Pada bab ketiga, kita melihat bagaimana Genghis Khan dan penerusnya melancarkan ekspansi kekuasaan bangsa Mongol ke Dunia Islam (1219-1252). Dimulai dari memahami perdebatan dibalik sebab invasi Mongol ke Asia Tengah dimulai, pergerakan para penakluk Mongol yang berhasil mencapai Iran, India, Eropa Timur, hingga Anatolia dan Irak, alasan taktis dan strategis dibalik kesuksesan ekspansi Mongol, serta dukungan kaum Muslim terhadap gelombang pertama ini. Selanjutnya, bab keempat mengalihkan kita sejenak untuk melihat bagaimana bangsa Mongol mengatur imperium mereka yang sedemikian luas sebagai negeri yang bersatu.Â
Dimulai dari pembahasan terkaitkarakteristik kekaisaran, pewarisan tahta, pembagian lahan, peran kaum wanita elit, pembagian administratif, perpajakan, tata hukum, hingga distribusi otoritas kekuasaan dan alasan alasan kenapa bangsa Mongol mampu menjaga persatuan wilayah seluas itu. Dan, bab kelima kembali membawa kita pada kelanjutan ekspansi bangsa Mongol di Dunia Islam dibawah kendali Hulagu dan awal perpecahan imperium Mongol (1252-1262).Â
Dimulai dari dimulainya ekspedisi Mongol yang menghancurkan sekte Hassasin Ismailiyah, Daulah Abbasiyah, hingga sempat menguasai wilayah Suriah dan Palestina sebelum kekalahannya di tangan Mamluk Mesir.Â
Lalu, kita juga membahas terkait rintangan apa saja yang dihadapi, persenjataan apa saja yang dimiliki, masalah status Hulagu sebagai panglima di Asia Barat, hingga dimulainya perpecahan akibat konflik antar para cucu Genghis Khan yang berkuasa pada saat itu.
Kemudian, bab keenam membawa kita kembali untuk melihat dan menilai dampak yang ditimbulkan dari 4 dekade ekspansi bangsa Mongol ke Dunia Islam. Dimulai dari melihat bagaimana sumber sumber pada masa itu melihat dampak yang terjadi, keberagaman standar operasional dan alasan kerusakan oleh bangsa Mongol, perdebatan terkait tingkat kerusakan akibat ekspansi Mongol, upaya relokasi paksa populasi lokal setelah penaklukan, dampak pada kehidupan ekonomi dan budaya, hingga upaya rekonstruksi yang dilakukan dan dorongan dari penulis untuk mempertimbangkan kembali sebab sebab kerusakan yang ada. Bab ketujuh membuka kepada mata kita bagaimana perpecahan bangsa Mongol (setelah 1260) menimbulkan berbagai konsekuensi serius.Â
Dimulai dari berdirinya negeri negeri pecahan setelah imperium kesatuan, upaya Khan Utama dan negeri negeri pecahan untuk saling berhubungan dan menampilkan wajah "kesatuan", konflik yang terjadi di antara berbagai negeri pecahan Mongol hingga abad ke-14 dan dampaknya, serta sikap para penguasa negeri pecahan terkait kaum nomaden dan menetap di dalam wilayahnya masing masing. Dan, bab kedelapan menunjukan bagaimana pengaruh kekuasaan bangsa Mongol pada lalu lintas ekonomi, ilmu pengetahuan, sosial, dan budaya di antara Barat dan Timur.Â
Penjelasan diawali dengan argumentasi mengapa penulis buku kurang menyetujui penggunaan istilah populer Pax Mongolica, dinamika lalu lintas perdagangan (sumber daya dagang strategis, rute, kebijakan penguasa, hambatan perdagangan laut), dan dinamika lalu lintas sosial, budaya, serta ilmu pengetahuan (pergerakan personil terampil, fasilitator pertukaran ilmu dan budaya, ekspansi cakrawala keilmuan dan seni, batasan batasan yang terjadi).
Selanjutnya, bab sembilan memberikan kita pemahaman terkait bagaimana muncul dan bertahannya negara negara bawahan (Vassal) Muslim yang tunduk dengan kendali Mongol, baik dalam hal beban dan manfaat sebagai negara bawahan, relasi dengan penguasa Mongol, pengaruh bagi kerangka politik yang ada, hingga pemberontakan dan ancaman intervensi Mongol kepada negeri negeri ini.Â
Bab sepuluh lalu membawa kita pada bagaimana kelompok birokrat Muslim muncul dan bertahan di bawah kendali Mongol (provinsi ataupun nasional), terutama di dalam negara Ilkhanat, baik relasi di antara sesama mereka, relasi dengan penguasa Mongol, ketegangan antara pejabat yang berbeda latar belakang, hingga peluang bahaya yang mengancam posisi mereka.Â
Bab sebelas memberikan kita penglihatan bagaimana masyarakat Muslim dan Non-Muslim bertahan di bawah kendali Mongol, dengan melihat pada masalah pluralitas dan toleransi bangsa Mongol, pemberian beban perpajakan dan kesempatan partisipasi politik, benturan antara syariat Islam dengan tradisi stepa Mongol, perlakuan yang sama pada semua agama, hingga pandangan kaum Muslim pada para penguasa Mongol dan bagaimana penguasa Mongol merebut legitimasi dari kaum Muslim.Â