Mohon tunggu...
aziz bahtiar
aziz bahtiar Mohon Tunggu... Guru - Tukang Momong

Paling suka dengan guyonan dengan menyruput kopi. Menambah wawasan dengan sharing, membaca untuk membuka cakrawala

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Bumi Santri Temulus

27 Februari 2018   20:48 Diperbarui: 27 Februari 2018   21:10 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Xby VIDSqaure

Walaupun Pesantren "Daarul Mukhlishiin" Temulus pada 4 bulan pertama masih "Mager sari", nunut didalam rumahnya bpk Syamsul Ma'arif, namun "ruh" pesantren dan jiwa kesantrian santri sejak awal sudah wujud, hidup dan tertanamkan, yaitu dengan berjalan aktifnya aktifitas proses belajar dan mengajar ala pesantren, ngaji, program program ubudiyyah mulai Shubuh s/d. Pukul 22 ; 00 setiap hari selain hari Selasa dan Jum'at. Dengan pengajar serta pengurus hanya saya seorang diri. Demikian pula adab-adab kesantrian yang lain, dan semuanya berjalan secara terprogram tertib dan bertata tertib. Salah satu buktinya adalah pada bulan Sya'ban 1417 H. (baru 5 bulan berjalan) sudah menyelenggarakan Haflah Akhir Sanah Perdana dalam bentuk sangat sederhana hanya bersama masyarakat Temulus, Kedungombo. Dan sebagai bukti atas kesungguhan kami bersama para santri di dalam melaksanakan program program pendidikan ala pesantren di masa sulit itu adalah berhasil mewisuda seluruh santri yang berjumlah 15 atas prestasi suksesnya Muhafadzoh Imrithi(Hafalan kitab ilmu tata bahasa arab ; Mandzumah Imrithie sejumlah 254 bait). Sungguh prestasi yang mengharukan sekaligus membanggakan,di karenakan 15 santri perdana itu rata rata usianya 12 -- 17 tahun dan baru pertama kali "mondhok" ; nyantri di pesantren, artinya, sebelumnya belum pernah mondhok dimanapun. Benar benar sebuah pengalaman pertama yang tidak terlupakan ; masih usia dasar, mondhok di pesantren yang sangat jauh dari kampung halaman, pesantrennya juga baru dilahirkan dengan proses kelahiran simbolis ; pesantren yang baru memiliki nama namun belum memiliki bentuk fisik. Mereka semua itu pun mondhok dengan biaya sendiri sendiri (dalam arti bukan gratis).. Subhaanallah.

Allahu Akbar, untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari harinya,para santri yang semuanya masih kecil kecil itu harus memasak sendiri --karena saat itu di Temulus belum ada warung yang menyediakan makanan-, perabotan, peralatan masak pun mereka membelinya sendiri,bahan bakar memasak kala itu masih menggunakan kayu bakar hasil dari mencari sendiri di lokasi "wana wakaf" calon pesantren Temulus dan sekitarnya. Bahkan tempat memasaknya pun bersifat darurat ; yaitu pinjam tempat di halaman belakang rumahnya ibu Ikromah. Untuk memenuhi kebutuhan mandi dan mencuci saat itu saya dan para santri "nunut" di kamar MCK pribadinya mbah Kyai Sodir Masyhuri yang tentunya amat sangat terbatas, sehingga pada saat "Kali sawur" sedang normal justru kami memilih ke kali (sungai) tersebut.

Empat bulan kemudian, tepatnya pada bulan Rajab 1417 H. / bulan Nopember 1997 M. Di mulailah "Mbabat Wana Wakaf" Temulus sebagai lokasi Pondok Pesantren "Daarul Mukhlishiin" Temulus dengan partisipasi yang luar biasa aktif dari warga masyarakat Temulus, Kedungombo. Sungguh, peran warga kala itu merupakan spirit bagi kami yang tidak ternilai selaras dengan nama Pesantren yang di tetapkan, yaitu "Daarul Mukhlishiin" (Rumahnya orang orang yang ikhlas).

Yang tidak terlupakan adalah, "Mbabat Wana Wakaf" pada pertengahan bulan Rajab 1417 H. tersebut sebenarnya lebih cepat dari waktu yang direncanakan oleh pengurus. Sebab, ternyata (tanpa sepengetahuan saya) percepatan itu atas desakan sebagian masyarakat yang secara langsung mendengar keluhan dari sebagian santri dan dari pihak shohibul bait setelah 4 bulan lamanya -- dengan segala keterbatasan dan kekurangan - menjalani kehidupan bersama dalam satu rumah yang berkeluarga. Gayung pun bersambut, para pengurus segera merespon positif keluhan santri dan desakan warga tersebut dengan gerakan kerja bakti membersihkan dan menyiapkan lokasi calon bangunan 1 unit asrama tempat tinggal saya bersama 15 santri. Agar asrama tersebut bisa segera terwujud maka sebagian pengurus yang lain bergerak mencari rumah kampung sederhana untuk dibeli dan direlokasi ke Temulus menjadi bangunan Pondok Pesantren pertama. Usaha tersebut dimudahkan oleh Allah dengan mendapatkan rumah kampung yang sudah cukup tua di dusun Bulak Timun, Tambakboyo seharga Rp. 800.000,-. Semangat warga sungguh sangat luar biasa, setelah mendapatkan rumah kampung tersebut dan telah di beli oleh pengurus, warga pun segera bergerak, kerja bakti memindahkan rumah itu dari Bulak Timun ke Temulus. Allahu Akbar, hanya dalam tempo kurang dari seminggu rumah itu sudah bisa saya huni bersama para santri meski apa adanya di tambah sedikit perbaikan dengan lantai "peluran". Meskipun hanya baru rumah kecil yang sangat sederhana sekali tanpa fasilitas yang lain (belum ada sumur,kamar mandi,WC dan dapur), para santri pun tak sabar ingin segera menempati, menghuni rumah "surga"nya sendiri, maka -tanpa komando- para santri segera mengemasi barang barangnya kemudian "boyongan" dari rumahnya bpk Syamsul Ma'arif ke pondokan mereka sendiri sambil memekikkan kalimat "MERDEKA..!" berulang dan bersahut sahutan. Itulah yang kala itu membuat air mataku tak terbendung berlinangan bahkan tangis sesenggukan pun tak mampu saya tahan saat menyaksikan dan mendengar pekik "Kemerdekaan" para santri sambil bergegas setengah berlari saking gembiranya sudah di bangunkan "rumah" sendiri yang masih sangat banyak kekurangannya.beberapa hari kemudian,satu persatu fasilitas MCK plus dapur "ala kadarnya" pun mulai di pikirkan dan di adakan.

Itulah saat saat yang tidak bisa saya lupakan sepanjang zaman, mengenang peristiwa itu sungguh mengharukan sekaligus membanggakan. 15 santri perdanaku itulah santri santri perintis, pejuang, berjiwa kuat dengan tekad yang luar biasa besar, merekalah saksi hidup sejarah yang saya ajak berduka,bersusah payah,berjuang mempertahankan hidup dan kehidupan Pondok Pesantren "Daarul Mukhlishiin" Temulus. Sungguh,saya yakin Pesantren ini niscaya menjadi "Jariyah" pula yang  -tanpa di sadari- ternyata nilai nilai dan pahalanya juga tercatat dan terkirim untuk mereka. Aamiin Yaa Rabbal 'Alamiin.

Ibarat sebuah  "bibit atau tanaman", saya di Temulus ini pada awwal mulanya adalah di "tanam", yang mustinya di rawat, disiram, dipupuk dan di "pagari" agar dapat, cepat, tepat tumbuh sehat, baik, kuat, berkembang dan pada akhirnya berbuah. Namun Alhamdulillah proses itu tidak terjadi pada "bibit atau tanaman" ; diri saya, kecuali pada 2 (dua) tahun yang pertama.  2 (dua) tahun pertama itupun sang "bibit" tidak di rawat bersama, akan tetapi hanya di "rawat" ala kadarnya (alias tanpa akad) oleh 3 (Tiga) orang saja. Dan pada tahun yang ke 3 (tiga) hingga kini --dan insyaAllah semoga seterusnya-- saya benar benar mandiri dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok untuk dapat bertahan hidup demi kehidupan dan kesejahteraan hidup saya, keluarga dan Pondok Pesantren Temulus ini. Di satu sisi, hal itu merupakan kenyamanan dan kemerdekaan batin yang tak terukirdan tak terukur. Akan tetapi, disisi lain, hal itu --terlebih bagi seorang pendatang baru seperti saya-- sungguh merupakan perjuangan yang teramat berat, penuh duka dan nestapa yang benar benar membutuhkan anugrah kekuatan batin, kebulatan tekad dan kekokohan niyat yang tak berbanding. Tantangan, ujian, cobaan pun bertubi tubi menerpa dengan beraneka macam bentuk,ukuran dan model. Semata mata hanya karena Rahmat Allah Swt. Bila hingga kini dan seterusnya saya dan siapapun yang setia menjadi sahabat saya dalam memperjuangkan "Temulus" ini mampu mengemban berat dan mulianya amanah ini.

Alhamdulillah, dari tahun ke tahun, kami diberi kekuatan lahir dan batin oleh Allah Swt. untuk melalui segalanya dengan selamat dan terus berkembang, baik pesantrennya ataupun aset asetnya. Sungguh terngiang selalu hingga kini dan kapanpun pada dawuhnya Syaikhinaa wa murobbi ruuhinaa romo KH. M. Hanafi, Kudus ketika saya matur dan mohon izin,petunjuk serta arahan sebelum saya memastikan kesiapan hijrah ke Temulus. Beliau dawuh ; "Yo Lin...yoiku rizkimu".

Pada pertengahan tahun 2000,(setelah saya gagal membangun rumah tangga dengan adiknya bpk Drs. H. Umar Santoso pada tahun 1999), oleh mbah Kyai Sodir Masyhuri saya di jodohkan dengan cucu beliau yaitu ; Neng Rina Nurviana Binti Bapak Rodhi. Dan bapak Rodhi sekalian ibu juga Neng Rina pun berkenan menyetujui, menerima serta merestuinya. Prosesi, pelaksanaan pernikahan saya dengan Neng Rina Nurviana di laksanakan pada hari Kamis malam Jum'at tanggal 27 Juli tahun 2000 atau 25 Rabi'ul Akhir tahun 1420 H. 

Di rumah bapak Rodhi, Kedungombo, Kedungharjo. Yang dalam akad nikah kami itu, wali nikah (bpk Rodhi) mewakilkan prosesi akad nikah kami kepada Romo KH. Abdul Wahid Zuhdi (Paman saya dari jalur ibu, beliau adalah Rois Syuriyah PWNU. Jateng, Perumus LBMNU -- PBNU Pusat, dan Pengasuh PP. Al-Ma'ruf, Bandungsari, Grobogan, Jateng) dan pembacaan Khutbah Nikah serta do'a oleh KH. Masduqi Shidiq (paman saya dari jalur ayah, beliau adalah pengasuh Pondok Pesantren Teguhan, Paron, Ngawi). Alhamdulillah, berkah do'a restu semuanya, pernikahan kami berdua menjadi pernikahan yang penuh berkah, meski secara ekonomi kondisi kami jauh di bawah status "sejahtera", karena saat itu memang masih serba kekurangan, namun Alhamdulillah--istri bisa menerima dengan tulus dan seutuhnya- situasi dan kondisi tersebut mampu kami jalani dengan sabar dan syukur dalam bangunan rumah tangga yang sakinah di atas "fondasi" mahabbah, mawaddah, rahmah serta amanah.  Kemudian oleh Allah kami dikaruniai 4 (empat) buah hati. yaitu :

Ihda Nailissa'adah (Lahir 5 Juni 2001)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun