Usah udah waktu di dinding, temangu meretapi detak yang mulai tak bernada.
Angin malam berbeda dengan kemarin, saat kau terbaring dengan lamunan kalut tanpa sketsa, ya ini bagai simpul yanh tak berujung. Lelah...
Bila aku boleh memilih, aku ingin semua ini hanya mimpi tapi tak kuasa saat kuratapi dan ku rasai bahwa waktubtelah usang, walau aku bisa berimaginasi semua baik baik saja, dan lagi  - lagi senyum ini serasa kecut.
Aku pernah cerita pada mu, bahwa aku bahagia, bahwa aku sejahtera itu dulu..., saat bunga mawar merah merekah, saat ambisi dan gelora begitu membara.
Andai kau tahu, aku butuh kau ada walau semua tak mungkin, aku ingin memelukmu erat dengan segenap rasa, bahwa aku butuh kamu walau semua dalam bayang - bayang malam.
Mungkin tak pantas bila hujan diharapkan diterik hari, tak mungkin pula berlari dihamparan air danau yang keruh, tapi aku tahu kau sangat tahu dan faham apa adanya aku ini, sendiri dalam keramaian, tersenyum dalam sayaran luka, saat cinta ini mulai dipertanyakan dan saat semua trauma menjadi jubah jiwa.
Jangan pernah tinggalkan aku, maafkan aku kalau aku selalu hadir walay hanya untuk ber uluk salam " Assalamu alaikum ". Aku tak minta apapun darimu ganya mau pastikan aku masih memiliki orang yang mengerti dan tahu aku apa adanya, bukan hanya soal kemasan raga.
" Maaf, Aku Juga Sayang "
Aziz Amin | Kompasianer Brebes KBC-10, Trainer & Hipnoterapis, WA 0858.6767.9796
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H