Mohon tunggu...
aziz ahlaf
aziz ahlaf Mohon Tunggu... Editor - kita hanya berbeda acara dalam menggapai ridho tuhan

setiap kita punya cara unik dalam mengumpulkan pundi-pundi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orangtua Terjebak Cinta terhadap Anaknya

27 Desember 2019   14:32 Diperbarui: 27 Desember 2019   14:28 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dalam pengawasan ketat ||dokpri

Seringkali para orangtua memberikan batasan kebebasan kebahagiaan bagi sang buah hati dengan berbagai aturan yang terkadang tidak logis dan memaksakan contoh si anak tidak boleh mencelupkan tangan ke dalam air putih yang ada digelas saat makan, tidak boleh kakinya tersentuh becek pada secuil genangan air dihalaman rumah pasca hujan. Naluri alami sang anak tentu mudah tertarik pada objek baru, karena memiliki tingkat penasaran tinggi, para orangtua harus menyadari hal tersebut.

Dengan alasan tidak sopan, kotor, jorok, jijik, tuman, hanya lantaran sang anak mencelupkan tangannya pada gelas minumnya. Begitupun saat anak tertarik pada genangan becek air pasca hujan seringkali para orangtua memarahinya berdalih kotor nanti gatal penyakit alergi dan lain sebangsanya. Padahal, adakalah suatu penyakit atau hal-hal buruk yang tidak diinginkan adalah justru timbul dari ucapan orangtuanya. Pepatah mengatakan "mulutmu doamu", seringkali ucapan tanpa disadari bisa berwujud sesuatu yang nyata. Maka ucapkanlah hanya yang baik-baik saja terlebih terhadap anak sang buah hati tersayang.

Dalam pengawasan ketat ||dokpri
Dalam pengawasan ketat ||dokpri

3. Pantau

Jika perlu jangan biarkan sang buah hati luput dari pantauan orangtuanya dengan segala cara atau media dan sarana, selagi tidak membatasi ruang privasi sang anak. Namun terlalu ketat atau protektif pun dapat kurang baik bagi perkempabang psikologis anak. Orangtua harus pandai mengelola waktu dan momen dalam memantau anak, karena seringkali terjebak antara kebebasan ekspresi jiwa anak dan protektif orangtua terhaap anaknya.

Sebagaimana dalam menyusun sebuah karya ilmiah dalam dunia akademik semisal skripsi tesis disertasi yang mengharuskan ada batasan masalah atau ruang lingkup pembahasan sebuah objek materi, terlebih dalam dunia nyata pendidikan anak tentunya harus juga dipahami para orangtua untuk mentukan batasan pengawasan. Ada ranah privasi yang orangtua tidak boleh terlalu dalam mencampuri. Orangtua dituntut pandai mengklasifikasi batasan ruang privasi anak dengan kebebasai berekspresi.

4. Evaluasi

Salah adalah rukun yang harus dimilik untuk disebut manusia (kutipan ilmu mantiq), salah berawal dari ketidaktahuan atau kelupaan dalam diri manusia. Tak ada manusia luput dari salah. Orang bijak adalah yang dapat mengevaluasi kesalahan berlalu terlebih kesalahan dilakukan sengaja dan penuh kesadaran. Namun, hal tersebut tidak lantas dimaknai bahwa manusia bebas sesuka hati lakukan kesalahan secara berulangkali tanpa evaluasi. Penulis lebih senang merangkum kata koreksi diri, taubat, penyesalan diri menjadi satu kata yang disebut evaluasi.

Evaluasi dilakukan secara berulang dapat melahirkan solusi, dari banyak pilihan solusi diharapkan menemukan formula solusi, hingga didapat solusi terbaik dalam mendidikan anak tanpa si anak merasa terintimidasi.

5. Benahi

Evaluasi melahirkan Solusi hingga para orangtua akan terbiasa membenahi sikap diri terhadap anak, tentunya diawali dari perlakukan orangtua yang didasari keikhlasan anak menerima perlakuan dari orangtua. Keikhlasan anak dalam menerima perlakukan orangtuanya diawali dari ketauladanan sikap dan prilaku orangtua terhadap anaknya. Seringkali orangtua tanpa sadari memberikan tauladan negatif terhadap anak semisal ketika mendengar panggilan adzan masuk waktu sholat namun orangtua seolah telinga tersumbat oleh rudal hingga tidak bergeming tanpa reaksi sedikitpun untuk beranjak mengambil air wudhu bergegas menunaikan sholat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun