Mohon tunggu...
Aziz Aminudin
Aziz Aminudin Mohon Tunggu... Freelancer - Trainer, Professional Hipnoterapis, Penulis, Pembicara, Aktivis Sosial Kemanusiaan

Trainer, Professional Hipnoterapis, Penulis, Pembicara, Aktivis Sosial Kemanusiaan Founder MPC INDONESIA WA : 0858.6767.9796 Email : azizaminudinkhanafi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Penting Guru PAUD Menggambil Hati Anak

3 September 2019   11:12 Diperbarui: 3 September 2019   11:15 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Parenting -- Memasuki hari pertama sekolah tentu menjadi hal yang menantang bagi seorang anak, ada banyak rasa yang bisa jadi dirasakan anak, dari semangat, penasaran, keingintahuan sampai dengan rasa negatif seperti rasa takut, cemas, gelisah dan lain sebaginya.

Tentunya hal ini seringkali menjadikan anak mengalami beberapa gangguan prilaku, salah satunya gangguan rasa aman dan nyaman, beberapa anak relatif menjadi sensitif dan muda menangis disekolah, ia tidak mudah berbaur dengan teman -- temannya.

Biasanya anak akan mengambil sikap menangis da tidak mau masuk sekolah kecuali harus didampingi orang tuanya, maka tak jarang disekolah -- sekolah anak baik Taman Bermaen ( TB ), Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ) maupun Taman Kanak -- Kanan ( TK ) pada saat awal kelas banyak orang tua yang tertahan dan ditahan anak -- anaknya untuk tetap menunggui anak sampai selesai.

Bahkan beberapa anak ada yang harus ditunggui sampai ke dalam ruang kelas sampai akhir kelas. Apabila kebutuhan anak akan rasa aman dan nyaman ini tidak terpenuhi maka bisa jadi anak akan mengalami trauma dan justru tidak mau sekolah atau tidak optimal dalam belajar dan bersosialisasi di sekolah.

Perlunya mengenalkan profil sekolah sebelum anak sekolah.

Sejauh pengalaman saya untuk kedua anak saya adalah saya jauh hari minimal ya 6 bulan atau bisa 3 bulan dan idealnya 1 tahun sebelum anak masuk sekolah ia sudah mulai dikenalkan dengan profil sekolah yang akan dijalani.

Tidak harus nama atau tempat sekolahnya, kalau sekiranya belum memiliki pilihan tempat sekolah yang tepat. Tapi mengenalkan bahwa taun depan ia akan masuk usia sekolah menjadikan anak menjadi semacam terprogram bahwa ia akan masuk sekolah tingat tertentu. Saya menjelakan detai apa yang akan dilakukan bagaimana ia akan senang dan bagaimana ia akan bahagia bersama teman -- teman baru.

Ia mulai dikenalkan bahwa akan bertemu banyak orang yang baru, dan nanti mereka akan menjadi teman bermaen da akan menjadi teman belajar, bagaimana baiknya berprilaku, sampai keungulan versi anak yang saya berikan.

Sebut saja putri saya yang ke dua, karena sebelumnya saya sudah arakan ia masuk ke PAUD A tempat dulu kakaknya sekolah  sebelum ia akhirnya minta mondok saat masuk sekolah dasar ( minta mondok yah.... bukan disuruh mondok hehehehe ).

Ia sangat antusias 6 bulan sebelum masuk usia sekolah, pada waktu tertentu ia selalu menanyakan "kapan salsa sekolah yah ?", "saya mau sekolah di ****** ( sensor ) hehehehe ". Ternyata ditengah perjalanan ternyata kami menganggap pola pendidikan di PAUD A tidak sesuai dengan harapan, baik dipola pendidikan dan pengelolaan managemennya, sampai pada satu pilihan pertama kami harus dinyatakan tidak boleh mendapatkan ijazah padahal telah menyelesaikan belajar sampai selsesai bahakn semua biaya telah dipenuhi dan dimintai uang kenang -- kenangan sementara ijazah sampai hari ini juga tidak diberikan, alasannya karena tidak melanjutkan di PAUD A kelas B sesuai saran pihak pengelola.

Menariknya putri kedua saya sudah terlanjut terhipnotis, terlanjut kepincut dengan sekolah kakaknya di PAUD A, dan tentu tidak mudah mengubahnya mengingat ia sangat berkeinginan mengikuti kakaknya di PAUD A dan langsung masuk ke Pondok Pesantren dimana sekarang kakaknya sekolah.

Inilah peran orang tua yang pertama kali soal pendidikan formal, adala mengenalkan pilihan lain, saya mulai menyuguhkan informasi bahwa ada sekolah lain loh, bagus juga, keren juga pilihan jatuh pada TK Aisyiyah Busthanul Anfal Pasarbatang.

Sehari -- dua hari saja ceritakan selalu ditolak, ia tetap mau di PAUD A pilihan sebelumnya, dan saya mulai ceritakan hal yang sama dan hal kerennya tanpa membuatnya merasa dilarang, ia tetap akan melanjutkan ke Pondok Pesantren dan tetap akan masuk ke Sekolah Dasar Tahfizul Qur'an ( SDTQ ) Darul Abror Pasarbatang seperti kakaknya.

Pada akhirnya ia mulai mau menerima dan minta ditunjukkan sekolahnya, kami sepakat melihatnya dan ia canggung, tapi saya kenalkan dari luar, dan saya ceritakan fasilitas yang ada didalamya baik sarana bermaen dan proses belajar sampai teman -- temannya.

Dan pada akhirnya 3 bulan menjadi waktu yang sangat longgar mengenakan pada pikiran bawah sadar putri saya tentang profil sekolah yang akan menjadi pengalaman pertamanya.

Hari Pertama Sekolah di TK ABA Pasarbatang 

Hari pertama masuk sekolah ia diantar oleh kami, saya dan ibunya, dan saya salut buat pengelola dan Kepala Sekolah Nur Khani, S.Pd, AUD bersama tim pengajar yang sangat ramah pada anak dari awal kami mengantarkan mendaftar disekolah ini, sangat jauh ekspresi dan gestur tubuh dibandingkan PAUD A yang tentunya sangat terekam dalam pikiran kami.

Dan justru di TK ABA Pasarbatang ini anak -- anak diawal sudah mulai diberitaukan bahwa orang tua boleh nungguin dihari pertama sampai dengan hari ke tiga, dan itu bukan diampaikan pada kami melainkan pada anak -- anak, sehingga ia pulang dari sekolah menceritakan ha tersebut.

" kamu mau ?, berani ? kalau nanti setelah diantar ibu atau ayah hari ke tiga nanti kan orang tuanya nggak boleh nungguin ? "

" nggak papa yah, siap " jawabnya.

Menariknya sampai dengan waktu yang ditentukan masih ada beberapa anak yang masih nggak bisa lepas dari orang tuanya, ada yang orang tuaya harus menunguin walau diluar sekolah, ada yang orang tuanya harus didalam sekolah sampai dengan yang harus masuk ke kelas.

Inilah ujian bagi pengelola sekolah anak usia dini, dimana bisa membuat anak menjadi nyaman dan aman berada di lingkungan sekolah.

Seorang ibu bercerita, kalau anaknya nggak bisa ditinggal dan kalau ditinggal nangis " saya kasihan mas, kalau nangis nanti besoknya nggak mau sekolah kan repot, ya terpaksa saya tungguin " katanya.

Orang tua yang lain menambahi " dari pada nggak mau sekolah ya suka ditungguin lah mas " tambahnya.

Sumber : TK ABA Pasarbatang
Sumber : TK ABA Pasarbatang
Mengambil Hati Anak, Ketrapilan Dasar Guru Anak Usia Dini

Hari ini di WA Group TK ABA Pasarbatang, Kepala Sekolah membagikan gambar anak -- anak sedang bermaen dan belajar bersama dengan keteragan "Alhamdulillah anak2 klp A dan B sdh tdk ditungguin ortunya,trims" .

Terilihat sepele pesan ini, tapi saya memaknainya lebih bahwa ada kepedualia yang luar biasa yang dicoba dilakukan pihak pengelola untuk mengkomunikasikan informasi yang terhadi di sekolah terhadap proses belajar anak.

Sepanjang pengamatan saya di sekolah saat menjemput memang saya sangat mengapresiasi apa yang diupayakan dan dilakukan pihak pengajar dalam menjadikan anak nyaman dan aman.

Kesuksesan membuat anak -- anak mengizinkan orang tuanya pulang itu tidak sederhana, ia harus merasa aman dan nyaman disekolah, merasa diterima dan dihargai hak -- haknya sehingga ia merasa bahwa ia mampu untuk beraktifitas disekolah dengan bantuan teman dan gurunya.

Ketrampilan ini lah yang saya anggap sangat penting dikuasai oleh praktisi pendidik anak usia dini, sehingga anak merasakan bahwa ia terlindungi disekolah dan nyaman bersekolah.

{{{ positif, sehat dan bahagia }}}

 

Aziz Amin | Kompasianer Brebes

Trainer & Hipnoterapis

WA : 0858.6767.9796

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun