Mohon tunggu...
Azizah Herawati
Azizah Herawati Mohon Tunggu... Penulis - Penyuluh

Pembelajar yang 'sok tangguh'

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menunggu Ajian Pamungkas "Mewujudkan Merdeka Belajar"

2 Mei 2021   10:00 Diperbarui: 2 Mei 2021   10:32 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para siswa antusias mengikuti pelajaran (Sumber: posbali.co.id)

Gadget juga menjadi masalah baru bagi sebagian kalangan, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah. Harus ada anggaran untuk membeli barang 'wajib' itu demi keberlangsungan pembelajaran. Belum lagi kendala sinyal, harus isi pulsa dan permasalahan klise per-daringan lainnya.

Seiring berjalannya waktu pembelajaran daring sebagai implementasi 'merdeka belajar' justru menjadi penjara. Tidak hanya bagi anak didik, namun juga guru dan orang tua. Tugas-tugas yang dibebankan oleh guru yang tidak pernah bertemu bahkan belum pernah sama sekali bertemu menjadi momok baru bagi anak didik. Bagi anak yang memang rajin, mungkin dia akan mengerjakan dengan tertib, meskipun lambat laun dia juga jenuh. Namun sebaliknya, bagi anak yang cenderung tidak tertib, dia akan dengan santainya tidak memenuhi apa yang dibebankan kepadanya.

Orang tuapun mendadak menyandang profesi baru, menjadi guru. Mungkin ini bisa dibilang bagus, biar ada ikatan dan tanggungjawab dari orang tua terhadap pendidikan anak. Bukan hanya pasrah kepada sekolah seperti yang selama ini dilakukan. Masalahnya, bukankah tiap orang tua punya latar belakang masing-masing? Baik pendidikan, ekonomi maupun lingkungan. Bagi mereka yang berpendidikan tinggi, bisa jadi tidak masalah, namun akan tersandung masalah baru, yakni kesibukan. Tak pelak kalau hal ini memicu mereka menjadi stress tingkat dewa.

Bukan bermaksud merendahkan, namun bukan tidak mungkin jika ada orang tua yang sama sekali tidak paham. Jangankan mendampingi dan membantu menyelesaikan tugas, untuk menyelesaikan urusannya sendiri saja butuh pemikiran khusus. Mereka para pedagang sayuran di pasar, buruh tani, kuli bangunan, pedagang jajanan anak dan sebagainya. Kasihan kan?

Jangan bayangkan bagaimana pusingnya para guru. Merdeka? Oh, tunggu dulu! Rantai yang kokoh semakin membelenggu mereka. Tuntutan mengajar daring dengan berbagai inovasi adalah asupan mereka setiap hari. Menagih tugas para siswa, administrasi yang menggunung dan harus dituntaskan semakin menambah rentetan problematika para pahlawan tanpa tanda jasa itu. Sebagai mantan guru, saya  membayangkan bagaimana para guru itu membuat penilaian? Bagaimana mereka bisa obyektif  kalau tugas dikerjakan di rumah yang memungkinkan atau malah 'dipastikan' mereka membuka buku. Lebih parah lagi kalau tugas itu dikerjakan orang lain.

Lantas, apa gunanya penanaman kejujuran yang kita ajarkan selama ini? Ambyaaar...!!Mungkin ini kata yang tepat untuk pendidikan saat ini. Tentu saja ada permakluman di sana. Mungkin mereka lelah. Ya, kita semua lelah. Capek dan jenuh. Kita semua merindukan kebijakan yang lebih nyaman dari Mas Mentri. Merdeka belajar macam apa yang Anda maksud? Atau saya yang terlalu bodoh memahami ini. Memang, bisa jadi begitu.

Setidaknya tulisan ini adalah curahan hati saya. Ibu bekerja dengan tiga anak dengan usia yang masing-masing terpaut cukup jauh. Saat kami, saya dan suami harus meninggalkan rumah untuk bekerja, kami tetap memantau mereka bertiga. Harapannya ketiganya bisa saling asah, asih dan asuh. Saat saya mengandalkan si sulung yang notabene mahasiswa PGSD untuk memandu adik bungsunya, ternyata jauh panggang dari api. Diapun berkilah karena harus mengikuti pembelajaran daring via zoom dan setumpuk tugas yang tidak kelar-kelar.

Mengerjakan tugas di rumah (Dokpri)
Mengerjakan tugas di rumah (Dokpri)

Akhirnya anak kedua yang kami amanahi untuk memandu adiknya. Alasannya pun tak jauh beda. Santri yang sudah satu tahun mondok di rumah itu pun tidak jauh dari kakaknya, harus daring dan menuntaskan banyak tugas. 

Jadilah, tugas tuntas ketika si emak libur di hari Sabtu atau dipandu dari jauh di hari-hari sebelumnya setelah kakak-kakak selesai dengan tugasnya. Tentunya kalau tidak keburu lepas main sama temannya. "Tugas anak adalah bermain, " begitu katanya sambil berlari.

Saatnya meninjau kembali tema Hardiknas yang mentereng terpampang di banyak flyer hari ini. Apakah seperti ini yang dimaksudkan? Saat semua pusat keramaian sudah dibuka dan besar kemungkinan anak didik dan kita semua pun ada di sana, tapi bagaimana dengan dunia pendidikan? Mana ajian pamungkas untuk bergerak serentak mewujudkan merdeka belajar itu? Kami benar-benar menunggu dan terus menunggu. Teriring doa disertai ikhtiar kepatuhan terhadap protokol kesehatan agar pandemi yang telah meluluhlantakkan dunia pendidikan ini segera berlalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun