Akhirnya mimpi Yoga tercapai untuk mengenyam pendidikan di kampus impiannya dan mengambil jurusan Psikologi. Sebenarnya, Yoga bisa saja kuliah di kota kelahirannya, Papua. Namun, Yoga memiliki alasan tersendiri untuk kuliah di kota pelajar itu. Ia ingin belajar mengenai keberagaman yang ada di kota gudeg tersebut.
"Di kota itu bu, seluruh anak dari penjuru negeri ini berkumpul di sana untuk belajar. Jadi, aku ingin ke sana untuk belajar dengan nyata arti toleransi, bukankah ibu selalu ingin aku menjadi lebih baik?," ungkap Yoga sambil mengelus rambut putih ibunya.
"Iya nak, ibu dukung apa yang ingin kamu pelajari selagi itu masih positif. Hati-hati di sana ya nak," kata ibu Yoga sambil memeluk dan mengelus punggung Yoga.
***
Mata Yoga sudah terbuka, padahal alarm yang ia atur di telepon genggamnya belum berbunyi. Walaupun begitu, hati Yoga tetap tersenyum karena mendengar suara azan subuh yang datangnya dari surau yang letaknya tak jauh dari kamar kosnya.
Mendengar suara itu, tubuh Yoga bergegas keluar dan ingin melihat keadaan luar saat itu. Namun, apa yang Yoga lihat tak sesuai dengan ekspektasinya. Tak banyak orang bergegas berhamburan untuk melaksanakan kewajibannya. Bahkan, yang Yoga lihat hanya seekor kucing yang sedang memadu kasih di semak-semak depan kosnya.
Dari pada memandangi sepasang kucing itu,Yoga memilih untuk berjalan menuju surau. Sesampainya di surau itu, ia langsung membersihkan emperan surau yang terlihat kotor akibat hujan yang turun semalam.
"Terima kasih ya nak, kamu sudah muau membersihkan emperan musola ini" ucap Pak Samadi yang biasa membersihkan tempat ibadah tersebut.
"Oh iya pak, sama-sama. Sambil olahraga saja pak, pagi-pagi seperti ini rasanya segar untuk gerak-gerakin tubuh," jawab Yoga.
"Sepertinya saya baru lihat kamu di sini. Nama kamu siapa nak?," tanya Pak Samadi.
"Nama saya Yoga, pak. Kebetulan, saya kuliah di depan," jawab Yoga.