BTS- T ( Book To Speech-Therapy) : Penerapan Artificiall Intelligent Technology, Untuk membantu meningkatkan kemampuan membaca anak-anak penderita Dyslexia.
Oleh : Aziz Nugraha, Mahasiswa D3 Keperawatan, Fakultas Vokasi, Universitas Airlangga
Saat ini proses pendidikan terdiri dari siklus kegiatan yang berkesinambungan, dimana tidak hanya inovasi pembelajaran yang baru, dan beragamnya pengembangan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap, tetapi juga keterampilan dari bidang teknologi sangat diperlukan untuk menunjang kehidupan di era modern saat ini (Ruben Jeronime Yedra, 2022). Pendidikan yang erat kaitannya dengan pembentukan kualitas moral dan SDM, menjadi simbol penting dalam dunia pendidikan.Â
Hal ini menjadikan pendidikan sebagai strata yang penting bagi masyarakat dalam menjalin kehidupan sosialnya. Kesetaraan di dalam dan di luar kelas merupakan tantangan yang telah lama dipertimbangkan oleh sistem pendidikan. Dimasukkannya usulan penyandang disabilitas atau yang tidak terkait dengan disabilitas ke dalam pendidikan reguler telah memicu serangkaian perubahan pengajaran di mana perlu untuk mengetahui secara pasti apa kekurangan yang dimiliki siswa agar dapat menyesuaikannya dengan sistem pendidikan saat ini (Yenchong, 2020).
Inklusi pendidikan adalah faktor yang paling penting untuk dipertimbangkan oleh semua pemangku kepentingan. Oleh karena itu, selalu ada kebutuhan untuk menganalisis bagaimana hal ini dapat dilakukan dengan cara tidak mengecualikan apa pun dalam konteks yang berbeda. Lebih dari itu, sekolah perlu menjadi ruang untuk mengembangkan hubungan interpersonal, di mana rasa hormat dan penerimaan orang lain dipromosikan, dan yang menawarkan situasi yang menguntungkan tidak hanya yang disertakan, tetapi mereka juga menjadi bagian dari sebuah inklusi (Carrion Macas, 2019).
 Banyak orang memiliki kebutuhan pendidikan khusus seperti disleksia, yang menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-V) adalah istilah alternatif yang digunakan untuk merujuk pada pola kesulitan belajar yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengidentifikasi kata dengan benar atau menjadi fasih , kesalahan ejaan dan kemampuan mengeja yang buruk (Psiquiatria, 2021). Teknologi telah membawa banyak perubahan besar dalam bidang produksi, dengan implikasi ekonomi, budaya, psikososial dan pendidikan.
Dalam hal ini TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) dapat berfungsi sebagai sumber perantara di kelas dan telah muncul sebagai alat pendukung akademis penting yang mengumpulkan pengetahuan dan memperkuat keterampilan dan kompetensi mereka yang terlibat. Peran baru yang harus diterapkan oleh guru dan siswa di kelas adalah mengadopsi dan menerapkan TIK ke dalam proses pendidikan, untuk menciptakan lingkungan yang bertujuan meningkatkan model pengajaran dan paradigma praktik (Armas, 2020). Dalam hal (Martinez, Calzada, & Garcia Sandoval, 2018) menyebutkan bahwa integrasi TIK dalam proses belajar mengajar berarti bahwa, adaptasi sangat penting dalam lingkungan dan kebutuhan pendidikan yang kita hadapi. Fakta membuktikan bahwa TIK sangat berguna dalam bidang pendidikan umum, terutama bila digunakan dengan orang-orang dengan kebutuhan pendidikan khusus (seperti penyandang disabilitas, dyslexia dan lain sebagainya, yang dapat meningkatkan pembelajaran, sosialisasi, pengembangan dan adaptasi yang lebih baik terhadap lingkungan tempat mereka tinggal. Untuk itulah pendekatan yang baik,perlu diterapkan untuk membantu meningkatkan psikomotorik dari penderita dyslexia, yaitu dengan terapi bermain. Dalam jangka lama, permainan telah menjadi bentuk bimbingan dan pendidikan di antara manusia, serta latihan dasar untuk memahami bagian dari doktrin sosial yang diberikan kepada anggotanya oleh budaya yang berbeda. Mereka dianggap sukarela dan pada dasarnya adalah kegiatan sosial di mana satu orang berhubungan dengan orang lain dan mempelajari nilai dan norma perilaku.
