Mohon tunggu...
Azizah
Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - i love jaehyun

please be kind, im tired

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengenali Overthinking dan Alasan Untuk Menghindarinya

28 September 2021   21:10 Diperbarui: 28 September 2021   21:38 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Apa itu overthinking, apakah Anda sering mengalaminya?
Overthinking merupakan istilah dari seseorang atau individu yang mengalami banyak pikiran atau berpikir berlebihan, bahkan kepada hal kecil yang terlalu dalam atau berlebihan untuk dipikirkan. Anda mungkin berpikir bahwa kebiasaan berhati-hati sebelum mengambil keputusan hanyalah hal yang biasa dilakukan, akan tetapi bila kebiasaan ini dilakukan secara berlebihan tentu akan memberikan dampak tidak baik untuk kesehatan Anda.
 
Seperti yang sering kita dengar, memang lebih baik sedia payung sebelum hujan. Memikirkan kemungkinan terburuk atau lebih baik tidak perlu mengambil keputusan yang berisiko. Namun apabila kita tidak mengambil keputusan apapun, hal tersebut tidak akan menghasilkan pembelajaran untuk kita kedepannya. Dari hal ini dapat diungkapkan dengan memagari diri dengan kewaspadaan memang merupakan tanda berhati-hati yang baik, namun tidak demikian apabila pagar yang dibuat terlalu tinggi sehingga menimbulkan obsesif terhadap diri sendiri. Pemikiran seperti ini bisa jadi berkaitan dengan gangguan psikologis atau obsessive compulsive disorder (OCD).
 
Untuk mengetahui bahayanya, perhatikan beberapa tanda overthinking yang harus diwaspadai, yaitu:
1. Fokus kepada solusi
Ketika masalah datang, pikirkan saja jalan keluarnya. Saat Anda hanya berkutat dengan masalah tanpa memikirkan jalan keluarnya, di momen itulah Anda menjadi berputar di tempat yang sama dan fokus pada hal-hal yang tidak perlu.
2. Sering merenung
Berpikir berulang kali yang mencenderungkan Anda pada permasalahan yang itu-itu saja sehingga mendapati diri membayangkan sesuatu yang buruk bahkan paling buruk.
3. Rasa cemas
Saat otak Anda terus aktif, bahkan memikirkan hal-hal yang buruk, keadaan ini akan membawa kecemasan pada fisik. Ketika menjelang tidur, Anda akan menjadi tidak tenang dan susah untuk memejamkan mata.
4. Sulit membuat keputusan
Terlalu fokus dalam menganalisis masalah, sehingga merasa sulit untuk mengambil keputusan hanyalah membuang-buang waktu.
5. Menyalahkan diri sendiri
Setelah Anda mengambil sebuah keputusan dan menghasilkan keputusan yang salah, kerap kali Anda menjadi pesimis dan menyalahkan diri sendiri atas situasi yang terjadi.
 
Pagar yang semula dibangun untuk menjadi alat mempertahankan diri dari bahaya, kini dibangun dengan tinggi yang terlalu menjulang, menyebabkan Anda sulit untuk melihat kesempatan yang ada yakni jalan keluar. Dampaknya, stress dikarenakan otak menjadi sibuk dan mengirimkan sinyal ke tubuh dan melepas hormon dalam jumlah banyak. Gejala yang mungkin akan Anda dapatkan adalah gangguan kecemasan, depresi, serangan panik secara tiba-tiba hingga penyakit mental yang serius.
 
Sebelum pagar menjadi terlalu tinggi, bagaimana cara mengatasinya?
Untuk mengatasi overthinking cobalah beberapa cara berikut:
- Bersyukur, kepuasan hidup dapat dimulai dengan rasa bersyukur yang ditanam dari diri sendiri.
- Hargai diri, dengan menghargai diri pada perasaan yakin akan kualitas diri dan menerima karakteristik diri yang Anda miliki.
- Usahakan membuat keputusan tidak dalam keadaan senang maupun sedih, sehingga Anda diharapkan untuk mengambil keputusan dalam emosi yang stabil.
- Optimisme, yakinkan diri bahwa dengan melihat pada kemampuan diri, akan ada harapan kesuksesan di masa depan.
 
 
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
Caprara, G.V., & Steca, P. (2006). The contribution of self-regulatory efficiency beliefs in
managing affect and family relationships to positive thinking and hedonic balance
.
Journal of Clinical and Social Psychology.
Erik Nur Kholidah (2012). Berpikir positif untuk menurunkan stress psikologis. Jurnal.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Schnettler, M. M. (2015). Social support for people with obsessive compulsive disorder:
uniting the theory of conversationally induced reappraisals and the dual process
theory of supportive communication outcomes. University of Iowa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun