Mohon tunggu...
aziz ahlaf
aziz ahlaf Mohon Tunggu... Editor - kita hanya berbeda acara dalam menggapai ridho tuhan

setiap kita punya cara unik dalam mengumpulkan pundi-pundi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orangtua Terjebak Cinta terhadap Anaknya

27 Desember 2019   14:32 Diperbarui: 27 Desember 2019   14:28 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dalam pengawasan ketat ||dokpri

Mendengar atau membaca kata liar spontan terbesit asumsi negatif atau buruk pada suatu objek terlebih pada sang anak si buah hati. Semua orang tua tentunya sangat mendambakan anak sesuai yang diharapkan dan diinginkan orangtuanya, namun para orang tua sering terjebak pada pengharapan dan keinginan hingga memaksakan kehendak serba saklek harus sesuai dengan yang tertanam dalam pikiran para orangtua. Akhirnya anak tanpa disadari dijadikan objek pelampiasan bagi para orangtua saat bertemu masalah dengan mengkoleksi dan mencari celah kesalahan pada diri anak.

Orangtua sering terlena bahwa anak punya hak mengekpresikan jiwanya menciptakan bahagia versinya sendiri bahkan tanpa campur tangan atau doktrinan orangtuanya.

Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi para orang tua dalam perlakukan sang buah hati tercinta :

1. Rencana

Bahkan mungkin jauh-jauh hari rencana tentang anak sudah tersusun sedemikian rapih sebelum memasuki jenjang berumah tangga, pendidikan, harapan, jodoh, karir, warisan, dan lain sebangsanya. Ada banyak juga para orangtua yang telah merencanakan tentang anak dimulai sejak masa kehamilan hingga kelahiran. Tak ada orang tua yang menginginkan anaknya tidak hidup bahagia, sekalipun (maaf) kelahiran anak yang diluar nikah misalnya tentu berharap anaknya hidup layak bahagia memiliki prospek masa depan cerah.

Sejatinya, para orangtua tentu sangat tahu persis tentang kondisi kejiwaan anaknya lebih dari oranglain tahu, namun adakalanya justru malah orang lain yang lebih tahu tentang kejiwaan dari si anak misal walikelas, guru BP, guru mata pelajaran, guru les, sahabat, saudara, guru spiritual. Ini sangatlah wajar mengingat anak juga perlu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

Beberapa hal tentang penanama pendidikan sejak Diniyah :

a. Pendidikan Aqidah, anak harus dikenalkan tentang sang pencipta dan penciptaan secara bertahap sebagai hubungan vertikal (habluminallah)

b. Pendidikan Akhlaq, anak harus dibekali cara ia berprilaku dan perlakukan sesuatu bahwa bukan cuma sebatas sesama manusia namun dengan lingkungan alam sekitar. Nah, dari sini para orangtua sering terlena dengan mengabaikan atau menganggap remeh pentingnya perlakuan terhadap alam sekitar dengan dalih jijik, kotor, bahaya, rawan penyakit, dan lain sebangsanya.

c. Pendidikan liar, sangatlah wajar manakala mendengar kata liar langsung terbesit sesuatu yang buruk, karena secara umum liar adalah kebebasan tanpa aturan. Penulis memaknai liar adalah bergaul dengan lingkungan alam sekitar semisal sungai, gunung, kebon, sawah, hujan, angin, api, becek, got yang tentunya dalam batas pengawasan ketat orangtuanya. Dan sangat tidak dianjurkan dibiarkan tanpa pengawasan ketat karena bisa berbahaya.

Dalam pengawasan ketat ||dokpri
Dalam pengawasan ketat ||dokpri
2. Bebaskan

Seringkali para orangtua memberikan batasan kebebasan kebahagiaan bagi sang buah hati dengan berbagai aturan yang terkadang tidak logis dan memaksakan contoh si anak tidak boleh mencelupkan tangan ke dalam air putih yang ada digelas saat makan, tidak boleh kakinya tersentuh becek pada secuil genangan air dihalaman rumah pasca hujan. Naluri alami sang anak tentu mudah tertarik pada objek baru, karena memiliki tingkat penasaran tinggi, para orangtua harus menyadari hal tersebut.

