Mohon tunggu...
Nabil Azka
Nabil Azka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tourism Student

I am a tourism undergraduate program student at Gadjah Mada University Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Seterang Bulan di Alun-alun Kidul Yogyakarta

11 September 2024   17:08 Diperbarui: 11 September 2024   17:11 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedagang Terang Bulan Jadoel || Dokumentasi Pribadi

Hari itu, hati ku rasanya seperti lautan yang bergelora. Pikiran-pikiran tak perlu terus-menerus mengusik ketenanganku, seolah-olah aku terjebak dalam pusaran yang tak kunjung berhenti. Aku terus merenung, berharap ada sesuatu yang dapat mengembalikan rasa damai yang hilang. 

Namun, saat semua terasa seolah tidak ada jalan keluar, sebuah suara notifikasi dari ponselku tiba-tiba memecah kesunyian. Awalnya aku berniat untuk mengabaikannya, tetapi entah mengapa, dorongan tak tertahan membawaku untuk segera memeriksa layar ponselku. Notifikasi dari WhatsApp telah kubaca. Belum sempat aku menentukan langkah berikutnya, terdengar ketukan di pintu kamar kosku. Aku membuka pintu dan di sana berdiri seorang pria dengan baju flanel dan tas di punggungnya yang khas seperti anak mahasiswa di kluster medika, Irvan namanya. 

Dengan sikap tenang dan percaya diri, Irvan memasuki kamarku dan duduk di kursi yang ada di sudut ruangan. Irvan mendengarkan dengan seksama semua keluh kesahku, kemudian dia mulai memberikan solusi yang sangat kubutuhkan. Irvan menawarkan saran yang tak pernah ku duga sebelumnya: "Bagaimana kalau kamu pergi ke Alun-Alun Kidul? Mungkin udara segar dan suasana di sana bisa membantu kamu menemukan ketenangan". 

Saran Irvan terasa sederhana, namun seketika aku merasakan adanya kelegaan. Alun-Alun Kidul, sebuah tempat yang selama ini mungkin hanya kuanggap sebelah mata, tiba-tiba terasa seperti pelabuhan aman yang ku cari. Tanpa pikir panjang, aku memutuskan untuk mengikuti sarannya. Kadang, solusi terbaik datang dari hal-hal yang tak terduga, dan mungkin, dalam perjalanan ke Alun-Alun Kidul, aku akan menemukan kedamaian yang selama ini kucari.

Alun-Alun Kidul atau biasa disebut Alkid merupakan salah satu destinasi wisata di Kota Yogyakarta yang digemari oleh wisatawan maupun warga lokal. Alkid merupakan sebuah tanah lapang luas di sisi selatan Kraton Yogyakarta seperti halnya alun-alun di wilayah lain. Terdapat dua pohon beringin kembar yang menjadi pembeda. 

Tak hanya itu, mitos yang berkembang di masyarakat tentang siapa saja yang dapat melewati tengah-tengah antara kedua pohon tersebut dengan kondisi mata tertutup maka semua doanya akan terkabul. Mitos tersebut merupakan hal yang menarik. Sayangnya aku sampai saat ini belum pernah melakukan hal itu. 

Setelah memutuskan untuk pergi ke Alkid di malam hari, Aku dan Irvan lalu bersiap-siap karena kita akan pergi bersama. Aku pergi tepat pukul 18.30, setelah melaksanakan ibadah sholat Maghrib. Suasana jalan dari Pogung menuju Alkid dapat terbilang cukup senggang. "Wah tumben sekali jam segini tidak macet?" tanyaku ke Irvan. "Karena weekdays mungkin, jadi pendatang belum ramai berwisata ke Jogja" jawab Irvan. 

Jawaban Irvan cukup masuk akal untukku, tetapi masih saja terasa aneh karena setiap lewat jalan tersebut aku selalu terjebak macet. Meter demi meter telah kita lewati menggunakan sepeda motor berwarna putih yang sering disebut "Siska" oleh Irvan, akhirnya sampai juga di Alun-Alun Kidul. Sebenarnya aku malas datang ke tempat ini, selain karena sudah terlalu bosan, aku juga malas melihat tumpukan sampah yang tidak tertata dengan baik di setiap sisi Alkid ini. 

"Kita mau mendatangi siapa, Ka?" Tanya Irvan. "Sebentar, sepertinya kita perlu mengelilingi dulu deh" jawabku. Aku dan Irvan lalu berjalan sembari mencari siapa orang yang tepat untuk aku ajak ngobrol. Mataku mulai bergerak sembari mengintai apakah ada sesuatu yang harus aku beli juga? Setelah sejauh 200 langkah menurut catatan langkah smartwatch-ku, aku mulai memandang seorang pria tua yang duduk disamping sepeda kayuhnya. Sepeda tua dengan kotak kayu berwarna biru bertuliskan "Terang Bulan Jadoel" itu telah mencuri perhatianku. 

Pedagang Terang Bulan Jadoel || Dokumentasi Pribadi
Pedagang Terang Bulan Jadoel || Dokumentasi Pribadi

Aku mendekati pria tua itu dan membeli satu terang bulan seharga enam ribu rupiah. Terang bulan adalah makanan tradisional yang terbuat dari adonan tepung dengan topping meses, susu kental manis, dan gula halus. Dengan cekatan, pria itu segera membuatkan pesananku. Aku berpikir, dengan harga segitu, apakah dia mendapat keuntungan yang cukup? Semoga saja begitu.

"Sudah berapa lama berjualan, mbah?" tanyaku.

"Dua puluh satu," jawabnya.

Aku tersenyum senang mendengar jawabannya. "Oh, sudah dua puluh satu tahun, ya? Lama juga."

"Bukan, mas. Saya sudah berjualan ini selama dua puluh satu bulan," jelasnya.

Aku tertawa kecil mendengar jawabannya. "Oh, jadi baru dua puluh satu bulan, ya? Masih relatif baru juga."

Aku melanjutkan obrolan dengan pria itu. Meskipun dia baru berjualan Terang Bulan di Alkid selama 21 bulan, dia sudah tinggal di Yogyakarta selama 10 tahun. Dia menjelaskan bahwa masalah sampah di Alkid beberapa waktu lalu sudah teratasi dengan diterapkannya iuran harian sebesar lima ribu rupiah. Aku lalu bertanya tentang sewa tempat bagi pedagang di Alkid. Pria itu menjelaskan bahwa pedagang di lapangan rumput sebagian besar adalah anggota paguyuban dari warga setempat, sedangkan pedagang yang berada di trotoar adalah pendatang yang membayar sewa tempat kepada tukang-tukang parkir di sana. Aku tidak menanyakan berapa jumlah sewanya, tetapi informasi itu cukup mengejutkanku karena selama ini aku mengira mereka menyewa tempat dari Pemerintah Kota atau Kraton.Dia juga bercerita bahwa meskipun selama ini dia selalu ramai pembeli, satu-satunya ancaman adalah jika tiba-tiba turun hujan. Biasanya, jika hujan sudah mulai turun di sore hari, dia memilih untuk tidak berjualan. Namun, cuaca sering kali tidak bisa diprediksi, dan hujan bisa datang tiba-tiba di malam hari.

Terang Bulan Jadoel || Dokumentasi Pribadi
Terang Bulan Jadoel || Dokumentasi Pribadi

Akhirnya setelah bercerita cukup panjang, pesananku selesai dibuatkan olehnya. "Wow, sudah lama sekali aku tidak makan ini" gumamku dalam hati. Aku lalu berpamitan sembari menyerahkan uang untuk membayar pesanan tersebut. Sayangnya aku lupa menanyakan siapa nama kakek itu. Walaupun sempat ragu untuk mengunjungi Alkid, tetapi aku bertemu dengan kakek itu ternyata memberikan insight baru bagiku, sesuatu yang tidak aku ketahui sebelumnya tentang Alkid.

Setelah itu, aku kembali berkeliling menyusuri Alkid bersama Irvan. Aku memutuskan membeli beberapa makanan ringan untuk teman kami bertukar pikiran. Aku mulai menceritakan segala keluh kesahku dan bertukar pikiran menemukan jawaban atas segala keluhku tersebut. Waktu mulai menunjukan pukul sembilan malam dan memutuskan untuk pulang. Aku dan Irvan lalu berjalan menuju parkiran menjemput Siska, motor putih kesayangan Irvan. Perjalanan pulang seperti biasa, tidak ada yang menarik untuk aku ceritakan.

Di akhir perjalanan kami ke Alun-Alun Kidul, aku merasa sesuatu yang berbeda dalam diriku. Momen sederhana, seperti menikmati Terang Bulan dari pedagang tua yang ramah, ternyata mampu mengubah pandanganku tentang sebuah tempat yang selama ini tampak biasa saja. Pertemuan dengan Irvan dan kebaikan kakek penjual Terang Bulan menyadarkanku bahwa kadang, ketenangan dan inspirasi datang dari hal-hal yang tak terduga. Meskipun Alkid mungkin tidak sepenuhnya bebas dari kekurangan, aku menemukan nilai lebih dalam pengalaman sederhana tersebut.

Kesederhanaan kadang-kadang memiliki kekuatan yang luar biasa untuk membawa kedamaian dan perspektif baru. Aku menyadari bahwa dalam setiap perjalanan, baik besar maupun kecil, selalu ada pelajaran yang bisa diambil. Aku pulang dengan perasaan lebih ringan, siap untuk menyelesaikan tugas dan menghadapi tantangan yang akan datang. Kadang, jawaban yang kita cari ada pada langkah-langkah kecil yang kita ambil, dan terkadang, jawaban tersebut datang dari orang-orang yang kita temui di sepanjang jalan..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun