Perlu juga menjadi catatan, bahwa pemberlakuan sanksi dengan cara ini bukan berarti pesantren tidak tegas. Saat ada yang sudah diberi teguran, peringatan, didudukkan di depan pengasuh, disampaikan ke orangtua, tapi tidak ada perubahan, maka jalan terakhir yang mungkin dirasa berat harus dilakukan.
Kadang ada pihak yang galau dengan cara ini. Mau jadi apa. Pesantren tidak tegas. Kurang pengawasan dan lain sebagainya. Misalnya pernah ada kasus yang melanda anak-anak yang memang masanya puber.Â
Apalagi kalau bukan urusan cinta. Bagi Sebagian orang mungkin ancaman untuk dikurung atau dipulangkan dirasa paling tepat. Biar nggak diam-diam janjian lagi. Hemmm santri juga manusia. Perlu sentuhan hati untuk memahami mana yang baik dan mana yang belum saatnya bagi anak seusianya. Yang dikurung hatinya, bukan orangnya.Â
Saya  jadi teringat romantika cinta teman-teman di pondok dulu. Dari cinta di balik tabir gelora, cintaku berakhir di qismul amn, kasih tak sampai dan aneka kisah cinta seru lainnya. Yang dibutuhkan adalah pendampingan bagi mereka untuk mendewasa. Mana yang sebaiknya dilakukan, mana yang tidak.
Saatnya menunjukkan bahwa pesantren itu humanis. Pesantern itu penuh cinta dan kasih sayang. Pesantren bukan ladang hukuman. Pesantren juga bukan tempat untuk mengancam.Â
Ingat, Santri juga manusia. Buat mereka gembira. Tanamkan cinta, cinta Allah dan cinta sesama. So, para orangtua tak perlu lagi khawatir anaknya jadi santri. Nyantri itu asyik. Nyantri itu menyenangkan. Santri itu keren.
#Bangga jadi santri. Bangga punya bapak santri. Bangga kakak beradik santri. Bangga punya anak santri. Bangga ngurusi santri. Selamat Hari Santri Nasional.