Hari itu, hati ku rasanya seperti lautan yang bergelora. Pikiran-pikiran tak perlu terus-menerus mengusik ketenanganku, seolah-olah aku terjebak dalam pusaran yang tak kunjung berhenti. Aku terus merenung, berharap ada sesuatu yang dapat mengembalikan rasa damai yang hilang.Â
Namun, saat semua terasa seolah tidak ada jalan keluar, sebuah suara notifikasi dari ponselku tiba-tiba memecah kesunyian. Awalnya aku berniat untuk mengabaikannya, tetapi entah mengapa, dorongan tak tertahan membawaku untuk segera memeriksa layar ponselku. Notifikasi dari WhatsApp telah kubaca. Belum sempat aku menentukan langkah berikutnya, terdengar ketukan di pintu kamar kosku. Aku membuka pintu dan di sana berdiri seorang pria dengan baju flanel dan tas di punggungnya yang khas seperti anak mahasiswa di kluster medika, Irvan namanya.Â
Dengan sikap tenang dan percaya diri, Irvan memasuki kamarku dan duduk di kursi yang ada di sudut ruangan. Irvan mendengarkan dengan seksama semua keluh kesahku, kemudian dia mulai memberikan solusi yang sangat kubutuhkan. Irvan menawarkan saran yang tak pernah ku duga sebelumnya: "Bagaimana kalau kamu pergi ke Alun-Alun Kidul? Mungkin udara segar dan suasana di sana bisa membantu kamu menemukan ketenangan".Â
Saran Irvan terasa sederhana, namun seketika aku merasakan adanya kelegaan. Alun-Alun Kidul, sebuah tempat yang selama ini mungkin hanya kuanggap sebelah mata, tiba-tiba terasa seperti pelabuhan aman yang ku cari. Tanpa pikir panjang, aku memutuskan untuk mengikuti sarannya. Kadang, solusi terbaik datang dari hal-hal yang tak terduga, dan mungkin, dalam perjalanan ke Alun-Alun Kidul, aku akan menemukan kedamaian yang selama ini kucari.
Alun-Alun Kidul atau biasa disebut Alkid merupakan salah satu destinasi wisata di Kota Yogyakarta yang digemari oleh wisatawan maupun warga lokal. Alkid merupakan sebuah tanah lapang luas di sisi selatan Kraton Yogyakarta seperti halnya alun-alun di wilayah lain. Terdapat dua pohon beringin kembar yang menjadi pembeda.Â
Tak hanya itu, mitos yang berkembang di masyarakat tentang siapa saja yang dapat melewati tengah-tengah antara kedua pohon tersebut dengan kondisi mata tertutup maka semua doanya akan terkabul. Mitos tersebut merupakan hal yang menarik. Sayangnya aku sampai saat ini belum pernah melakukan hal itu.Â
Setelah memutuskan untuk pergi ke Alkid di malam hari, Aku dan Irvan lalu bersiap-siap karena kita akan pergi bersama. Aku pergi tepat pukul 18.30, setelah melaksanakan ibadah sholat Maghrib. Suasana jalan dari Pogung menuju Alkid dapat terbilang cukup senggang. "Wah tumben sekali jam segini tidak macet?" tanyaku ke Irvan. "Karena weekdays mungkin, jadi pendatang belum ramai berwisata ke Jogja" jawab Irvan.Â
Jawaban Irvan cukup masuk akal untukku, tetapi masih saja terasa aneh karena setiap lewat jalan tersebut aku selalu terjebak macet. Meter demi meter telah kita lewati menggunakan sepeda motor berwarna putih yang sering disebut "Siska" oleh Irvan, akhirnya sampai juga di Alun-Alun Kidul. Sebenarnya aku malas datang ke tempat ini, selain karena sudah terlalu bosan, aku juga malas melihat tumpukan sampah yang tidak tertata dengan baik di setiap sisi Alkid ini.Â
"Kita mau mendatangi siapa, Ka?" Tanya Irvan. "Sebentar, sepertinya kita perlu mengelilingi dulu deh" jawabku. Aku dan Irvan lalu berjalan sembari mencari siapa orang yang tepat untuk aku ajak ngobrol. Mataku mulai bergerak sembari mengintai apakah ada sesuatu yang harus aku beli juga? Setelah sejauh 200 langkah menurut catatan langkah smartwatch-ku, aku mulai memandang seorang pria tua yang duduk disamping sepeda kayuhnya. Sepeda tua dengan kotak kayu berwarna biru bertuliskan "Terang Bulan Jadoel" itu telah mencuri perhatianku.Â