Diskusi di WA Group Komunitas [Ngopi Susu] selalu menghadirkan obrolan ringan namun penuh makna. Salah satu topik menarik yang muncul baru-baru ini terinspirasi dari buku saya, Menatap Harapan. Dalam buku ini, saya sering menggunakan filosofi seperti air mengalir untuk menggambarkan cara menghadapi hidup.
Pertanyaan awal yang dilontarkan seorang anggota berbunyi,Â
"Seperti air mengalir, maksud dari kata ini apa?"
Sebagai penulis Buku "Menatap Harapan : Kumpulan Puisi Ruang Jiwa Reflesi dan Renungan", saya menjawab :
"Seperti air mengalir"Â adalah metafora kehidupan yang mengajarkan kita untuk menerima perubahan, beradaptasi dengan keadaan, dan tetap bergerak maju.Â
Air tidak pernah berhenti saat menemui rintangan ; ia mencari celah, membentuk jalan baru, tanpa kehilangan tujuannya.Â
Filosofi ini juga mengajarkan ketenangan dalam menjalani hidup, sambil tetap kuat menghadapi tantangan.
***
Diskusi semakin menarik, Â ketika ada pertanyaan lanjutan dari anggota ,Â
"Ohh begitu ya maknanya. Tapi sifat air mengalir dari arah yang lebih tinggi ke bawah. Apakah artinya kita akan selalu ke bawah tanpa melihat ke atas, tanpa motivasi?"
Pertanyaan ini membuat saya merenung lebih dalam.Â
ada pertanyaan dalam diri yang muncul :Â
Apakah air yang ada di gunung itu ia naik sendiri ? atau dinaikkan sama Allah ?
Jawaban saya adalah :
"Air memang mengalir ke bawah, tetapi itu bukan berarti kehilangan motivasi atau arah.Â
Sebaliknya, ia melambangkan rendah hati dan kemauan untuk memberi makna di mana pun ia berada.Â
Air yang turun membawa kehidupan---menyuburkan tanah, menyegarkan jiwa, dan memberi manfaat pada segala sesuatu di sekitarnya.
Lebih dari itu, air tidak berhenti hanya 'di bawah.'Â
Siklusnya terus berjalan. Ia menguap, menjadi awan, dan kembali turun sebagai hujan, menciptakan siklus tak berujung yang selalu bergerak ke depan.Â
Hidup pun seperti itu---naik dan turun adalah bagian dari proses. Ketika kita 'di bawah,' itu adalah momen untuk belajar, mempersiapkan diri, hingga akhirnya naik kembali dengan kekuatan baru."
Penjelasan ini mengingatkan saya pada salah satu puisi di Menatap Harapan berjudul "Mengalir Hingga Lautan":
"Aku adalah sungai,
mengalir dengan lembut,
menyambut setiap belokan,
menerima setiap batu yang datang."
Puisi ini mengajarkan kita bahwa hidup tidak selalu tentang mengendalikan segala sesuatu, tetapi tentang menerima arus dan tetap bergerak maju, tanpa kehilangan semangat dan tujuan.
Diskusi ini menunjukkan bagaimana filosofi hidup yang sederhana, seperti air mengalir, bisa menjadi pelajaran mendalam yang relevan dengan perjalanan siapa pun.Â
Dalam Komunitas [Ngopi Susu], obrolan santai seperti ini seringkali menjadi jembatan untuk menemukan makna baru dalam hidup.
Bagi Anda yang tertarik dengan filosofi ini, Menatap Harapan adalah buku yang tepat untuk menemani perjalanan Anda.Â
Setiap halamannya menawarkan refleksi, inspirasi, dan harapan yang mungkin Anda butuhkan.Â
Mari temukan harapan dan keberanian untuk terus melangkah, apa pun arus kehidupan yang Anda hadapi.
Semoga manfaat,
{{{ Positif, Sehat dan Bahagia }}}
Brebes, 22 November 2024
Kreator : Aziz Aminudin, Penulis Buku Menatap Harapan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H