Mohon tunggu...
Azizatul Qoyyimah
Azizatul Qoyyimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Writer

Penikmat ilustrasi cerita lewat kata Bersama seduh kopi di pagi hari

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Kelam Masa Kecil Nawal El Saadawi

3 Oktober 2023   12:04 Diperbarui: 3 Oktober 2023   12:23 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis : Nawal El Saadawi

Judul buku : Perempuan dalam Budaya Patriarki

Judul Resensi: Sejarah Kelam Masa Kecil Nawal El Saadawi
Tempat Terbit : Yogyakarta
Penerbit : Pustaka Pelajar
Tahun Terbit : Cetakan Pertama Tahun 2001
Tebal Halaman : 430

Ini adalah sebuah kisah tentang Nawal Elsaadawi sendiri,  dia mengingat masa kecilnya yang suram, bahwa dia kehilangan masa kanak-kanaknya dengan sia-sia. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, dia mulai paham tragedi apa yang terjadi. Faktanya pada masa itu, anak yang lahir dengan kelamin perempuan ditakdirkan untuk terus merasakan kepiluan, bahkan sang istri diancam dicerai oleh suaminya apabila tidak segera melenyapkan anak perempuannya. 

Tragedi lainnya yang dirasakan oleh perempuan adalah penyunatan. Dimana penyunatan kelamin perempuan yang dilakukan di Sudan yaitu sepuluh kali lebih kejam daripada yang diderita oleh gadis-gadis Mesir. Juga banyak anak perempuan yang harus mengakhiri masa pendidikannya karna dipaksa menikah oleh orang tuanya, mirisnya calon suami yang ditawarkan itu adalah seorang kakek tua, dengan alasan menyandang banyak harta. 

Perihal tragedi itu Nawal Elsaadawi sering menanyakan kepada keluarganya, mengapa hak dan kebebasan laki-laki itu lebih jauh diperhatikan dibandingkan perempuan. Namun kedua orangtuanya tidak pernah memberi jawaban yang puas atas pertanyaan yang dia lontarkan. Maka dalam hal ini, sang nenek ikut andil memberi jawaban atas pertanyaaan-pertanyaan itu. "Tentu saja kamu tidak sama dengan laki-laki, kamu itu perempuan". jawaban sekaligus pernyataan yang diberikan neneknya tadi, membuat ia terhenyak. Pikiranya mulai merasa panas dan semakin meletup-meletup,  seolah-olah memang laki-laki yang lebih unggul dibanding
perempuan. 

Karena ketidakpuasannya terhadap jawaban itu, membuat Nawal Elsaadawi terus berfikir untuk melakukan penelitian sehingga hadirlah buku ini. Sebab menurutnya masih banyak pemikir-ilmuwan, penulis, pemikir-pemikir sosial dan politik yang menutup mata terhadap fakta-fakta tersebut.  

Berbagai macam bentuk penindasan diterima dan dirasakan oleh perempuan. Mereka dikurung dalam sebuah kegelapan dan kebodohan serta tercabut dari pengetahuan yang benar. karena kehidupan mereka mulai dari masa kanak-kanak sampai mengalami pertumbuhan, diasingkan dari segala macam bentuk pengetahuan, baik tentang tubuh atau tentang dirinya sendiri. Bahkan dalam pandangan hukum dan tradisi, keagamaan laki-laki dianggap lebih dekat kepada sebuah kebenaran dibanding anak perempuan. Sementara perempuan dianggap lebih cenderung kepada kebohongan, penipuan dan kurangnya kesadaran serta pengertian.


Pada masa Romawi kuno kedudukan perempuan benar-benar berada di titik terendah. Mereka berada dalam genggaman serta belas kasihan laki-laki. Bahkan dalam undang-undang Romawi, dominasi laki-laki terhadap perempuan disucikan dalam bentuk-bentuk yang sangat ekstrim. 

Tegaknya sistem patriarkat membuat perempuan  menderita dan dirundung pilu secara terus menerus. Mereka ditindih dengan beban penindasan, berbagai macam tuduhan dilontarkan dengan lantang, perempuan  dianggap sebagai sumber kejahatan dan malapetaka bagi laki-laki, dan hanya karena sebuah alasan yang ringan perempuan dengan mudah dibunuh hidup-hidup. 

Sebelum lahirnya Islam, sejarah perempuan tidak pernah lepas dari penderitaan, bahkan sering berakhir dengan kematian. Perempuan yang berani mengeluarkan suaranya untuk memprotes atau menentang, ia akan langsung berhadapan dengan hukuman kejam. 

Akan tetapi mereka memang lebih memilih mati daripada harus menerima takdir sebejat itu. Salah satu ungkapan terkenal yang diserukan oleh kaum perempuan adalah "lebih baik mati daripada direndahkan". Salah satu bukti dari ungkapan tersebut adalah ketika Fatimah binti al-Khorshib hendak dilecehkan oleh Jamal Ibnu Badar, Fatimah lebih memilih untuk menjatuhkan dirinya dari tandu yang membawanya, sehingga ia mati di tempat dengan leher patah.


Munculnya sistem patriarkat, sistem paralel lainnya juga ikut berkembang. Seperti poligami, perseliran, serta hilangnya kedudukan yang dialami oleh perempuan membawa mereka turun ke dasar terendah masyarakat. Tidak bisa dipungkiri bahwa sistem patriarkat
merupakan sistem yang kaku dan tidak manusiawi terhadap semua aspek kehidupan perempuan. Baik dalam segi aspek agama, sosial maupun seksual.

Pada hakikatnya penindasan terhadap perempuan bukan disebabkan oleh ideologi keagamaan, baik yang lahir dalam masyarakat Barat atau Timur. Akan tetapi berakar dari sistem kelas dan sistem patriarkat yang telah menguasai umat manusia, sejak perbudakan manusia berlangsung. 

Karena jika disadari, sejatinya secara mental perempuan tidak lebih rendah dari laki-laki sebagaimana yang diyakini oleh banyak orang. Penting kita ketahui bahwa sifat pasif yang melekat pada diri seorang perempuan bukanlah watak bawaan, melainkan karena beban dari masyarakat dan disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi dan sosial yang berlangsung dalam sejarah. 

Maka berangkat dari sejarah ini, perempuan memberikan banyak contoh akan perlawanan yang dilakukan oleh mereka, serta menunjukkan bagaimana kekuatan dan perjuangan mereka.

Masyarakat Arab pada masa jahiliyah merupakan gambaran persilangan sistem patriarkat dan matriarkat dimana laki-laki memiliki tangan bagian atas.

Namun aspek-aspek dari matriarkat itu, menjadi alasan untuk menjelaskan pentingnya peran seorang perempuan baik dalam masyarakat sebelum atau sesudah Islam. Dimana sosok perempuan akan menjadi pribadi yang kuat, mampu untuk berargumen dan memberi keyakinan terhadap orang lain, serta menunjukkan sikap positif mereka terhadap persoalan-persoalan kehidupan pribadi dan sosial. 

Juga banyak dari kalangan perempuan yang aktif di bidang produksi, komersial dan perdagangan. Oleh karena itu sejarah menunjukkan bahwa perempuan mulai mengeluarkan kekuatan pikirannya. 

Maka kemudian di akhir penulis menyimpulkan, bahwa salah satu cara untuk menghilangkan sistem patriarki adalah menjadikan perempuan merdeka. Akan tetapi kemerdekaan tidak akan diraih kecuali mereka bersatu dalam sebuah gerakan politik yang terorganisir dengan baik, cukup kuat, sadar dan dinamis untuk mewakili separoh anggota masyarakat. 

Alasan mengapa perempuan tidak mampu menyempurnakan kebebasannya, karena mereka gagal dan tidak bergabung dalam gerakan politik yang kuat. Bagian terpenting lainnya, adalah perlu menerapkan prinsip-prinsip keadilan yang merupakan hakikat ajaran Islam itu sendiri. 

Mereka benar-benar membutuhkan Islam untuk dimanfaatkan sebagai dinding dalam menghadapi gerakan-gerakan sosialis yang progresif. 

Dapat dikatakan Agama sejati apabila dalam agama tersebut mampu menerapkan ajaran-ajaran yang sesungguhnya,
yaitu dengan adanya kebenaran, persamaan, keadilan, cinta dan kehidupan yang sehat baik bagi perempuan maupun laki-laki. Bukan malah sebaliknya yang justru membawa penyakit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun