Seorang ibu berlari ke arah rumahnya. Tidak menghiraukan seraknya suara orang sekitar memanggil dan meminta agar sang ibu tidak berlari terlalu kencang. Sudah terlalu lama anaknya pergi bermain bola dengan teman-temannya. Sudah terlalu larut, terlalu bahaya. Tidak cukup waktu jika jalan dengan santai. Tidak cukup waktu sebelum itu datang dan membahayakan anaknya.
Namun sayang, sang ibu telat. El Coco telah membunuh korban ke-1o nya.Â
Belum lama ini beredar tentang legenda El Coco yang menculik dan meminum darah anak kecil yang berkeliaran di malam hari. Orang-orang desa tidak memperdulikannya. Ada banyak orang yang terjaga di malam hari, mereka bisa membantu mengawasi anak mereka. Betapa syok mereka ketika El Coco benar-benar datang dan membunuh korban pertamanya. 'Gracias'Â tertulis di sebelah jasad sang korban dengan darah anak itu sendiri. Masih beruntung El Coco mempunyai sopan santun dan menulis terima kasih. Meski tangisan pilu terdengar setiap malam tanpa henti sebagai ganti.
Iigo Avitia melihat kejadian itu dengan ekspresi biasa-biasa saja. Seperti dia tidak peduli desanya kehilangan penduduk setiap malam. Seperti semua yang terjadi adalah hal sepele.
"Iigo, kamu tidak takut?" Tanya ibunya yang menggandeng tangan Iigo dengan erat.Â
Kenapa juga aku perlu takut. Bocah itu pasti meninggal karena ketabrak mobil. Lihat saja dia, meninggal di tengah jalan." Jawab Iigo dengan simpel.
"Bukankah anak itu tetangga kita? Kenapa kamu tidak khawatir sedikit pun?"
"Buat apa aku khawatir, bu? Lagipula semua manusia juga akan mati pada akhirnya. Ibu tidak perlu khawatir aku ditangkap oleh "El Coco". Â Aku kan sudah besar." 15 tahun Iigo mulai menegakkan postur tubuhnya agar terlihat lebih tinggi dan dewasa.
Sang ibu menghela nafas. Mungkin anaknya seperti ini karena dibesarkan tanpa ayah. Sebagai anak laki-laki semata wayang sang ibu, sudah pasti semua tanggung jawab seorang ayah diserahkan padanya. Dewasa awal dan menyelesaikan masalah dengan kepala dingin sudah ia kuasai sejak SD. Mana mungkin dia takut cerita anak-anak seperti "El Coco".Â
Namun yang ditakutkan ibunya adalah penyakit turun temurun yang diderita ayahnya. Penyakit tersebut adalah alasan wafatnya sang ayah. Tentu saja sang ibu khawatir anaknya akan menjalani nasib yang sama. Apalagi dengan datangnya El Coco di desa mereka, masalah sang ibu bertambah lagi. cukup sudah khawatirnya dengan penyakit sang anak. Tidak perlu ditambah dengan kemungkinan El Coco tertarik untuk menghisap darah Iigo.
"Ibu tau kau sudah dewasa, Iigo. Dan ada kemungkinan El Coco tidak tertarik remaja dewasa sepertimu. Tapi penyakitmu itu tidak ada obatnya. Ibu tidak mau kamu mati muda. Ibu ingin kamu mengejar cita-citamu sampai ke langit. Vuela alto, Iigo" Sang ibu menepuk punggung Iigo.