1. Memiliki self-esteem yang rendah
Self-esteem merupakan istilah untuk mendeskripsikan nilai personal seorang individu, terhadap dirinya sendiri. Penderita shopaholic cenderung memiliki self-esteem yang rendah, sehingga sering melihat dirinya kekurangan akan sesuatu. Maka dari itu, penderita gangguan ini melampiaskan dengan berbelanja yang bertujuan untuk merasa lengkap dan meningkatkan harga diri mereka.
2. Kesenangan sementara setelah berbelanja
Penderita shopaholic akan menjadikan berbelanja sebagai cara untuk meredam suatu emosi yang tidak menyenangkan dan mengisi kekosongan emosional dalam dirinya.
Mereka suka menghabiskan uang untuk membeli barang yang tidak dimiliki, meskipun barang tersebut tidak memiliki arti dan tidak dibutuhkan sama sekali. Dorongan belanja ini akan semakin besar ketika kondisi suasana hati yang buruk akibat dari suatu pertengkaran, depresi, stress, atau frustrasi dapat memicu keinginan untuk berbelanja.
Seorang shopaholic akan merasa bahagia dan puas ketika melihat barang yang disukainya berhasil untuk dibeli. Perasaan inilah yang membuat penderita terus menerus ketagihan dan akan mengulangi hal yang sama.
3. Rasa sesal karena belanja berlebihan
Meskipun memiliki kepuasan tersendiri setelah berbelanja, tidak lama kemudian penderita shopaholic akan merasa menyesal dengan apa yang telah dilakukannya. Namun, jika keinginan berbelanja tersebut tidak dapat dituruti, seorang shopaholic justru akan merasa frustrasi, marah, kesal, sehingga tidak bisa menikmati hidup, bahkan menimbulkan depresi tertentu.
Sebenarnya, seorang shopaholic menyadari bahwa perilaku berbelanja berlebihannya merugikan dan menjadi masalah yang harus dihentikan. Namun di sisi lain, seorang shopaholic akan tetap melakukan kegiatan belanjanya secara berulang di kemudian hari.
Mereka akan merasa puas saat membeli sesuatu, namun setelah itu, mereka akan terjebak pada perasaaan bersalah setelah berbelanja.
4. Belanja secara diam-diam