Mohon tunggu...
Azka NaaziraWardhana
Azka NaaziraWardhana Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar Sekolah

Hobi: menulis dan menggambar

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

The Library of Roses (4)

19 Oktober 2023   20:44 Diperbarui: 19 Oktober 2023   20:48 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Wakil keluarga Mawar Merah akan meninggal dalam kurun waktu dekat."

BRUKK

"Astaga, yang mulia!" 

Circe segera berlari ke arah Lysander yang terjatuh dalam keadaan penuh keringat dan tangannya mengalir dengan darah. 

"Saya tahu anda sedang panik, tapi bolehkah saya mengambil beberapa tetes darah segar ini?"Meski Circe mencoba menyembunyikan niatnya di balik raut muka cemas, matanya yang berbinar tidak bisa diartikan lain.

"Circe!" Lysander berdecak. Bagaimana mungkin perempuan yang ia anggap gila itu mengincara darahnya di masa-masa seperti ini. "Ah, baiklah, ambil aja semaumu."

"Terima kasih tuan. Sebagai gantinya izinkan saya untuk menawarkan obat manjur yang pernah ibu saya buat untuk mengatasi panic attack dan mengatasi pendarahan di tangan anda." 

"Oh, iyakah?" 

Lysander mencoba untuk bersandar di salah satu rak buku. Badannya lemas, tidak bisa digerakkan. Bahkan matanya hanya bisa dibuka setengah. Kaget karena informasi terkutuk yang barusan ia baca dan darah segar yang mengalir dari tangannya seperti air terjun. Terlalu banyak untuk diproses dalam satu waktu. Ia bahkan tidak melihat seringai Circe yang terpasang permanen. 

Penasaran dengan obat yang ditawarkan oleh Circe, pangeran membuka matanya perlahan-lahan sembari menyeka keringat dingin yang terus mengalir. Dan disaat tarian cahaya penerangan perpustakaan sudah mulai berhenti, Lysander dikagetkan oleh hal yang baru lagi. 

Circe menciumnya.

Kaget, panik dan tidak tahu harus berbuat apa, Lysander hanya terdiam, terpaku dan membeku di tempat. Tetapi anehnya, keringat dingin yang bercucuran mulai berkurang. Detak jantungnya yang menggebu-gebu mulai rileks dan berdetak perlahan. Darah yang membasahi tangannya pun juga mengering. Circe tersenyum dan berdiri. 

"Bagaimana? Obat ibuku manjur kan?" Lysander terpaku, bingung  dengan apa yang dimaksud Circe. Lalu dia menyadari sesuatu. Terdapat sebuah pil di antara bibirnya.

"Jika dosisnya kurang, saya bisa menambahkannya." Circe tersenyum lebar, matanya berbinar-binar.

Lysander menelan pilnya dengan tergesa-gesa. "T-tidak! Tidak perlu!" 

Lysander bergegas keluar dari perpustakaan tersebut. Meski keringatnya masih bercucuran dan masih terdapat beberapa tetesan darah di tangannya, itu lebih baik dari mencium perempuan "gila" itu. 

"Ahh, sayang sekali," bisik Lysander. "Aku terlalu malu untuk menuruti permintaanya."

***

"LYSANDER!!" Teriak Circe memanggil nama sang Pangeran. Diikuti suara pintu kayu yang dipukul-pukul dan di hantam berkali-kali menggema untuk semua makhluk hutan untuk mendengar. 

Disaat dini hari, Lysander sudah mempersiapkan dirinya untuk pergi. Bukan, bukan pergi untuk kembali ke negerinya. Namun pergi untuk menemui Medusa. Malam yang ia habiskan untuk mencari tahu tentang Doomsday akhirnya membuahkan hasil. Ada seorang penyihir ternama bernama Medusa yang dirumorkan bercita-cita untuk menguasai kekaisaran dengan kabut tebalnya. Dulu cerita tersebut adalah cerita fantasi yang diturunkan oleh ibu ke anak. Sekarang, cerita simpel itu adalah kunci untuk kebebasan negeri Lysander.

Lalu kenapa Circe berteriak memanggil nama Lysander sambil memukul pintu kamarnya?

Lysander takut akan terjadinya takdir yang dituliskan oleh buku takdir yang ia baca kemarin. Memori tentang ia membaca buku terkutuk itu saja sudah cukup untuk membuat dia merinding. Dia tidak ingin mengambil resiko membawa Circe ke tempat yang berbahaya dan malah mempercepat takdir tersebut. Dan tindakannya benar, tempat tinggal Medusa adalah di atas gunung di dalam seluk-beluk hutan yang lebat. Belum lagi kabut hitam yang akan mengikuti Lysander dalam perjalanannya ke atas. Sungguh tempat tinggal penuh dengan bahaya.

"Maafkan aku Circe. Tapi aku harus melakukan ini sendirian."

-To Be Continued-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun