pelatihan membatik bersama pemilik kelompok batik daerah setempat. Kelompok batik ini mulai berdiri sekitar dua tahun yang lalu.Â
Pada hari sabtu tepatnya 15 januari 2022, pokja KKM-DR UIN Malang yang bertempat di Desa Pejaten, Kec.Bondowoso, Kab.Bondowoso turut menghadiriPada awalnya kelompok ini merupakan perkumpulan dari ibu-ibu yang masih bersaudara dan tinggal dalam satu lingkungan. Mereka mengikuti pelatihan membatik yang diadakan oleh kepala desa di kantor kepala desa secara rutin. Hingga akhirnya mereka mendirikan sendiri kelompok batik di salah satu rumah anggota yang sekarang menjadi ketua.Â
Kelompok batik ini kemudia mulai memproduksi batik sendiri lalu mendistribusikan hasilnya ke berbagai daerah sesuai pesanan. Batik yang mereka produksi diantaranya ada batik tulis dan juga batik cap.Â
Dalam pelatihan ini, mahasiswi KKM-DR UIN Maulana Malik Ibrahim Malang mencoba untuk membuat batik cap. Peralatan yang dibutuhkan diantaranya yaitu kain mori, kompor, loyang, malam, dan canting cap.Â
Proses pengecapan canting cap batik ini ternyata juga tidak boleh sembarangan. Panas malam harus stabil, tidak boleh terlalu dingin taaupun terlalu panas.Â
Canting cap juga harus ditiriskan dengan benar agar hasil batik tidak melebar. proses pengecapan canting cap kekain moripun juga harus dilakukan dengan cepat, agar hasilnya bagus.Â
Setelah proses pengecapan, dilanjutkan dengan proses pewarnaan batik. Proses ini juga tidak bisa dilakukan dengan sembarangan. media untuk mewarna kain mori yang telah dicap harus bena-benar rapi. Pengecatan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena pewarna yang diaplikan sangat mudah melebar pada kain mori.Â
Apabila pengrajin tidak sabar dan telaten,kemungkinan dapat menyebabkan batik yang dibuat menjadi cacat. "Setelah adanya pelatihan ini semua orang jadi tau bagaimana batik yang cacat.Â
Jadi, kita harus bener-bener telaten agar bisa mengahsilkan batik dengan kualitas yang bagus," jelas wakil ketua kelompok batik di Desa Pejaten. Setelah proses pewarnaan, selanjutnya batik dapat dijemur hingga mengering.
Azizatul Awalin, salah satu mahasiswi KKM-DR UIN Maulana Malik Ibrahim Malang bertanya kepada anggota kelompok batik, "Untuk proses pengeringan batik yang sudah diwarnai ini biasanya berapa lama, bu?", "Untuk proses pengeringannya sendiri bergantung pada cuaca, mbak. Kalau cuacanya mendukung, selalu ada panas matahari, ya pasti akan cepat kering. Kalau musim hujan seperti sekarang ini, pasti lama untuk menunggu keringnya.
Susahnya lagi, biasanya kalau musim penghujan hasil pewarnaan kemungkinan besar kurang bagus, karena akan muncul garis-garis putih pada batik saat warna sudah kering, seperti proses pewarnaannya tidak merata. Itu juga mempengaruhi kualitas batik sendiri" jelas salah satu anggota kelompok batik di Desa Pejaten.
Anggota kelompok batik menjelaskan,setelah warna pada kain batik mengering, maka dapat dilanjutkan dengan proses perebusan kain guna menghilangkan malam. Setelah proses ini, maka batik sudah dapat didistribusikan.
Ditengah antusias para anggota kelompok batik yang baru saja memulai UMKM ini selama kurang lebih dua tahun, sayangnya kegiatan kelompok ini sempat mangkrak karena adanya pandemi Covid-19. Pada awal perintisannya, UMKM ini sudah sempat berjalan sekian waktu dengan banyak responpositif dari konsumen. Namun, setelah adanya PPKM, nyatanya minta naggota dan konsumen telah menurun.Â
Padahal potensi berkembangnya produk batik saat ini sangatlah besar karena minat masyarakat pada batik yang sedang naik. Semoga adanya UMKM kelompok batik di Desa Pejaten ini kedepannya bisa terus berkembang sehinggga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar dimasa pasca pandemi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H