Sebagai strategi permainan, permainan dapat membimbing partisipasi aktif siswa. Kreasi yang dirancang dapat memungkinkan anak memberi makna pada alam dan dunia sosial di sekitar mereka, serta sumber pembelajaran dan strategi penelitian untuk memahami dunia fisik dan masyarakat yang lebih kompleks. Hubungan, distribusi waktu dan lingkungan pengajaran (Cordoba, Lara, & Garcia, 2017). Permainan didaktik sebagai salah satu bentuk pendidikan inklusif dapat meningkatkan motivasi  mereka yang berpartisipasi di dalamnya meningkatkan tugas yang mereka lakukan pada saat itu dan mencapai tujuan yang ditetapkan dalam suatu kursus studi atau mata pelajaran tertentu; oleh karena itu poin utamanya adalah untuk menunjukkan bahwa kegiatan fokus pada peningkatan kinerja siswa (Montero Herrera, 2017). Sekolah atau hasil belajar secara dinamis bereaksi terhadap proses pembelajaran.
Dalam hal ini (Martinez, Calzada, & Garcia Sandoval, 2018) Menekankan bahwa integrasi TIK dalam proses belajar mengajar berarti bahwa adaptasinya sangat penting untuk lingkungan dan kebutuhan pendidikan yang dihadapi. Bukti menunjukkan bahwa TIK  berguna di sektor pendidikan umum terutama bila digunakan oleh orang-orang dengan kebutuhan pendidikan khusus (seperti mereka yang kesulitan mencetak) dapat mendorong pembelajaran yang lebih baik sosialisasi pengembangan dan adaptasi yang lebih baik terhadap lingkungan tempat mereka tinggal. Permainan telah lama menjadi bentuk orientasi dan pendidikan  manusia serta latihan mendasar dalam memahami bagian-bagian dari doktrin sosial yang ditawarkan kepada anggotanya oleh budaya yang berbeda. Mereka dianggap sukarela dan pada dasarnya adalah kegiatan sosial di mana satu orang berinteraksi dengan orang lain dan mempelajari nilai dan norma perilaku. Selain itu dalam perspektif kebudayaan, pendidikan penting bagi kemajuan peradaban suatu bangsa. Hal ini disebabkan oleh karena kemajuan bangsa salah satunya ditinjau dari segi kualitas pendidikan yang dimiliki oleh sebuah negara (Gutierrez Duarte & Ruiz Leon, 2018). Oleh karena itu, tidak sedikit masyarakat berusaha memperbaiki kualitas pendidikannya, demi tercapainya tujuan yang diinginkan selama ini. Selain itu, pemerintah berusaha untuk memberikan dukungan fasilitas yang memadai untuk mendukung kelancaran proses pendidikan. Dalam prosesnya, meningktakan kualitas pendidikan suatu negara seringkali terjadi miss conception masyarakat bahwa hanya orang yang normal dan tidak berkebutuhan khusus saja yang dapat diberikan kesempatan pendidikan.
Hal ini,tentunya menjadi tantangan yang harus ditemukan solusi nya oleh pemerintah, agar pendidikan dapat dijangkau oleh semua kalangan, tanpa  memandang latar belakang yang dimiliki. Oleh karena itu, pemerintah melalui UUD NRI Tahun 1945 Pasal 28 C ayat 1 menjelaskan bahwa Setiap orang berhak atas pembangunan melalui pemenuhan  kebutuhan dasar  hak pendidikan dan  kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi seni dan budaya  peningkatan kualitas hidup dan kebahagiaan umat manusia. Dalam bidang pendidikan, konsep kebutuhan pendidikan khusus sering digunakan untuk membedakan semua siswa yang memiliki kesulitan dalam belajar dan mencapai tujuan akademiknya, dimana mereka perlu menerima bantuan dan dukungan khusus dalam konteks pendidikan yang paling dinormalisasi (Moreno, 2018).  Demikian pula pasal 5 UU No.20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional menjamin pelaksanaan hak atas pendidikan oleh warga negara tanpa kecuali atau  diskriminasi. Hak atas pendidikan ini juga berlaku untuk kebutuhan khusus termasuk anak-anak dengan beberapa kesulitan belajar (Indriastuti, 2015). Untuk itulah, dalam penulisan artikel ilmiah ini, penulis memfokuskan penulisan artikel, untuk meningkatkan kemampuan membaca anak-anak penderita dyslexia dengan menggunakan terapi BTS-T (Book To Speech-Therapy) berbasis audio book yang diaktualisasikan dalam sebuah buku.
