Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pendidik, Anti Radikalisme, Penegas Islam Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Internalisasi, Konsep Toleransi Melalui Pembelajaran Koperatif

4 Agustus 2016   21:54 Diperbarui: 4 Agustus 2016   22:13 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konsep toleransi disebutkan dalam al-quran pada surat al-hujurat ayat 13 : ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. Pada surat al-mukminun ayat 62 : ”Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya”. Pada ayat pertama mengindikasikan dengan implisit bahwa :

Jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah variabel heterogen kodrati sebagai landasan penghargaan perbedaan untuk mewujudkan sikap yang toleran diantara perbedaan jenis. Dalam proses pembelajaran di kelas batasan toleransinya adalah dimungkinkannya adanya dua jenis kelamin yang berbeda.

Kata bangsa-bangsa adalah ragam semitisme yang dihalalkan untuk berdampingan erat dalam suatu proses pencerahan melalui sebuah proses pembelajaran yang egaliter, toleran dan berkeadilan.

Ungkapan suku-suku merupakan bagian dari ragam budaya, bahasa dan sikap yang diekspektasikan sebagai realisasi kemajemukan ciptaan Allah SWT dalam mempelajari kalimat-kalimat kauniyah secara bersama-sama.

Kata kunci ”kenal-mengenal” memberikan efek pemikiran anti perbedaan, penghargaan terhadap aneka jenis, bangsa, budaya, sikap dan kompetensi personal dalam suatu komunitas pembelajaran. Pemaknaan kenal-mengenal bukan saja dalam perspektif fenomena perilaku raga  peserta didik belaka, akan tetapi juga menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan mental, skill, kemampuan individual dalam proses pembelajaran. 

Sejatinya kenal adalah menghargai kekurangmampuan peserta didik dalam proses pembelajaran dan berusaha meningkatkan kompetensinya pada taraf maksimal. Begitu juga sebaliknya yaitu bagi peserta didik yang memiliki kemampuan lebih mengakomodir dan memberikan penghargaan baik secara materiil maupun imateriil, misalnya dengan menjadikan ketua kelompok dan tutor sebaya.

Seiring dengan surat yang kedua bahwa tidak ada pemaksaan atas seragamnya kemampuan individu/peserta didik dalam memikul tanggung jawab dalam proses pembelajaran. Standarisasi adalah absah dan dimungkinkan, penyamarataan kompetensi personal/individu peserta didik secara rigid melanggar batas-batas toleransi. Hal ini akan berakibat pada suatu kondisi peserta didik yang tertekan (under pressure) baik secara mental psikologis maupun sosial.

Belajar dan pembelajaran merupakan suatu proses perubahan-perubahan tingkah laku budi dan daya pikir yang positif. Pada hakekatnya perubahan tingkah laku itu adalah perubahan kepribadian pada diri peserta didik. Tingkah laku itu meliputi segi jasmani dan rohani yang keduanya saling bertalian dengan dan berinteraksi satu sama lain. Pada tingkah laku itu terdapat berbagai aspek yang meliputi pengetahuan, sikap, kebiasaan, ketrampilan, emosi budipekerti, apresisasi, dan hubungan sosial lainnya. Oleh karena itu indikator hasil belajar pada diri peserta didik adalah ada tidaknya perubahan-perubahan itu.

Ada beberapa hal yang prinsipil menyangkut proses belajar mengajar diantaranya adalah :

Motivasi. Motivasi adalah daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Guru hendaknya menjadi motivator agar motif-motif yang positif ditumbuhkan dan ditingkatkan dalam diri siswa. Ada dua motivasi, yaitu motivasi dari dalam (internal) dan motivasi dari luar diri siswa (eksternal). Motivasi dari dalam dapat dilakukan dengan mendorong siswa ingin tahu, keinginan mencoba, sikap mandiri ingin maju. Sedangkan motivasi dari luar dilakukan dengan memberikan hadiah atau imbalan, misalnya melalui pujian atau penugasan untuk memperbaiki pekerjaan rumahnya .

Prinsip Keterpaduan. Pada prinsipnya siswa dapat menyerap isi pelajaran yang diajarkan. Secara pribadi siswa dituntut mengolah dan mengorganisasikan berbagai perolehan belajar itu. Guna membantu siswa melakukan hal tersebut, guru hendaknya mengaitkan suatu pokok bahasan dalam suatu mata pelajaran atau antar satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain. Dengan demikian keterpaduan dalam pembahasan dan peninjauan akan membantu siswa memadukan perolehannya.

Prinsip Latar. Kegiatan belajar tidak terjadi daam kekosongan. Dalam memelajari suatu hal yang baru, pada hakekatnya siswa telah mengetahui hal-hal yang lain yang secara langsung atau tidak berkaitan dengan yang akan dipelajari.Hal ini perlu disadari oleh guru, agar siswa lebih mudah menangkap dan memahami bahan pelajaran yang baru serta tidak terjadi pengulangan yang akan membosankan siswa.

Prinsip Pemecahan Masalah. Tolak ukur kepandaian siswa banyak ditentukan oleh kemampuannya untuk memecahkan masalah. Karena itu dalam proses pembelajaran perlu diciptakan situasi bermasalah agar mereka peka terhadap masalah. Kepekaan akan suatu masalah dapat ditimbulkan jika siswa dihadapkan pada situasi yang memerlukan pemecahan masalah. Guru hendaknya mendorong para siswa untuk melihat suatu masalah, merumuskan dan berupaya memecahkannya menurut kemampuannya.

Prinsip Keterarahan Titik Pusat. Pelajaran yang direncanakan menurut suatu pola tertentu harus mampu mengaitkan bagian-bagian yang terpisah dalam suatu pelajaran. Tanpa suatu pola, pelajaran akan terpecah-pecah. Akibatnya para siswa sulit memusatkan pelajaran. Titik pusat atau fokus perhatian itu dapat tercipta melalui upaya perumusan masalah yang hendak dipecahkan, perumusan yang hendak dijawab atau perumusan konsep yang hendak diterima.

Proses pembelajaran juga terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern peserta didik diantaranya :

Faktor Intern : yaitu faktor yang berasal dari dalam diri pelajar yang meliputi faktor fisiologis dan psikologis. (Surya Brata ,1983 : 30 ). Faktor fisiologis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kondisi jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi-fungsi tertentu. Keadaan atau kondisi jasmani pada  umumnya dapat dikatakan melatar belakangi kegiatan belajar. Keadaan jasmani yang optimal akan lain sekali pengaruhnya apabila dibandingkan dengan keadaan jasmani yang yang lelah. Kekurangan kadar makanan atau tidak memenuhi gizi makanan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh fisik, akan mengakibatkan menururn, merosot kondisi jasmani. Hal ini menyebabkan siswa dalam beljarnya merasa cepat mengantuk, lesu, lekas lelah dan secara keseluruhan tidak gairah untuk belajar (Sukardi, 1983 : 33 ).

Sedangkan faktor psikologis misalnya cita-cita, minat, perhatian dan intelegensi. Cita-cita merupakan salah satu pendorong untuk belajar. Dengan adanya cita-cita, akan timbul suatu kebutuhan. Kebutuhan itu bermacam-macam, dan setiap anak mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda.

Faktor Ektern : yaitu faktor yang adanya diluar siswa yang meliputi faktor sosial dan non sosial. Faktor sosial , yaitu adanya orang-orang lain disekitar pada saat siswa belajar, seringkali mengganggu aktifitas belajar, misalnya kalau satu kelas murid sedang menegerjakan ujian,lalu terdengar banyak anak-anak lain berbincang-bincang disamping kelas atau anak sedang di kamar belajar, tetapi ada anak atau orang  lain sedang hilir mudik keluar masuk kamar belajar itu. Semuanya itu akan mempengaruhi belajar dan juga akan berpengaruh terhadap hasil belajar. 

Sedangkan faktor non sosial adalah keadaan udara, cuaca ,waktu, alat belajar,letak gedung. Letak sekolah dan tempat belajar yang tidak memenuhi persyaratan seperti : kelas terlalu sempit, dengan anak yang terlalu banyak, suasana yang terlalu bising karena dekat dengan pertokoan atau pasar, pabrik, lalu lintas yang padat dan ramai.

Pembelajaran Koperatif

Model pembelajaran kelompok/koperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang  dilakukan  oleh  siswa dalam  kelompok-kelompok  tertentu untuk  mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran koperatif yaitu  adanya peserta dalam kelompok, aturan dalam kelompok, upaya belajar setiap anggota kelompok, dan tujuan yang harus dicapai (Sanjaya, 2006).

Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar. Pengelompokan siswa dapat ditetapkan berdasarkan beberapa pendekatan, diantaranya pengelompokan yang didasarkan atas minat dan bakat siswa, pengelompokan yang didasarkan atas latar belakang kemampuan, pengelompokan yang dilakukan atas dasar campuran baik campuran ditinjau dari minat maupun campuran ditinjau dari kemampuan.pendekatan apapun yang digunakan tujuan pembelajaran haruslah menjadi pertimbangan utama.

Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan semua fihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik, maupun siswa sebagai anggota kelompok, Misalnya aturan tentang pembagian tugas setiap anggota kelompok, waktu dan tempat pelaksanaan dan lain sebagainya.

Upaya belajar adalah segala aktifitas siswa untuk meningkatkan kemampuannya yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru , baik kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan. Aktifitas pembelajaran tersebut dilakukan dalam kegiatan kelompok, sehingga antar peserta dapat saling membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman, maupun gagasan-gagasan.

Aspek tujuan dimaksudkan untuk memberikan arah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Melalui tujuan yang jelas, setiap  anggota kelompok dapat memahami sasaran setiap kegiatan belajar.

Menurut Slavin (1995) mengemukakan dua alasan, pertama beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran koperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dam orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran koperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berfikir, memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan ketrampilan. Dari dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.

Pembelajaran koperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin,ras, ay\tau suku yang berbeda (heterogen), Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok.Setiap kelompok akan memperoleh reward, jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. 

Dengan demikian setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif.Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan ketrampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan konstribusi demi keberhasilan kelompok.

Strategi pembelajaran kooperatif mempunyai mempunyai dua komponen utama, yaitu komponen tugas kooperatif ( Coopretive task ) dan komponen struktur intensif kooperatif( Cooperative incentive structure ). Tugas kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota kerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok, sedangkan strukture insentif kooperatif merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan kelompok.Strukture insentif dianggap sebagai keunikan dari pembelajaran kooperatif, karena melalui strukture insentif setiap anggota kelompok bekerja keras untuk belajar, mendorong dan memotivasi anggota lain menguasai materi pembelajaran, sehingga mencapai tujuan kelompok.

Jadi hal yang menarik dari strategi pembelajaran kooperatif adalah adanya harapan selain memiliki dampak pembelajaran, yaitu berupa peningkatan prestasi belajar peserta didik ( student achievement ) juga mempunyai dampak pengiring seperti relasi sosial, penerimaan terhadap peserta didik yang dianggap lemah,harga diri,norma akademik, penghargaan terhadap waktu, dan suka memberi pertolongan pada yang lain.

Prinsip Pembelajaran Koperatif

Ada empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, yaitu:

Prinsip Ketergantungan Positif (Positif  Interdependent).

Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota klompoknya. Oleh sebab itu , perlu disadari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan. Penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian  semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan. 

Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap anggota kelompok masing masing perlu membagi tugas sesuai dengan tujuan kelompoknya.Tugas tersebut tentu saja disesuaikan dengan kemampuan setiap anggota kelompok.

Inilah hakekat ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tak bisa menyelesaikan tugasnya, dan semua ini memerlukan kerja sama yang baik dari masing-masing anggota kelompok.Anggota kelompok yanga mempunyai kemampuan lebih, diharapkan   mau dan mampu membantu temannya untuk menyelesaikan tugasnya.

Prinsip Tanggung jawab Perseorangan

Prinsip ini merupakan lkonsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena itu keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka   setiap anggota  kelompok harus memiliki  rasa  tanggung jawab  sesuai  dengan  tugasnya . Setiap   anggota harus memberikan  yang terbaik untuk  keberhasilan kelompoknya. 

Untuk  mencapai hal tersebut, guru perlu memberikan penilaian terhadap individu dan juga  kelompok . Penilaian  individu  bisa  berbeda akan tetapi penilaian kelompok harus  sama.

Prinsip Interaksi Tatap Muka (Face to face Promotion  Interaction)

Pembelajaran kooperatif memberikan peluang dan kesempatan yang luas kepada setiap  anggota kelompok untuk bertatap  muka  saling memberikan informasi  dan   saling  membelajarkan. Interaksi  tatap  muka  akan  memberikan pengalaman yang berharga kepada  setiap  anggota  kelompok  untuk bekerja sama, menghargai setiap   perbedaan, memanfaatkan  kelebihan  masing-masing. Kelompok belajar kooperatif   dibentuk  secara  heterogen, yang  berasal  dari budaya,  latar  belakang  social.  Dan   kemampuan akademik  yang  berbeda. Perbedaan  semacam ini  akan menjadi modalutama dalam proses aling memeperkaya antar anggota kelompok.

Prinsip Partisipasi dan Komunikasi (Participation communikation)

Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak. Oleh sebab itu, sebelum melakukan kooperatif, guru membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai kemampuan berkomunikasi, misalnya kemampuan mendengarkan dan kemampuan berbicara, padahal keberhasilan kelompok ditentukan oleh  partisipasi   setiap anggota. Untuk dapat  melakukan  partisipasi dan  komunikasi,  siswa perlu  dibekali dengan   kemampuan – kemampuan  berkomunikasi.  

Misalnya  cara menyatakan   ketidak  setujuan atau cara menyanggah pendapat orang lain secara santun, tidak memojokan,  cara menyampaikan gagasan  dan ide- ide yang  dianggapnya   baik dan berguna. Ketrampilan berkomunikasi memang memerlukan waktu. Siswa tak mungkin dapat menguasainya dalam waktu sekejap. Oleh  sebab itu ,  guru  perlu  terus menerus melatih dan melatih, sampai pada akhirnya setiap siswa memiliki kemampuan untuk menjadi komunikator yang baik.

Implementasi

Dalam pembelajaran koperatif peserta didik bukan hanya belajar mendapatkan ilmu pengetahuan secara kognitif dan keterampilan psikomotorik, namun yang lebih penting adalah tumbuh dan berkembangnya sikap afektif yang positif pada setiap diri peserta didik dalam menyadari dan memahami sepenuhnya tentang heteregonitas antar personal pembelajar di dalam sebuah komunitas belajar.    Ada beberapa sikap afektif yang dapat dipupuk dan dibiasakan dalam sebuah proses pembelajaran diantaranya adalah;

Saling menghargai

Proses pembelajaran adalah ruang terbuka bagi segala daya dan upaya peserta didik dalam memperoleh semua pengetahuan baik secara verbal, visual, audio, attitude, dan nilai (value). Proses pembelajaran yang baik akan mengakomudir seluas-luasnya pada diri peserta didik untuk mempelajari, memahami, dan mempraktikkan urgensi saling menghargai antar pembelajar. Dengan internalisasi nilai-nilai toleransi akan mencegah terjadinya bulliying, dan sikap antipati, phobia perbedaan suku, ras, agama , dan bahkan dapat mencegah timbulnya stigma radikalisasi (radikalisme) pada diri peserta didik.

Saling menolong

Tolong menolong adalah konsep kebhinekaan yang murni berasal dari kekayaan bangsa indonesia yang majemuk dengan berbagai suku dan bangsa. Menurut kodratnya manusia tidak dapat berdiri sendiri tapi membutuhkan orang lain. Kecerdasan dan kepandaian peserta didik secara tidak langsung ada andil orang lain yang menjadikannya pintar. Oleh karena itulah pembelajaran koperatif menyediakan nuansa kebersamaan dalam meraih tujuan bersama dalam satu kegiatan pembelajaran. Penguasaan dan pemahaman nilai-nilai tolong menolong atau gotong royong dalam proses pembelajaran akan memberikan bekal yang positif dan ampuh bagi masa depan peserta didik sebagai bagian dari generasi bangsa dalam menjaga kesatuan dan persatuan NKRI.

Saling menilai

Peserta didik adalah manusia kecil yang belum dewasa yang kerap kali membutuhkan bimbingan dan arahan dari orang dewasa. Kekeliruan dan kesalahan yang dilakukannya adalah yang biasa, akan tetapi kebiasaan berbuat kesalahan dalam menjalani kehidupannya dapat diminimalisir dengan saling koreksi dan menilai antar person pembelajar sehingga kesalahan itu tidak dapat terulang lagi. Pembelajaran koperatif menciptakan sebuah penilaian yang lebih realistik dan otentik pada setiap diri peserta didik dalam melakukan aktivitas pembelajaran. Minimnya pretensi dan tendensi personal pada diri peserta didik menjamin kerealistisan dan keotentikan itu. Nilai-nilai keotentikan dalam menilai orang lain inilah yang akan menjadikan peserta didik mampu bersikap realistis dan fleksibel dalam bergaul di masyarakat. wallahu a’lam bishowab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun