Cenil merupakan salah satu makanan khas yang telah diperkenalkan di penjuru Jawa. Cenil ini memiliki rasa yang manis, dan memiliki varian warna bahkan bentuknya pun bervariasi ada yang bulat, kotak ataupun lonjong.
Menurut Ace, orang yang saya wawancarai di Yogyakarta pada hari Kamis 2 November 2018, "ciri khas dari cenil yaitu memiliki tekstur yang kenyal dan agak lengket. Ditambah taburan gula pasir dan kelapa parut. Sehingga memiliki cita rasa yang unik. Bahan utama dari makanan canil ini adalah tepung kanji/Aci. Nama cenil ini merupakan kepanjangan dari Aci dienil-enil. Cenil ini banyak disajikan atau dikonsumsi dari sore sampai malam hari". Begitulah penjelasan dari Bapa Ace yang merupakan salah satu pedagang Cenil di Malioboro Yogyakarta.
Cenil, dari namanya saja sudah dapat diartikan kecil, dan memang begitulah adanya, cenil berukuran kecil. Warna cenil dapat dibuat sesuai dengan selera pembuat, tetapi kebanyakan yang dijual berwarna merah muda, hijau, dan putih (Oktavianawati, 2017).
Cenil dijual dengan harga sebesar Rp250,-/biji karena memang dia menjualnya dengan harga sebesar itu. Biasanya pedagang cenil menjualnya pada sore hari hingga malam hari. Terutama lebih banyak pada malam hari, karena sangat cocok untuk menemani suasana malam kota Yogyakarta. Â Cenil ini dibuat tidak dengan pabrik khusus.
Namun, hanya industri rumahan saja yang membuat makanan tersebut. Makanan ini bisa mudah kita temukan di kawasan jalan Malioboro khususnya. Cenil ini biasa dijual di Pasar, pedagang kaki lima dengan menggunakan gerobak dan atau yang memanfaatkan emperan yang beralaskan terepal. Cenil disajikan sesuai jumlah yang dipesan dan dibungkus dengan kantong plastik dan dinikmati sambil jalan-jalan di wilayah Malioboro.
Sehingga makanan ini sangat cocok untuk menemani jalan-jalan malam di wilayah tersebut. Jalan Malioboro merupakan jalan pusat perbelanjaan utama dan pada sisi jalan terdapat fasilitas untuk pejalan kaki.
Selain itu pula tersedia banyak pertokoan, pedagang di sisi jalan yang menjual berbagai macam barang, pentas kesenian atau festival, bangunan cagar budaya, dan sarat  dengan budaya Jawa (Pariwisata, 2017).
Jaman dahulu cenil merupakan makanan alternatif bagi masyarakat Pacitan sebagai pengganti nasi jika mereka sedang kekurangan beras.
Karena, pada saat itu pernah terjadi kelangkaan bahan baku seperti beras sehingga masyarakat Pacitan berfikir untuk mengolah sagu menjadi sebuah makanan, saat itu masyarakat berhasil membuat sebuah makanan yang disebut dengan Cenil yang artinya menurut masyarakat adalah "centil" karena makanan itu berwarna-warni sehingga menggoda para peminat makanan ini (Maulana, 2016).
Kemudian, bagilah adonan ini menjadi tiga bagian. Satu bagian biarkan berwarna putih, dua bagian lainnya beri pewarna merah dan hijau. Kemudian, pilin-pilin adonan sesuai warnanya.
Selanjutnya siapkan air dalam panci dan didihkan. Masukkan pilinan adonan dalam air mendidih. Setelah mengapung, angkat. Potong sesuai selera, lalu gulingkan pada kelapa parut yang sudah dikukus. Taburkan gula pasir di atasnya. Kue cenil siap kamu nikmati.
Sumber:
Maulana, I. (2016). Makanan Khas Banyumas "Cenil".
Oktavianawati, P. (2017). Jajanan Tradisional Asli Indonesia. Jakarta Timur: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa .
Pariwisata, D. (2017). Destinasi Wisata DIY. Yogyakarta: Dinas Pariwisata Jogjakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H