Wiwit, produsen tas enceng gondok asal Surabaya, tak menyangka hasil kerajinan enceng gondok yang dirintisnya sejak tahun 2007 telah tersebar di sejumlah negara. Dua bulan lalu, ia baru saja mengikuti pameran Indonesia Tong Tong Fair (TTF) ke-62 yang berlangsung 1-11 September 2022 di Den Haag, Belanda.
Omset yang dikantongi dari usaha tersebut mencapai Rp1,6 miliar pada musim lebaran kemarin. Namun siapa sangka ilmu kerajinan enceng gondok beromset miliaran rupiah itu, diperolehnya dari pelatihan bagi keluarga miskin pada 2010.
Pelatihan tersebut adalah bagian dari program Pahlawan Ekonomi untuk pengentasan kemiskinan yang digagas Pemerintah Kota Surabaya kala itu. Program tersebut menyasar ibu rumah tangga dan keluarga miskin melalui kegiatan pelatihan, pendampingan, serta jalan untuk mengembangkan bisnis berskala UMKM.
"Dulu saya penerima manfaat. Saya mengikuti pelatihan [kerajinan enceng gondok] dan terus didampingi hingga produk saya layak jual," katanya. Pengalaman itu ia ceritakan dalam kegiatan Serah Terima Tahap I Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Subsisten (Pahlawan Ekonomi Nusantara--PENA) dan Pengentasan Kemiskinan Ekstrem di Malang Raya pada 23 Desember 2022, dikutip dari Youtobe Kemensos RI.
Wiwit adalah satu dari sejumlah penerima manfaat program pemberdayaan masyarakat yang telah berhasil keluar dari jerat kemiskinan. Kini, Menteri Sosial Tri Rismaharini memadukan program itu dengan program pemberdayaan masyarakat di instansi yang dipimpinnya.
Tujuan utamanya adalah menekan angka kemiskinan ekstrem hingga nol persen pada 2024 seperti yang ditargetkan Presiden Joko Widodo. Lantas, mampukah target itu tercapai dalam waktu yang tersisa dua tahun lagi?
Pemerintah melakukan langkah percepatan guna mengejar target tingkat kemiskinan ekstrem nol persen pada 2024. Salah satunya, dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem pada pertengahan Juni 2022.
Penanggulangan kemiskinan ekstrem memang menjadi salah satu agenda prioritas pemerintah. Jika melihat data, angka kemiskinan ekstrem meningkat sejak pandemi Covid-19. Ya, pandemi memukul sebagian besar sektor usaha akibat kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat guna mencegah laju penularan Covid-19.
Berdasarkan ringkasan kebijakan Penentuan Wilayah Prioritas Kemiskinan Ekstrem 2021-2024 oleh TNP2K, angka kemiskinan ekstrem pada 2019 adalah 9,89 juta jiwa atau 3,7 persen. Jumlah itu naik menjadi 10,54 juta jiwa atau 3,9 persen pada 2020. Begitu pula pada 2021, tingkat kemiskinan ekstrem naik menjadi 10,86 juta jiwa atau 4 persen.
Dikutip dari laporan tersebut, kemiskinan ekstrem diukur menggunakan ukuran kemiskinan absolut yang konsisten supaya dapat dibandingkan antar negara dan antarwaktu. Salah satunya dengan mengikuti definisi Bank Dunia yakni paritas daya beli (purchasing power parity/PPP) di bawah US$1,9 per hari.
Upaya pengentasan kemiskinan ekstrem salah satunya dilakukan Kementerian Sosial dengan meluncurkan program baru Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA) pada 23 Desember 2022. Program itu bertujuan untuk menumbuhkan kemandirian ekonomi bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sehingga tidak terus bergantung pada bantuan sosial.