Di tengah tekanan ekonomi global dan domestik yang meningkat, kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025 membawa dampak yang signifikan terhadap kenyamanan finansial masyarakat. Kenaikan ini memengaruhi daya beli individu dan mengharuskan mereka untuk beradaptasi dengan tantangan ekonomi baru. Dalam konteks ini, penting untuk memahami bagaimana kenyamanan finansial yang terganggu dapat memengaruhi kemampuan adaptasi dan fleksibilitas psikologis seseorang. Tujuan pemerintah menaikkan PPN adalah untuk meningkatkan pendapatan negara yang akan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan program-program sosial (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2024).
Dampak Kenaikan PPN terhadap Kenyamanan Finansial
Kenaikan tarif PPN ini secara langsung meningkatkan harga barang dan jasa. Sebuah artikel dari Universitas Muhammadiyah Surabaya (2024) arin mengatakan bahwa "kenaikan PPN dapat menambah beban biaya hidup masyarakat dan memperburuk situasi ekonomi, terutama bagi pekerja informal yang sangat bergantung pada daya beli lokal." Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa inflasi pada tahun 2024 mencapai 4,5%, dan kenaikan PPN diprediksi akan menambah tekanan inflasi sebesar 0,5% (BPS, 2024).
Kondisi ini memaksa masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah, untuk menyesuaikan pengeluaran mereka agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasar. Dalam penelitian oleh Smith dan Brown (2015), disebutkan bahwa "rasa aman finansial dapat mengurangi tekanan psikologis, tetapi juga memengaruhi tingkat motivasi untuk menghadapi tantangan baru." Namun, dengan adanya kenaikan PPN, rasa aman finansial ini terganggu, yang dapat meningkatkan tekanan psikologis masyarakat sekaligus memaksa mereka untuk mencari cara baru dalam mengelola keuangan.
Penurunan Kemampuan Adaptasi akibat Gangguan Finansial
Penurunan kemampuan adaptasi ini dapat dijelaskan melalui konsep "ego depletion," yang mengacu pada penurunan daya tahan mental saat seseorang merasa terbebani untuk mencari solusi. Penelitian oleh Lee et al. (2018) mencatat bahwa "individu yang merasa terlalu nyaman sering kali menunjukkan penurunan fleksibilitas dalam menghadapi masalah baru karena otak mereka tidak terangsang untuk beradaptasi." Sebaliknya, gangguan finansial akibat kenaikan PPN dapat memaksa masyarakat untuk keluar dari zona nyaman dan beradaptasi dengan tantangan ekonomi yang lebih berat.
Ilustrasi dan Contoh Kasus
Contoh 1: Pedagang Kecil di Surabaya
- Situasi: Ibu Ani, seorang pedagang nasi pecel di Surabaya, sebelum kenaikan PPN membeli bahan baku senilai Rp5.000.000 per bulan.
- Perhitungan:
- PPN sebelum kenaikan (11%): Rp5.000.000 × 11% = Rp550.000
- PPN setelah kenaikan (12%): Rp5.000.000 × 12% = Rp600.000
- Tambahan biaya: Rp50.000 per bulan atau Rp600.000 per tahun.
Adaptasi: Ibu Ani berinovasi dengan menawarkan menu baru, promosi di media sosial, dan bekerja sama dengan layanan pesan antar makanan online.
Dampak Psikologis: Awalnya khawatir, namun adaptasi yang berhasil meningkatkan kepercayaan dirinya.
Contoh 2: Pekerja Formal di Jakarta
- Situasi: Bapak Budi, seorang karyawan swasta di Jakarta, memiliki pengeluaran bulanan Rp7.000.000.
- Perhitungan: Dengan asumsi sebagian besar pengeluarannya dikenakan PPN, kenaikan 1% berarti tambahan pengeluaran sekitar Rp70.000 per bulan atau Rp840.000 per tahun.