulis buku kurang menyetujui penggunaan istilah populer Pax Mongolica, dinamika lalu lintas perdagangan (sumber daya dagang strategis, rute, kebijakan penguasa, hambatan perdagangan laut), dan dinamika lalu lintas sosial, budaya, serta ilmu pengetahuan (pergerakan personil terampil, fasilitator pertukaran ilmu dan budaya, ekspansi cakrawala keilmuan dan seni, batasan batasan yang terjadi).

Selanjutnya, bab sembilan memberikan kita pemahaman terkait bagaimana muncul dan bertahannya negara negara bawahan (Vassal) Muslim yang tunduk dengan kendali Mongol, baik dalam hal beban dan manfaat sebagai negara bawahan, relasi dengan penguasa Mongol, pengaruh bagi kerangka politik yang ada, hingga pemberontakan dan ancaman intervensi Mongol kepada negeri negeri ini. 

Bab sepuluh lalu membawa kita pada bagaimana kelompok birokrat Muslim muncul dan bertahan di bawah kendali Mongol (provinsi ataupun nasional), terutama di dalam negara Ilkhanat, baik relasi di antara sesama mereka, relasi dengan penguasa Mongol, ketegangan antara pejabat yang berbeda latar belakang, hingga peluang bahaya yang mengancam posisi mereka. 

Bab sebelas memberikan kita penglihatan bagaimana masyarakat Muslim dan Non-Muslim bertahan di bawah kendali Mongol, dengan melihat pada masalah pluralitas dan toleransi bangsa Mongol, pemberian beban perpajakan dan kesempatan partisipasi politik, benturan antara syariat Islam dengan tradisi stepa Mongol, perlakuan yang sama pada semua agama, hingga pandangan kaum Muslim pada para penguasa Mongol dan bagaimana penguasa Mongol merebut legitimasi dari kaum Muslim. 

Bab kedua belas sendiri dibagi menjadi dua bagian, yakni A dan B. Bagian A cenderung membahas terkait konteks konteks umum terkait Islamisasi, dimulai dari arti Islamisasi, relasi antara konsep konsep tradisi Mongol dengan dakwah Islam, proses Islamisasi pada para pengikut serta penguasa Mongol, upaya Islamisasi ke luar perbatasan Mongol, dan agen agen Islamisasi pada bangsa Mongol. 

Arienne King, Worldhistory.org
Arienne King, Worldhistory.org

Sementara itu, Bagian B cenderung membahas tentang Islamisasi pada penguasa dan konsekuensinya, yang dimulai dengan kisah Islamisasi pada sejumlah penguasa di negeri negeri pecahan Mongol, masalah keseimbangan antara Yasa Mongol dan Syariat Islam, relasi antara penguasa Muslim baru dengan agama agama non-Islam, dan bagaimana Islamisasi penguasa dilihat oleh kaum Muslim di dalam dan di luar wilayah kekuasaan Mongol. Pada bagian ketiga belas, kita akan melihat epilog yang akan membahas dampak kekuasaan Mongol dalam banyak aspek.

Contohnya seperti legitimasi politik pada keturunan Genghis, bertahannya sejumlah tradisi pemerintahan, Turkifikasi kaum Muslim dan bangsa Mongol, eksodus kaum Muslim ke luar wilayah Mongol, persebaran dakwah Islam ke berbagai wilayah baru, munculnya etnis dan kekuatan politik baru, hingga integrasi wilayah Eurasia dalam zona penyebaran wabah Maut Hitam yang terkenal pada abad ke-14. Terakhir, penulis menyajikan kesimpulan yang pada dasarnya menekankan bahwa bangsa Mongol telah memberi banyak pengaruh penting bagi dunia Islam dalam waktu yang begitu lama, bahkan sampai mereka sendiri beralih ke agama Islam di wilayah ini, serta anjuran agar dapat melihat kekuasaan bangsa Mongol pada suatu titik keseimbangan di tengah segala aspek positif dan negatif yang ditimbulkan.

Terakhir, kita perlu melihat kelebihan dan kekurangan dari buku ini. Di satu sisi, terdapat sejumlah kelebihan yang patut kita apresiasi dari buku ini. Pertama, sumbernya yang beragam dan seringkali dinilai kembali oleh penulis memampukan kita untuk mendapat suatu narasi yang cukup seimbang dan ilmiah terkait kekuasaan bangsa Mongol di dunia Islam. Kedua, jangka waktunya yang panjang memungkinkan kita untuk melihat bagaimana hubungan antara dunia Islam dan bangsa Mongol dapat berubah, seiring dengan dinamika perang, politik, sosial, budaya, agama, dan ekonomi yang ada. 

Ketiga, bahasanya yang cukup ringan dapat memudahkan kita untuk mendapat garis besar terkait apa yang ingin disampaikan penulis. Keempat, sajian beberapa peta, daftar istilah, dan silsilah penguasa yang cukup memudahkan untuk mengerti konteks politik dan geografis yang ada dalam narasi penulis. Namun, di sisi lain terdapat sejumlah kelemahan yang patut kita perhatikan. 

Pertama, beragam nama yang seolah "tiba tiba" muncul dalam narasi di buku ini akan cukup memberatkan pembaca yang belum mendapat konteks konteks pendahuluan terkait nama nama tersebut. Kedua, beberapa kesalahan penulisan kata yang barangkali dapat menganggu kenyamanan membaca. Ketiga, karena buku ini berfokus pada wilayah Asia Barat dan Tengah yang dikendalikan pihak Mongol, maka kita tak akan membahas banyak seputar pengaruh Mongol bagi kekuasaan Islam di India, Afrika, ataupun wilayah lain seperti Eropa Timur dan Asia Timur yang mayoritas dihuni Non-Muslim.

Sayf al-Vahidi et. al, Bibliothque nationale de France Dpartement des Manuscrits, Division orientale, Supplment persan 1113
Sayf al-Vahidi et. al, Bibliothque nationale de France Dpartement des Manuscrits, Division orientale, Supplment persan 1113

Terlepas dari segala kekurangan dan kelebihan yang ada, buku ini layak dibaca bagi siapapun yang ingin mengetahui salah satu come back terepik dalam sejarah Islam, yakni bagaimana umat Islam dapat bertahan dari penderitaan akibat kekuasaan bangsa Mongol dan bagaimana umat Islam dapat mengungguli para penakluk Mongol dengan memasukan mereka ke dalam iman Islam. 

Selain itu, buku ini juga dapat memperluas pandangan kita, terutama bagi audiens Muslim, terkait dampak penaklukan Mongol yang tidak selalu berputar di sekitar kehancuran dan penderitaan akibat perang serta penaklukan, namun juga suasana baru dalam nadi kegiatan Muslim dan pertukaran ide antar masyarakat di berbagai wilayah. 

Berikutnya, buku ini juga mampu memberi ruang baru dalam khazanah pengkajian bangsa Mongol dan sejarah penaklukannya, yang selama ini banyak dipandang secara sinis dan negatif oleh banyak penulis sejarah. Pada akhirnya, reposisi dan perdebatan terkait status bangsa Mongol dan kekuasaannya dalam peta sejarah dunia akan tetap bertahan hingga masa masa mendatang, apalagi dengan kedatangan aspek dan analisis baru yang disajikan dari buku ini.

Selamat membaca! Dan, sampai berjumpa di tulisan berikutnya!

Mongol, Amazon.com
Mongol, Amazon.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun