Lagi-lagi tentang pandemi. Ya, pandemi covid 19 yang masih terus mengelilingi kita. Makhluk tak  kasat mata yang mampu memporakporandakan semua rencana. Menggagalkan seluruh acara. Semua elemen terus melakukan berbagai upaya pencegahan.Â
Tujuannya satu, memutus rantai penularan. Dengan harapan kita akan kembali hidup normal seperti sediakala. Hidup damai, tanpa khawatir terjangkit virus.Â
Meskipun muncul juga wacana baru untuk menjadikan kondisi saat ini sebagai kebiasaan baru kita. Hidup bersih, peduli lingkungan, saling berbagi. Tapi, bagaimana dengan tradisi-tradisi mulia yang mengharuskan kita berkumpul dalam satu majlis. Berbincang banyak hal, berbagi ilmu atau bermusyawarah.
Protokol kesehatan yang harus terus ditaati disertai seruan pemerintah dan para tokoh, khususnya tokoh agama untuk tetap stay at home, mengurangi aktivitas di luar rumah serta menghindari kerumunan dengan social distancing tentu membatasi kita untuk saling berbincang dan berbagi ilmu.Â
Bisa dibayangkan bagaimana rindunya para jamaah pengajian akan taushiyah dari para ustadz dan ustadzah. Bertemu langsung dalam satu majlis, mendengarkan ceramah, sesekali berdialog, menanyakan permasalahan yang dirasa butuh pencerahan atau sekedar berbincang santai.Â
Demikian pula sebaliknya, bagaimana para ustadz dan ustadzah yang sudah sangat akrab dengan jamaahnya, bahkan tidak hanya satu tempat dan terjadwal dengan rutin untuk bertemu dan berbagi. Tiba-tiba semua harus libur, tidak sekedar ditunda, tapi dihentikan sementara dalam waktu yang belum bisa ditentukan kapan akan bersua kembali.
Kita juga bisa membayangkan, bagaimana para guru yang sudah biasa bertemu anak didiknya setiap hari juga merindukan suasana dan kesempatan berbagi ilmu, belajar bersama, berbincang, bercerita atau sekedar menyimak anak didik tampil, unjuk kebolehan.Â
Demikian pula sebaliknya, anak-anak sekolah maupun yang biasanya merindukan liburan, kini mereka mulai jenuh dan menyadari betapa mereka sangat rindu suasana sekolah. Rindu teman-teman, rindu bapak ibu guru. Apalagi tugas online yang menumpuk tak habis-habis, sempat membikin mereka stress.
Semuanya rindu. Rindu kebersamaan, kumpul bareng, ngaji bareng, belajar bareng, berbagi resep dan praktek bareng, makan bareng, curhat, hose-hose, jeng-jeng dan beragam kerinduan yang lain. Pokoknya rindu. Memang cukup terbantu dengan adanya sarana tekhnologi berupa media sosial. Bisa chatingan sepuasnya, berbagi cerita, kirim gambar, menawarkan barang dan banyak hal yang bisa terpenuhi secara jasmaniah.Â
Namun jarangnya bertemu, terutama untuk nge-charge sisi rohaniah tentu sangat mempangaruhi hidup kita. "Berasa kering" begitu keluh salah seorang teman yang biasa ngaji bareng. Lho kan ada tuh sajian-sajian rohani melalui video yang dikemas melalui YouTube. Tinggal klik, bisa nyimak sepuasnya.Â
Kita saksikan para ustadz dan ustadzah beramai-ramai membuat konten-konten di YouTube. Praktis dan menarik. Namun kendala sinyal yang tidak mesti bagus, butuh kuota yang tidak sedikit serta keterbatasan memori untuk menyimpan menjadi pertimbangan untuk tidak selalu menggunakan fasilitas ini. Apalagi bagi mereka yang merasa gaptek dan rieweuh alias repot untuk membuat konten-konten di YouTube.