Mohon tunggu...
Aziz Aminudin
Aziz Aminudin Mohon Tunggu... Freelancer - Trainer, Professional Hipnoterapis, Penulis, Pembicara, Aktivis Sosial Kemanusiaan

Trainer, Professional Hipnoterapis, Penulis, Pembicara, Aktivis Sosial Kemanusiaan Founder MPC INDONESIA WA : 0858.6767.9796 Email : azizaminudinkhanafi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dibalik Kapur dan Buku: Kisah Guru yang Tidak Pernah Usai

25 November 2024   05:37 Diperbarui: 25 November 2024   07:31 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam Kompasianer, 

Brebes, 25 November 2024

Ketika kita mendengar kata "guru," apa yang terlintas di pikiran ? 

Sosok bersahaja di depan kelas, menggenggam spidol, berbicara tentang rumus matematika atau sejarah perjuangan bangsa ? 

Tapi sesungguhnya, guru lebih dari sekadar pengajar. Mereka adalah penjaga mimpi, arsitek masa depan, dan penggerak peradaban. Namun, di balik tugas mulia itu, ada cerita-cerita tak terdengar yang membuat profesi ini begitu penuh makna, sekaligus penuh tantangan.

Guru : Penjaga Mimpi yang Tak Pernah Padam

Di dunia yang terus berubah, guru adalah kompas. Mereka membimbing anak-anak, bukan hanya menuju kecerdasan akademik, tetapi juga membangun nilai-nilai karakter. Dalam Kurikulum Merdeka yang kini diterapkan, guru diberi ruang lebih luas untuk mengeksplorasi kreativitas. Tak lagi terkungkung buku teks, mereka dapat menciptakan pembelajaran yang relevan dengan dunia nyata.

Misalnya, seorang guru di Yogyakarta mengajak murid-muridnya belajar matematika melalui permainan tradisional. Hasilnya ? Murid lebih antusias dan memahami pelajaran dengan lebih baik. Ini menunjukkan bahwa di tangan guru, pendidikan adalah seni yang hidup. Tetapi seni ini tidak selalu dilukis di atas kanvas yang sempurna.

Realita Kehidupan Guru : Tantangan yang Tak Berujung

Di balik senyum mereka, banyak guru menyimpan kisah perjuangan yang jarang terdengar. Di daerah terpencil, guru berjalan berjam-jam melalui medan yang sulit demi bisa mengajar. Sebagian lainnya harus bergulat dengan gaji yang tidak mencukupi kebutuhan hidup. Guru honorer, misalnya, sering kali menerima upah jauh di bawah standar, sementara beban kerja mereka sama beratnya dengan guru tetap.

Tidak hanya itu, banyak guru terjebak dalam rutinitas administratif yang menguras waktu dan energi. "Saya merasa lebih banyak jadi juru tulis daripada pendidik," ungkap seorangrekan saya yang jadi guru. Kondisi ini menjadi ironi, karena pada akhirnya, muridlah yang kehilangan perhatian penuh dari guru mereka.

Disatu kesempatan berdiskusi dengan teman - teman yang berprofesi sebagai guru, beberpa guru menyatakan kalau karena kesibukan adminstrasi ini kadang harus meninggalkan ruang kelas dimana sejatinya tanggung jawab utama mendidik dan mencerdaskan anak bangsa.

Pendidikan dalam Transformasi : Peluang dan Pekerjaan Rumah

Kurikulum Merdeka adalah angin segar di tengah stagnasi sistem pendidikan. Dengan pendekatan yang fleksibel, siswa didorong untuk lebih kreatif dan kritis. Tapi apakah semua sekolah siap menjalankannya ? Di banyak daerah, akses teknologi masih menjadi kendala besar. Begitu pula pelatihan untuk guru, yang sering kali terbatas pada teori tanpa pendampingan praktik yang memadai.

Namun, di balik tantangan ini, ada harapan besar. Jika transformasi ini didukung dengan komitmen pemerintah yang serius---seperti percepatan pengangkatan guru honorer menjadi ASN dan peningkatan dana pendidikan---masa depan pendidikan Indonesia bisa lebih cerah. Guru tidak lagi hanya menjadi pengajar, tetapi mitra pembelajar yang mampu mencetak generasi unggul.

Refleksi : Apa Peran Kita ?

Pertanyaannya, bagaimana kita sebagai masyarakat bisa mendukung mereka ? Mulailah dengan hal sederhana : penghargaan. Ketika Anda bertemu seorang guru, ucapkan terima kasih. Apresiasi kecil ini bisa menjadi motivasi besar. Selain itu, dorong pemerintah untuk membuat kebijakan yang lebih berpihak pada kesejahteraan guru dan kualitas pendidikan.

Harapan di Hari Guru

Di Hari Guru ini, 25 November 2024. Mari kita tidak hanya sekadar memberi selamat, tetapi juga mengingat peran mereka yang begitu besar. Kita butuh guru untuk terus membimbing generasi muda di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi. 

Seperti yang pernah dikatakan Ki Hajar Dewantara, "Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani." Di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang mendorong kemajuan.

Selamat Hari Guru! Semoga setiap langkah yang Anda tempuh membawa perubahan besar bagi negeri ini. Karena pada akhirnya, tidak ada investasi yang lebih berharga selain pendidikan, dan guru adalah penjaga utama dari investasi itu.

{{{ Positif, Sehat dan Bahagia }}}

Aziz Amin | Wong Embuh | penulis adalah mahasiswa pascasarjana magister pedagogi UPS Kota Tegal, trainer & profesional hipnoterapist di Griya Hipnoterapi MPC Kabupaten Brebes.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun