Culture shock masih sering kali dianggap sebagai hal sepele yang dialami oleh sebagian mahasiswa. Namun, jika hal tersebut tetap dianggap remeh bisa berdampak buruk pada kesehatan mental mahasiswa.
Hal tersebut bisa terjadi karena ketika seseorang sedang menghadapi lingkungan dan kondisi yang tidak biasa, beberapa emosi juga akan muncul saat seseorang mencoba untuk beradaptasi dengan budaya yang mereka anggap asing. Mulai dari perasaan gembira sampai perasaan buruk tak terduga yang dapat memicu rasa frustasi.
Tentunya, culture shock ini tidak hanya muncul begitu saja, terdapat beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya keterkejutan ini, seperti bahasa, iklim, aturan bermasyarakat, perilaku sosial, permasalahan dalam hubungan dan perbedaan nilai sosial.
Dilansir dari Now Health International, culture shock atau gegar budaya ini terbagi menjadi lima tahapan.
1. Honeymoon StageÂ
Pada tahapan ini, seseorang akan merasa sangat positif, mereka akan mencari tahu dan mengulik beberapa pengalaman baru. Mulai dari panorama, kemajuan teknologi, hingga keunikan tradisi dari daerah baru tersebut. Bahkan mereka akan merasa bahwa budaya di daerah tersebut sangat ideal untuknya.
Tahapan ini terjadi pada minggu sampai bulan pertama. Namun, tahapan ini akan berakhir dan beralih pada tahapan selanjutnya.
2. Negotiation Stage
Pada tahap ini, seseorang akan mulai mengalami frustasi. Hal ini dikarenakan peralihan dari honeymoon stage yang berisi penuh kebahagiaan berpindah pada tahapan negotiation stage, dimana beberapa kesulitan mulai menyerang secara bertubi-tubi. Misalnya pada kendala dalam mencari jalan pulang dan kebingungan memilih menu makanan di restoran menjadi hal yang paling sering dialami.
Ketika berada pada tahap ini, kerap kali membuat seseorang merasa putus asa dan ingin kembali ke daerah asalnya. Tahap ini juga biasa dibarengi dengan kondisi kesehatan yang mulai menurun.
3. Adjustment Stage Â