Dyslexia dan Metode BTS-T (Book To Speech-Therapy)
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, gangguan disleksia menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan dalam hal membaca. Gangguan disleksia disebabkan oleh adanya kerusakan pada sel otak, sehingga penderita tidak dapat mengintegrasikan stimulus yang diterimanya untuk diorganisasikan menjadi sebuah respon yang baik. Sehingga mengakibatkan penderita disleksia mengalami hambatan untuk mengembangkan kemampuan diri, yang diakibatkan oleh terbatasnya buku bacaan yang didesain khusus untuk penderita disleksia (Indriastuti, 2015). Saat ini diagnosa disleksia tidak dapat atau kurang memiliki kriteria yang obyektif, yang dapat memberikan kesembuhan yang efektif. Diagnosa penderita disleksia biasanya didasarkan atas kemampuan dalam membaca, memahami bacaan, dan tingkat intelektualitas sebagai ukuran yang sering dijadikan pedoman (Ruben Jeronime Yedra, 2022).Â
Timbul masalah, bagaimana jika anak-anak penderita disleksia mampu mengikuti dan mengimbangi teman sebayanya. Berdasarkan paparan sebelumnya, jelas bahwa karena adanya halangan yang tidak mengganggu dalam kegiatan belajarnya, sudah barang tentu jika mereka dibandingkan dengan siswa yang lain jelas kan mengalami ketertinggalan dalam mengikuti sebuah pembelajaran. Oleh karena itulah diperlukkan adanya metode dan terobosan baru untuk ditambahkan sebagai booster fasilitas untuk memfasilitasi penderita disleksia dalam membaca buku berbantuan Artificial Intelligence (Redford & Kyle, 2015).
Penggunaan teknologi terapan (Artificial Intelligence) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran merupakan pendekatan yang efektif bagi sebagian siswa (Indriastuti, 2015). Selain itu, siswa sering mengalami kesulitan belajar dengan sukses besar. Desain memungkinkan penggunaan kapasitas mereka sebagai kekuatan. Upaya dalam kekurangan/ kecacatan mereka sebagai untuk tantangan. Alat atau teknologi membantu untuk mendefinisikan suatu materi dengan intervensi kesulitan belajar. Hak yang sama dengan perangkat apa pun, perangkat atau sistem yang dapat membantu melewati, menyelesaikan atau mengganti kesenjangan pembelajaran pribadi. Selama sepuluh tahun terakhir, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa teknologi bantuan dapat mengurangi kesulitan belajar.Â
Teknologi ini tidak dapat menyembuhkan atau menghilangkan kesulitan belajar, tetapi bisa membantu anak yang mengalami kesulitan belajar untuk mencapai potensinya, karena memungkinan untuk digunakan melalui masalah yang telah dihadapi. Misalnya, siswa dengan kesulitan membaca tetapi dengan keterampilan mendengarkan akan baik, mungkin menggunakan kekuatannya (keterampilan mendengarkan) melalui aktivitas dan mendengarkan audio book (Torppa, Vasalampi, Eklund, & Niemi, 2022).
Buku yang berbasis teknologi audio visual, memungkinkan penderita disleksia memahami lebih jauh mengenai informasi yang disajikan dalam buku tersebut. Oleh karena itu, dikarenakan terdapat manfaat yang baik, perlu dipertimbangkan aktualisasi audiobook ini secara nyata (Kennedy & Diana, 2015). Sehingga dalam hal ini, BTS-T (Book To Speech-Therapy) menjadi salah satu solusi yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan membaca.Â
Dari beberapa literatur dapat ditarik benang merah bahwa dukungan terhadap perbaikan kemampuan membaca penderita disleksia, selain dengan penerapan BTS-T (Book To Speech-Therapy) juga diperlukan adanya peran dari guru sebagai fasilitator yang membantu pelaksanaan BTS-T (Book To Speech-Therapy), sekaligus sebagai pemantau perkembangan dari siswa yang menderita gangguan disleksia.
Konsep Pengembangan Audiobook untuk Dyslexia: (BTS-T) Book To Speech Therapy
BTS-T (Book To Speech-Therapy) merupakan salah satu inovasi perkembangan dari aktualisasi audiobook yang diinterpretasikan seperti sebuah buku yang dapat berbicara oleh adanya rangsangan sentuhan (multisensory-touch). Bahan dan materi yang tersaji dalam BTS (Book To Speech) disajikan dalam format audio, gambar, dan teks yang diintegrasikan. Selain disleksia, BTS (Book To Speech) juga dapat digunakan oleh orang yang memiliki gangguan visual atau cacat cetak seperti kebutaan, gangguan indera penglihatan, dan masalah lain nya yang berhubungan dengan gangguan yang berorientasi pada sensori-motorik. Keterbatasan dalam mengenali huruf, menganalisis informasi dalam suatu buku, menjadi dasar metode BTS-T (Book To Speech-Therapy) dapat menjadi sebuah solusi alternatif untuk meningkatkan kemampuan membaca pada siswa yang memiliki gangguan disleksia. Salah satu bagian dari rangkaian BTS-T adalah e-reader.Â
Yang termasuk dalam kategori e-reader Tronic direkomendasikan oleh DAISY Kategorinya adalah TAB Player dan AMIS. Kedua alat pembaca ini dilengkapi dengan fungsi tampilan: Sinkronisasi teks dan suara (audio) basah (Jobe, 2021). Audio melalui pemutaran dan teks yang disorot (menggunakan stabilisator pada buku cetak), pada saat yang sama akan memudahkan pasien Disleksia, dalam mengenal huruf dan memahami teks modus bersamaan.
Di Indonesia saat ini, ketersediaan buku berbasis audiobook belum banyak ditemukan, baik di perpustakaan hingga rumah sakit. Mereka yang memiliki kesulitan dalam hal visualisasi, masih harus mencari literatur yang mendukung kondisi yang sedang mereka hadapi. Pasalnya, penderita dyslexia mengalami kesulitan oleh karena adanya manifestasi klinis susah dalam mengenali huruf, mengingat huruf, dan memahami isi bacaan yang disajikan dalam buku (Indriastuti, 2015). Sehingga dalam hal ini BTS-T (Book To Speech-Therapy), merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk membantu penderita disleksia dalam meningkatkan kemampuan membaca yang lebih baik. Di dalam BTS (Book To Speech) disertai dengan: (1) Teks yang merupakan dokumen yang terdapat dalam buku tersebut; (2) Ilustrasi gambar (seperti tabel, bagan, denah, petunjuk, dan sejenisnya) dengan tujuan untuk menegaskan kalimat atau kata yang sedang diperdengarkan BTS (Book To Speech), sehingga dalam hal ini siswa dapat mengikuti materi yang disajikan dalam BTS (Book To Speech) tanpa harus mengerti setiap kata yang sedang diperdengarkan (reading for meaning).
Kelebihan dan Kekurangan BTS-T (Book To Speech-Therapy)
Berdasarkan inovasi dan pengembangan, BTS-T (Book To Speech-Therapy) memiliki kelebihan antara lain: (1) Digital Text, yaitu dokumen atau teks yang termuat dalam buku dibuat secara digital dan disimpan dalam penyimpanan yang terintegrasi, sehingga dalam hal ini dapat mengurangi penggunaan kertas; (2) Narasi teks dalam BTS (Book To Speech) disajikan dalam bentuk audio yang dibacakan oleh narator yang asli yang telah fasih dalam pelafalannya. Sehingga dalam hal ini semakin memudahkan pengguna dalam memahami informasi yang disampaikan oleh BTS (Book To Speech); (3) Terdapat navigasi dalam BTS (Book To Speech) sehingga memudahkan siswa penderita dyslexia untuk memahami dan mengidentifikasi simbol-simbol yang tersaji dalam buku. Sehingga secara tidak langsung melatih kemampuan kognitif dan psikomotorik siswa; (4) Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam memahami hal-hal yang urgen melalui informasi yang disajikan dalam audiobook (BTS); (5) Dengan BTS-T, memungkinkan siswa terfokus pada bahasan yang disampaikan, sehingga meningkatkan tingkat fokus sekaligus melatih kemampuan membaca, menganalisis setiap informasi yang disajikan dalam buku tersebut.
Terlepas dari banyaknya kelebihan dari BTS-T (Book To Speech-Therapy), teknologi ini juga memiliki kekurangan dalam hal teknis  antara lain: (1) Membutuhkan kapasitas memori yang besar (2) Diperlukan akses internet, karena BTS-T terintegrasi dengan wireless connected, sehingga tidak dapat diakses secara offline.
Manfaat BTS-T (Book To Spech-Therapy) bagi penderita Dyslexia
Dari kelebihan maupun kekurangan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka pemilihan media pendukung dalam membantu penderita dyslexia dalam meningkatkan kemampuan membaca adalah dengan BTS-T (Book To Speech-Therapy). Hal tersebut didasarkan pada adanya kemanfaatan yang besar pada penderita dyslexia dalam membantu mereka belajar dengan memanfaatkan media pembelajaran (BTS-T). Integrasi antara visual (teks, gambar, simbol, panel navigasi, dan lain-lain) dan  audio dapat membantu penderita dyslexia dalam memahami sebuah bacaan dalam buku (Book To Speech). Selain itu, adanya fitur navigasi pada (BTS) akan melatih siswa untuk meningkatkan kemampuan membaca, melatih fokus, melatih psikomotorik, dan mengidentifikasi informasi yang diterima dan kemudian untuk dianalisis lebih lanjut oleh siswa penderita dyslexia.
Akhir Kata
Penggunaan teknologi terapan (Artificial Intelligence) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran merupakan pendekatan yang efektif bagi sebagian siswa (Indriastuti, 2015). Buku yang berbasis teknologi audio visual, memungkinkan penderita disleksia memahami lebih jauh mengenai informasi yang disajikan dalam buku tersebut. Integrasi antara visual (teks, gambar, simbol, panel navigasi, dan lain-lain) dan  audio dapat membantu penderita dyslexia dalam memahami sebuah bacaan dalam buku (Book To Speech).Â
Sehingga dalam hal ini BTS-T (Book To Speech-Therapy), merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk membantu penderita disleksia dalam meningkatkan kemampuan membaca yang lebih baik.
Oleh karena itu, penulis memberikan tawaran solusi berupa pelatihan audiobook dari BTS-T (Book To Speech-Therapy), untuk digunakan sebagai solusi alternatif dalam membantu penderita dyslexia untuk meningkatkan kemampuan membaca, mengidentifikasi kata atau kalimat, menganalisis informasi dan memahami bacaan yang termuat dalam BTS (Book To Speech).
Daftar Literatur :
- Armas, E. (2020). La tecnologia en el apendrizaje del estudiantado de la faculted de Ciencias Quimicas, Univercidad central del Ecuador. 20, 308-347.
- Carrion Macas, S. J. (2019). Inclusion educative de las personas con necesidades Educatives Especiales Permanentes. 15, 195-202.
- Cordoba, E., Lara, F., & Garcia, A. (2017). El juego comoestrategia ludica para la educacion incluciva del buen vivir. 32, 81-92.
- Gutierrez Duarte, S., & Ruiz Leon, M. (2018). Impacto de la educacion inicial y preescolar en el neurodesarollo infantil. Rev. Inves. Educ, 9, 33-51.
Indriastuti, F. (2015). - Pengembangan Buku Audio Untuk Mengatasi Kesulitan Belajar Anak Disleksia . 3(2), 97-98.
- Jobe, L. D. (2021). Using Heidsongs As An Instructional Tool In The Elementary School Classroom: A Case Study. 1, 218-222.
- Kennedy, & Diana. (2015). Why Audiobooks?. Dyslexia technological association. 4, 34-39.
- Martinez, R., Calzada, G., & Garcia Sandoval, L. D. (2018). Herramientes tecnologicas para la educacion inclusiva. 9, 83-112.
- Montero Herrera, B. (2017). Aplicacion de juegos didacticos como metodologica de ensenanza: Una Revision de la Literaruna. 7, 75-92.
Moreno, M. (2018). - Necesidadades educatives especiales y discpacidad en los procedimientos de acesso a la universidad, master doctorado y en las pruebas de evaluacion educativa. Rev. Esp. Der. Adm, 289-312.
- Psiquiatria, A. A. (2021). Guaia de Consulta de los Criterios Diagnosticos del DSM 5.
Redford, & Kyle. (2015). How Parents Can Build a Word-Rich Life for Dyslexics. - Ruben Jeronime Yedra, M. A. (2022). Design Thinking: Methodological Strategy for the creation of a Playful Application for Children with Dyslexia. Journal Informatic, 9(1), 17.
- Torppa, M., Vasalampi, K., Eklund, K., & Niemi, P. (2022). Long-Term Effect Of The Home Literacy Environment On Reading Development: Familial Risk for Dyslexia as A Moderator. Journal Of Experimental Child Psychology, 215, 5-6.
- Yenchong, B. B. (2020). Formacion Integral Para Eestudiantes Con Necesidades Educatives Especiales. Dominio De Las Ciencias, 6, 361-377.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H