Dengan alasan tidak sopan, kotor, jorok, jijik, tuman, hanya lantaran sang anak mencelupkan tangannya pada gelas minumnya. Begitupun saat anak tertarik pada genangan becek air pasca hujan seringkali para orangtua memarahinya berdalih kotor nanti gatal penyakit alergi dan lain sebangsanya. Padahal, adakalah suatu penyakit atau hal-hal buruk yang tidak diinginkan adalah justru timbul dari ucapan orangtuanya. Pepatah mengatakan "mulutmu doamu", seringkali ucapan tanpa disadari bisa berwujud sesuatu yang nyata. Maka ucapkanlah hanya yang baik-baik saja terlebih terhadap anak sang buah hati tersayang.

Dalam pengawasan ketat ||dokpri
Dalam pengawasan ketat ||dokpri

3. Pantau

Jika perlu jangan biarkan sang buah hati luput dari pantauan orangtuanya dengan segala cara atau media dan sarana, selagi tidak membatasi ruang privasi sang anak. Namun terlalu ketat atau protektif pun dapat kurang baik bagi perkempabang psikologis anak. Orangtua harus pandai mengelola waktu dan momen dalam memantau anak, karena seringkali terjebak antara kebebasan ekspresi jiwa anak dan protektif orangtua terhaap anaknya.

Sebagaimana dalam menyusun sebuah karya ilmiah dalam dunia akademik semisal skripsi tesis disertasi yang mengharuskan ada batasan masalah atau ruang lingkup pembahasan sebuah objek materi, terlebih dalam dunia nyata pendidikan anak tentunya harus juga dipahami para orangtua untuk mentukan batasan pengawasan. Ada ranah privasi yang orangtua tidak boleh terlalu dalam mencampuri. Orangtua dituntut pandai mengklasifikasi batasan ruang privasi anak dengan kebebasai berekspresi.

4. Evaluasi

Salah adalah rukun yang harus dimilik untuk disebut manusia (kutipan ilmu mantiq), salah berawal dari ketidaktahuan atau kelupaan dalam diri manusia. Tak ada manusia luput dari salah. Orang bijak adalah yang dapat mengevaluasi kesalahan berlalu terlebih kesalahan dilakukan sengaja dan penuh kesadaran. Namun, hal tersebut tidak lantas dimaknai bahwa manusia bebas sesuka hati lakukan kesalahan secara berulangkali tanpa evaluasi. Penulis lebih senang merangkum kata koreksi diri, taubat, penyesalan diri menjadi satu kata yang disebut evaluasi.

Evaluasi dilakukan secara berulang dapat melahirkan solusi, dari banyak pilihan solusi diharapkan menemukan formula solusi, hingga didapat solusi terbaik dalam mendidikan anak tanpa si anak merasa terintimidasi.

5. Benahi

Evaluasi melahirkan Solusi hingga para orangtua akan terbiasa membenahi sikap diri terhadap anak, tentunya diawali dari perlakukan orangtua yang didasari keikhlasan anak menerima perlakuan dari orangtua. Keikhlasan anak dalam menerima perlakukan orangtuanya diawali dari ketauladanan sikap dan prilaku orangtua terhadap anaknya. Seringkali orangtua tanpa sadari memberikan tauladan negatif terhadap anak semisal ketika mendengar panggilan adzan masuk waktu sholat namun orangtua seolah telinga tersumbat oleh rudal hingga tidak bergeming tanpa reaksi sedikitpun untuk beranjak mengambil air wudhu bergegas menunaikan sholat.

kesimpulanya :

protektif itu perlu namun jangan sampai terjebak antara cinta dengan kebebasan sang anak mengekpresikan kebahagiaan versinya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun