Mohon tunggu...
Nabil Azka
Nabil Azka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tourism Student

I am a tourism undergraduate program student at Gadjah Mada University Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Museum Sonobudoyo: Harta Karun di Jalur Sumbu Filosofis Yogyakarta

9 Oktober 2024   11:03 Diperbarui: 9 Oktober 2024   11:23 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yogyakarta, kota yang sering disebut orang 'istimewa' itu memiliki segudang kisah tak terhitung jumlahnya. Pantas saja orang-orang sering memanggil kota ini dengan sebutan itu karena tak hanya budaya yang kental, tetapi juga memiliki berbagai tempat sebagai sarana edukasi bagi warga sekitar maupun wisatawan. Aku, seorang remaja yang saat ini suka menjelajahi sudut Kota Yogyakarta dan saat ini tertarik untuk menjelajahi sepanjang jalur Sumbu Filosofi yang digadang-gadang menjadi Warisan Budaya Dunia mulai mencari bagaimana nilai sejarah dan budaya yang terkandung.

Sumbu Filosofi yang terletak membentang garis lurus dari Panggung Krapyak hingga Tugu Golong Gilig menyimpan sebongkah misteri dan harta karun yang tidak pernah diduga. Setiap sudut yang kamu jelajahi menyimpan cerita tentang perjuangan, adat, dan tradisi yang mengakar kuat. Misalnya, Kraton Yogyakarta, yang merupakan pusat kebudayaan dan pemerintahan, menawarkan wawasan mendalam tentang sejarah kesultanan dan tradisi yang masih dilestarikan hingga kini. 

(Sumber: Instagram @Sonobudoyo)
(Sumber: Instagram @Sonobudoyo)

Museum Sonobudoyo, itulah bangunan yang akan kamu jumpai ketika berjalan menyusuri Sumbu Filosofi dan menuju Kraton Yogyakarta apabila berjalan dari arah Malioboro maupun Parkiran Senopati. Museum ini sekilas terlihat kecil dari jalan raya. Namun, semua hanya ilusi optik semata karena museum ini terbilang cukup luas. Luas yang dimaksud tidak hanya berdasarkan bangunannya saja, tetapi luas keilmuan didalamnya. Dengan keilmuan yang luas tersebut, alangkah terkejutnya aku ketika membayar satu lembar tiket untuk orang dewasa yang hanya Rp10.000 sedangkan anak-anak cukup membayar Rp5000. Bahkan, turis mancanegara bisa memasuki Sonobudoyo dengan harga Rp20.000. Tentu saja harga tersebut terbilang sangat murah dikala museum lain di Yogyakarta mematok harga yang lebih mahal. Harga tersebut murah karena memang museum ini didukung penuh dengan Dana Keistimewaan Yogyakarta. Adanya DanaIs di Yogyakarta memang sangat membantu perekonomian dan pelestarian budaya bagi masyarakat disini.

(Koleksi Pribadi)
(Koleksi Pribadi)

Setibanya di dalam museum, pengunjung akan disambut dengan tawaran untuk menggunakan jasa tour guide yang disediakan secara gratis. Ini adalah kesempatan emas, karena pemandu yang berpengalaman dapat memberikan informasi dan konteks yang lebih dalam mengenai setiap koleksi. Aku memilih untuk menggunakan jasa pemandu, merasa bahwa aku akan lebih mendapatkan pengalaman yang lengkap dengan penjelasan yang diberikan. Pertama kali, pengunjung akan menemukan sebuah tatanan kamar yang disebut sebagai "Senthong Dewi Sri". Petani jawa percaya bahwa mereka harus menyediakan tempat tersebut di rumahnya sebagai tempat istirahat Dewi Sri agar panen mereka berhasil.

(Koleksi Pribadi)
(Koleksi Pribadi)
Selanjutnya, kami memasuki ruangan dimana terdapat koleksi dari jama prasejarah. Terdapat Menhir asli yang ditemukan di Playen, Gunung Kidul. Tak hanya itu, terdapat berbagai alat-alat asli yang digunakan sebagai alat untuk berburu dan meramu di jaman prasejarah. Tentu saja hal ini sangat menarik karena hampir semua koleksi prasejarah ditemukan di Yogyakarta dan sekitarnya.

Memasuki ruangan berikutnya, aku disambut oleh atmosfer yang sarat akan sejarah. Ruangan ini dipenuhi dengan koleksi benda-benda dari masa kerajaan yang mengungkapkan kekayaan dan kompleksitas peradaban Indonesia. Di sudut-sudut ruangan, terdapat deretan koin yang digunakan sebagai alat tukar pembayaran, mulai dari zaman Majapahit yang terkenal hingga koin Cina dari dinasti Tang. Setiap koin ini bukan hanya sekadar logam, tetapi juga mencerminkan hubungan perdagangan yang erat antara berbagai kerajaan di Nusantara dan negara-negara tetangga. 

Di sisi lain ruangan, aku menemukan koleksi keris yang terintegrasi dengan alat interaktif. Keris, senjata tradisional yang menjadi simbol status dan keberanian, memiliki sejarah yang dalam dan kaya makna. Setiap keris memiliki bentuk dan ukiran yang unik, menunjukkan keahlian tangan para pengrajin. Ketika aku menyentuh salah satu keris tersebut dari kaca, alat interaktif tersebut memberikan informasi mengenai sejarah dan makna simbolis dari keris yang kusentuh. Ini adalah pengalaman yang luar biasa, karena aku tidak hanya melihat, tetapi juga merasakan hubungan langsung dengan budaya yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu.

(Koleksi Pribadi)
(Koleksi Pribadi)

Semakin jauh aku menjelajahi museum, suara gemuruh yang berasal dari suatu ruangan menarik perhatianku. Ketika aku mendekat, aku menyadari bahwa suara tersebut berasal dari ruang wayang. Di ruangan ini, terdapat koleksi wayang dari berbagai kisah, baik dari tradisi Jawa, Islam, Kristen, hingga kisah hewan. Melihat koleksi wayang yang beragam ini, aku merasa seolah-olah dibawa kembali ke masa lalu, ketika pertunjukan wayang menjadi salah satu bentuk hiburan dan pendidikan bagi masyarakat.

Ruangan ini juga dilengkapi dengan tayangan interaktif yang membuat pengunjung dapat lebih memahami kisah-kisah yang ada di balik setiap wayang. Saat tayangan mulai, aku terpukau melihat bagaimana karakter-karakter wayang beraksi, seolah-olah sedang berkelahi di hadapanku. Pengalaman ini sangat mengesankan, dan aku merasa beruntung bisa menyaksikan seni budaya yang masih sangat hidup hingga kini.

(Koleksi Pribadi)
(Koleksi Pribadi)

Ruangan wayang tersebut menyambung menuju ruangan dimana terdapat koleksi mengenai kitab-kitab yang digunakan di Jawa dan bentuk bangunan limasan jawa yang mengandung makna mendalam. Tak hanya itu, terdapat berbagai jenis ukiran kayu dan koleksi foto mengenai Sekolah Khusus Ukiran yang didirikan oleh Belanda jaman dulu. Sumber daya kayu di Jawa memanglah sangat luar biasa, terlebih dengan dibuktikan adanya koleksi replika kapal yang pernah dipakai oleh suku Jawa untuk melakukan perjalanan perdagangan ke India maupun China. 

Setelah menyusuri mengenai kebudayaan Jawa, tiba saatnya pengunjung akan disajikan koleksi apik dari Pulau Bali sebagai koleksi terakhir Museum Sonobudoyo Sub Unit 1. Berbagai jenis koleksi dari Pulau Bali dipamerkan di ruangan ini yang tentunya menambah pengetahuan untukku.

Memasuki Museum Sonobudoyo Sub Unit 2, pengunjung akan ditawarkan pengalaman membatik tulis langsung dengan membayar senilai 20.000 yang hasilnya dapat dibawa pulang. Apabila tidak ingin melakukannya, pengunjung tetap boleh memasuki areka Sub Unit 2 secara gratis.

(Koleksi Pribadi)
(Koleksi Pribadi)
Pada lantai pertama, akan disajikan berbagai koleksi baik satu set meja makan yang digunakan oleh Belanda lengkap dengan iteraktifnya dan berbagai jenis kendaraan yang digunakan oleh masyarakat Indonesia zaman dulu.

(Koleksi Pribadi)
(Koleksi Pribadi)

Pada lantai berikutnya koleksi-koleksi yang ditampilkan merupakan koleksi dari kebudayaan jawa baik batik, keris, tombak, tarian, topeng, dan sebagainya. Terdapat mini bioskop di lantai 5 yang disebut sebagai 'lorong waktu'. Mini bioskop tersebut memiliki layar yang melengkung layaknya bioskop premium dan memutarkan film animasi yang menceritakan mengenai kedatangan VOC hingga pembangunan Kraton Yogyakarta. Tak hanya itu, di lantai enam terdapat zona Virtual Reality dan game interaktif yang dapat dinikmati seluruh pengunjung dengan gratis.

Setelah menjelajahi berbagai ruangan, aku merasa semakin terhubung dengan sejarah dan budaya Yogyakarta. Melalui Museum Sonobudoyo, aku belajar bahwa setiap benda yang dipamerkan memiliki cerita dan makna yang mendalam. Museum ini bukan hanya sekadar tempat untuk menyimpan artefak, tetapi juga menjadi ruang edukasi yang mengajarkan kita untuk menghargai dan melestarikan budaya kita.

(Koleksi Pribadi)
(Koleksi Pribadi)

Museum Sonobudoyo sangat direkomendasikan bagi kamu yang sedang berkunjung ke Yogyakarta. Museum ini tidak hanya menampilkan koleksi bersejarah yang dimiliki bangsa Indonesia, tetapi juga menampilkan bagaimana manajemen mewariskan budaya dengan mengadopsi teknologi-teknologi digital yang semakin menarik perhatian. Selain itu, tatanan ruangan yang sangat apik membuat museum ini berbeda karena tetap mengikuti perkembangan pasar, terutama selera dari Gen Z yang mementingkan estetika suatu tempat. Tak hanya itu, museum ini merupakan destinasi yang inklusif karena ramah terhadap teman-teman para penyandang disabilitas. Oleh karena itu, sudah saatnya museum di Indonesia mengadopsi konsep-konsep baru agar tidak lekang oleh waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun