Kalau yang ia tonton tentang film islami, cerita nabi dan do'a  - do'a pendek tentu akan memiliki nilai positif dimana itu akan menjadi program bawah sadar anak karena ia akan memodel, mencontoh dan merekamnya sebagai data dalam pikiran bawah sadar.
Tapi ini akan berbeda cerita kalau yang ditonton adalah tindak kekerasan, peperangan dan kasus permainan yang melibatkan sosok superhero dan penjahatnya. Hal ini yang seringkali sangat berbahaya kalau saat anak nonton semua itu tanpa dampingan orang tua.
Mereka akan dengan sangat sempura merekam dan mengakses apa yang ia lihat, dengar dan rasakan, jadi wajar saat anak assosiate, ia merasa masuk ke dunia tontonannya ia bisa saja berperan jadi siapapun dan saat itu terjadi sifat, karakter dan prilakunya akan menjadikan ia melakukan hal yang sama dengan modelnya.
ORANG TUA SEBAGAI FILTER DAN PENERJEMAH
Mendampingi anak menonton televisi dan game sangat penting orang tua mendampingi walau bisa anda pastikan tidak ada unsur parnografi dal lainnya, tapi tidak hanya cukup filter disitu, dalam sebuah film pasti ada banyak dialog dan kosakata baru yang bagi anak ia akan mencari pemahaman maknanya dan seringkali gambar dianggap sebagai pemaknaan yang baik atas suara yang didengarkan.
Maka kata " maen robot -- robotan ", ia akan otomatis akses menjadi robot, dan sifat robot muncul, siapapun yang melarang adalah musuh, dan musuh harus di serang, sampai nangis kalau perlu, karena menangis seringkali dijadikan simbol kekalahan lawan dan kemenangan baginya.
Mendampingi anak adalah sebagai filter, bila ada kalimat yang sekiranya butuh terjemahan dan memberikan makna ulang yang lebih positif.
Contoh :
Saat robotnya berantem, maka orang tua kasih sugesti positif, " nak..., kalau robot yang baik nggak suka berantem, baik sama teman -- temannya, kamu kan anak ibu yang baik jadi kamu harus jadi robot yang baik ya, sama teman teman juga baik ".
"masa robot berantem terus, kapan maennya yah ? "
Saat anak mulai terlibat akan makin asik, " berarti tobotnya jahat ya mah ? "