Aku Ingin Hidup 1000 Tahun Lagi, Chairil Anwar sampai sekarang masih hidup dalam kenangan dalam karya-karyanya.
Saya ingat tahun 1998, saat saya berada di ruang P4 Rumah Sakit Jiwa Magelang, di satu sore rutinitas biasa setelah mengarahkan mereka warga P4 mandi biasanya kami bersantai hanya ngobrol ala orang dengan gangguan jiwa, tahu kan apa yang terjadi, kadang nyambung kadang tidak.
Namanya Pak Her, saya lupa nama lemgkapnya ia orang jakarta ia merasa bahwa kondisi kejiwaannya udah sangat stabil, udah baik dan sehat, "Saya sudah sembuh mas, hanya kalau saya pulang nanti saya ngamuk lagi."
"Kenapa?"
"Ya kan saya marah dibilangin orang gila, orang gila terus mas," saya hanya meng-iyakan, cerita panjang saya sama pak her adalah saat ia mulai bertanya.
Mas, Aku ini siapa? Aku ini siapa?
Dengan ragu saya mencoba menjelaskan apa yang saya ketahui tentang aku, ya aku dari sisi pak her.
Ia tidak puas dengan jawaban saya, dan ia ulangi pertanyaannya, kalau AKU! itu apa?
Oh ia mencoba mencari definisi kata "aku", dan kali ini ia mulai menerima, aku adalah aku, diriku, pak her, mas untung, saya itu aku (setiap individu, sebagai menunjukkan ke-akua-nya, jawab saya asal).
Kalau "Kalau Tiba Waktuku" apa mas?
Saya mulai memahami arahan pak her untuk mencari diskripsi tiap kalimat atau kata. Lagi-lagi saya menjawab dengan semampuku kala itu.