Mohon tunggu...
Aziz Bintang
Aziz Bintang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa HI 23

Universitas Teknologi Yogkayakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mengenal Teori-Teori Hubungan Internasional: Liberalisme, Neoliberalisme, Realisme, dan Neorealisme

7 November 2024   10:12 Diperbarui: 7 November 2024   10:36 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam studi hubungan internasional, empat teori besar—liberalisme, neoliberalisme, realisme, dan neorealisme—memberikan perspektif yang kaya untuk memahami dinamika dan interaksi antarnegara. Teori-teori ini memberikan cara pandang berbeda terhadap hubungan kekuasaan, keamanan, ekonomi, dan kerja sama di panggung internasional, menawarkan dasar bagi kebijakan luar negeri dan diplomasi yang diambil oleh negara-negara di seluruh dunia. Meskipun masing-masing memiliki fokus dan asumsi yang unik, keempat teori ini saling melengkapi dan berkontribusi dalam analisis kompleksitas hubungan global.

1. Liberalisme: Keyakinan pada Perdamaian dan Kerja Sama Internasional

Liberalisme dalam hubungan internasional berakar pada keyakinan bahwa kerja sama antarnegara tidak hanya mungkin, tetapi juga perlu demi mencapai perdamaian dan stabilitas global. Dalam perspektif liberalisme, individu, organisasi, dan lembaga internasional memegang peranan penting dalam membangun lingkungan yang damai melalui kerjasama dan dialog. Teori ini percaya bahwa aktor-aktor internasional, seperti organisasi antar pemerintah (contoh: PBB) atau organisasi non-pemerintah, dapat membantu mengurangi konflik dan membangun hubungan yang saling menguntungkan.

Liberalisme menekankan pentingnya demokrasi, hak asasi manusia, dan perdagangan bebas. Misalnya, negara-negara yang menerapkan demokrasi dan keterbukaan ekonomi dianggap cenderung lebih damai dan stabil. “Teori Perdamaian Demokratis” bahkan menyebutkan bahwa negara-negara demokratis jarang berperang satu sama lain, karena adanya kesamaan nilai dan kepentingan yang memperkuat ikatan mereka. Pandangan liberalisme juga mengakui bahwa ketergantungan ekonomi antarnegara melalui perdagangan dan investasi dapat meminimalisir konflik karena negara-negara yang saling bergantung memiliki insentif untuk menghindari perang.

2. Neoliberalisme: Pendalaman Kerja Sama dalam Tatanan Global

Neoliberalisme merupakan perkembangan dari liberalisme yang lebih fokus pada institusi dan aturan internasional dalam mendukung kerja sama. Teori ini muncul sebagai respons terhadap realisme, yang menekankan kekuatan dan kepentingan negara sebagai faktor utama dalam hubungan internasional. Dalam neoliberalisme, institusi internasional seperti WTO, IMF, dan Bank Dunia dianggap sangat penting untuk menciptakan stabilitas global, mengurangi ketidakpastian, dan mengatur perilaku negara dalam kerangka aturan yang telah disepakati bersama.

Neoliberalisme percaya bahwa dengan adanya institusi internasional, negara-negara memiliki ruang untuk bekerja sama dengan cara yang lebih terstruktur dan terjamin. Misalnya, melalui perjanjian perdagangan internasional, negara-negara memiliki pedoman untuk menjalankan perdagangan secara adil, serta mengurangi potensi konflik akibat kebijakan proteksionisme. Dengan demikian, neoliberalisme tidak hanya memandang kerja sama sebagai peluang, tetapi juga sebagai kebutuhan bagi tatanan global yang stabil.

3. Realisme: Fokus pada Kekuasaan dan Kepentingan Nasional

Teori realisme, yang memiliki akar pemikiran dari tokoh-tokoh seperti Thucydides dan Niccolò Machiavelli, memandang hubungan internasional sebagai arena persaingan di mana negara-negara berusaha memaksimalkan kekuatan dan kepentingan nasionalnya. Dalam pandangan ini, dunia internasional adalah tempat yang anarkis karena tidak ada otoritas supranasional yang dapat sepenuhnya mengendalikan perilaku negara. Oleh karena itu, realisme menekankan bahwa negara harus selalu siap mempertahankan kepentingan nasionalnya, baik melalui kekuatan militer maupun strategi diplomasi yang cerdik.

Bagi kaum realis, keamanan dan kekuasaan adalah hal yang mendasar. Mereka beranggapan bahwa dalam situasi anarkis, negara yang kuat cenderung mendominasi yang lemah, sementara negara yang lemah harus mencari aliansi untuk melindungi diri. Realisme juga percaya pada konsep “keseimbangan kekuasaan,” di mana negara-negara berusaha mempertahankan keseimbangan dalam kekuatan militer atau aliansi untuk mencegah dominasi satu negara terhadap yang lain. Pandangan realis sering digunakan untuk menjelaskan konflik dan ketegangan antarnegara, seperti persaingan antara kekuatan besar atau perlombaan senjata nuklir.

4. Neorealisme: Struktur dalam Sistem Internasional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun