Mohon tunggu...
Azka Reyza Afriza
Azka Reyza Afriza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar yang sedang mencari jati diri

..."Mata air yang dangkal tetap saja bermanfaat jika jernih dan tulus. Tetap segar airnya"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Teknologi Bioflok (BFT) dalam Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

8 April 2021   08:17 Diperbarui: 8 April 2021   11:56 1500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sistem Teknologi Bioflok-dokpri

Ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan nama internasional nile tilapia berasal dari sungai Nil di Afrika, merupakan salah satu jenis ikan budidaya yang cukup dikenal baik secara nasional maupun internasional. Ikan ini menjadi sangat populer setelah pertama kali diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1969 dari Taiwan dan disebarkan ke setiap provinsi pada tahun 1971. Ikan ini terkenal karena mudah berkembang biak, pertumbuhannya cepat, anaknya banyak, ukuran badan relatif besar, tahan penyakit, sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan, relatif murah harganya dan enak dagingnya di samping sifatnya pemakan plankton yang cenderung omnivora artinya tidak memerlukan pakan yang khusus.

Akuakultur didefinisikan sebagai budidaya organisme air seperti krustasea, ikan, moluska dan tanaman air dibawah lingkungan yang telah dijelaskan dan dikendalikan sebelumnya (FAO,2014) yang bertujuan untuk menghasilkan produk perikanan yang secara efisien dengan biaya seefektif mungkin. Secara umum, sistem budidaya ikan atau udang dapat dibagi menjadi tiga yaitu ekstensif/ tradisional, semi intensif serta sistem intensif. Perbedaan dari sistem tersebut adalah pada pemanfaatan lahan, padat tebar, penggunaan pakan serta teknologi.

Sistem intensif merupakan pilihan yang memungkinkan dalam meningkatkan produksi budidaya dengan keterbatasan lahan dan sumber air yang terjadi saat ini. Sistem budidaya intensif ini biasanya menggunakan peningkatan kepadatan ikan dan pakan tambahan dari luar. Hal tersebut dapat menimbulkan problem yang berupa penurunan kualitas lingkungan yang disebabkan limbah organik dari sisa pakan dan kotoran, limbah tersebut umumnya didominasi oleh senyawa N yang beracun. Oleh karena itu dibutuhkan suatu solusi untuk mengatasi masalah dalam keterbatasan lahan, air dan pakan.

Teknologi bioflok menjadi salah satu alternatif pemecah masalah limbah budidaya intensif, teknologi ini yang paling menguntungkan karena dapat menyediakan pakan tambahan yang berprotein untuk ikan yang dibudidaya yang mana dapat menigkatkan pertumbuhan dan efisensi pakan. Selain itu, sistem ini juga dapat menurunkan limbah N anorganik dari sisa pakan dan kotoran dari komoditas ikan yang dibudidaya. 

Bioflok sendiri merupakan kumpulan dari organisme bakteri heterogen, ganggang,jamur, protozoa, metazoa, rotifer, copepod, nematoda,koloid, polimer organik, bahan organik partikulasi seperti pakan yang tidak dimakan, feaces dan detritus yang tergabung dalam 'floc' atau gumpalan. Biasanya flocs terdiri dari 2-20% hidup sel mikroba, 60-70% bahan organik, dan total 30-40 masalah anorganik. Bioflok khas mengandung 4 komponen: koloni bakteri, bakteri filamen, bahan yang diserap dan  Ganggang.


Teknologi budidaya ikan sistem bioflok adalah salah satu teknik budidaya melalui rekayasa lingkungan yang menitikberatkan pasokan oksigen dan pemanfaat mikroorganisme yang secara langsung dapat meningkatkan nilai kecernaan pakan. Prinsip dasar bioflok adalah mengubah senyawa organik dan anorganik yang terdiri dari kabon, oksigen, hidrogen, dan nitrogen menjadi massa sludge berbentuk bioflok.

Manfaat Teknologi Bioflok

Penerapan sistem bioflok melalui rekayasa lingkungan dengan mengandalkan suplai oksigen dan pemanfaatan mikroorganisme yang memungkinkan dapat meningkatkan tingkat produksi sampai tiga kali lipat dibandingkan dengan sebelumnya. Jika di bandingkan dengan budidaya konvensional yang menerapkan metode padat tebar 100 ekor/m3, dimana memerlukan waktu 80 hingga 110 hari untuk panen. Maka untuk sistem bioflok dengan padat tebar 500-1000 ekor/m3 hanya memerlukan waktu panen 75 hingga 90 hari saja. Disamping itu, inovasi teknologi budidaya ikan ini juga membuat penggunaan pakan lebih efisien. Misalnya pada metode budidaya konvensional nilai Feed Convertion Ratio (FCR) rata-rata sekitar 1,5 maka dengan teknologi bioflok Feed Convertion Ratio (FCR) dapat mencapai 0,8 hingga 1,0. Pada teknologi bioflok sendiri tidak memerlukan adanya penggantian air seperti pada sistem budidaya konvensional, selain itu juga Survival Rate (SR) dari sistem teknologi bioflok ini dapat mencapai >90%.

Bioflok Ikan Nila

Ikan nila merupakan salah satu komoditas yang dapat dibudidaya melalui sistem teknologi bioflok. Dipilihnya ikan nila karena jenis ikan ini merupakan kelompok herbivora, sehingga pembesarannya relatif cepat. Selain itu, ikan nila juga mampu mencerna flok yang tersusun dari berbagai mikroorganisme, yakni bakteri, alga, zooplankton, fitoplankton dan bahan organik lainnya.

Budidaya iklan nila sistem bioflok mempunyai beberapa keunggulan, yaitu:

  • Peningkatan kelangsungan hidup ikan hingga 90% tanpa penggantian air
  • Air bekas budidaya tidak berbau
  • Air bekas budidaya dapat digunakan sebagai pupuk
  • Waktu pemeliharan singkat atau sekitar 3 bulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun