Yogyakarta, kota yang sering disebut orang 'istimewa' itu memiliki segudang kisah tak terhitung jumlahnya. Pantas saja orang-orang sering memanggil kota ini dengan sebutan itu karena tak hanya budaya yang kental, tetapi juga memiliki berbagai tempat sebagai sarana edukasi bagi warga sekitar maupun wisatawan. Aku, seorang remaja yang saat ini suka menjelajahi sudut Kota Yogyakarta dan saat ini tertarik untuk menjelajahi sepanjang jalur Sumbu Filosofi yang digadang-gadang menjadi Warisan Budaya Dunia mulai mencari bagaimana nilai sejarah dan budaya yang terkandung.
Sumbu Filosofi yang terletak membentang garis lurus dari Panggung Krapyak hingga Tugu Golong Gilig menyimpan sebongkah misteri dan harta karun yang tidak pernah diduga. Setiap sudut yang kamu jelajahi menyimpan cerita tentang perjuangan, adat, dan tradisi yang mengakar kuat. Misalnya, Kraton Yogyakarta, yang merupakan pusat kebudayaan dan pemerintahan, menawarkan wawasan mendalam tentang sejarah kesultanan dan tradisi yang masih dilestarikan hingga kini.Â
Museum Sonobudoyo, itulah bangunan yang akan kamu jumpai ketika berjalan menyusuri Sumbu Filosofi dan menuju Kraton Yogyakarta apabila berjalan dari arah Malioboro maupun Parkiran Senopati. Museum ini sekilas terlihat kecil dari jalan raya. Namun, semua hanya ilusi optik semata karena museum ini terbilang cukup luas. Luas yang dimaksud tidak hanya berdasarkan bangunannya saja, tetapi luas keilmuan didalamnya. Dengan keilmuan yang luas tersebut, alangkah terkejutnya aku ketika membayar satu lembar tiket untuk orang dewasa yang hanya Rp10.000 sedangkan anak-anak cukup membayar Rp5000. Bahkan, turis mancanegara bisa memasuki Sonobudoyo dengan harga Rp20.000. Tentu saja harga tersebut terbilang sangat murah dikala museum lain di Yogyakarta mematok harga yang lebih mahal. Harga tersebut murah karena memang museum ini didukung penuh dengan Dana Keistimewaan Yogyakarta. Adanya DanaIs di Yogyakarta memang sangat membantu perekonomian dan pelestarian budaya bagi masyarakat disini.
Setibanya di dalam museum, pengunjung akan disambut dengan tawaran untuk menggunakan jasa tour guide yang disediakan secara gratis. Ini adalah kesempatan emas, karena pemandu yang berpengalaman dapat memberikan informasi dan konteks yang lebih dalam mengenai setiap koleksi. Aku memilih untuk menggunakan jasa pemandu, merasa bahwa aku akan lebih mendapatkan pengalaman yang lengkap dengan penjelasan yang diberikan. Pertama kali, pengunjung akan menemukan sebuah tatanan kamar yang disebut sebagai "Senthong Dewi Sri". Petani jawa percaya bahwa mereka harus menyediakan tempat tersebut di rumahnya sebagai tempat istirahat Dewi Sri agar panen mereka berhasil.
Selanjutnya, kami memasuki ruangan dimana terdapat koleksi dari jama prasejarah. Terdapat Menhir asli yang ditemukan di Playen, Gunung Kidul. Tak hanya itu, terdapat berbagai alat-alat asli yang digunakan sebagai alat untuk berburu dan meramu di jaman prasejarah. Tentu saja hal ini sangat menarik karena hampir semua koleksi prasejarah ditemukan di Yogyakarta dan sekitarnya.
Memasuki ruangan berikutnya, aku disambut oleh atmosfer yang sarat akan sejarah. Ruangan ini dipenuhi dengan koleksi benda-benda dari masa kerajaan yang mengungkapkan kekayaan dan kompleksitas peradaban Indonesia. Di sudut-sudut ruangan, terdapat deretan koin yang digunakan sebagai alat tukar pembayaran, mulai dari zaman Majapahit yang terkenal hingga koin Cina dari dinasti Tang. Setiap koin ini bukan hanya sekadar logam, tetapi juga mencerminkan hubungan perdagangan yang erat antara berbagai kerajaan di Nusantara dan negara-negara tetangga.Â
Di sisi lain ruangan, aku menemukan koleksi keris yang terintegrasi dengan alat interaktif. Keris, senjata tradisional yang menjadi simbol status dan keberanian, memiliki sejarah yang dalam dan kaya makna. Setiap keris memiliki bentuk dan ukiran yang unik, menunjukkan keahlian tangan para pengrajin. Ketika aku menyentuh salah satu keris tersebut dari kaca, alat interaktif tersebut memberikan informasi mengenai sejarah dan makna simbolis dari keris yang kusentuh. Ini adalah pengalaman yang luar biasa, karena aku tidak hanya melihat, tetapi juga merasakan hubungan langsung dengan budaya yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu.