Saat ini, tidak ada yang lebih viral dari virus yang satu ini. Apa lagi kalau bukan corona virus disease 2019 Â atau disingkat Covid 19. Masyarakat menyebutnya virus corona.Â
Virus yang berasal dari Wuhan, sebuah kota di China ini ditemukan pada pertengahan bulan Desember 2019. Virus ini telah menginfeksi lebih dari 100 negara di dunia termasuk Indonesia dan mengakibatkan lebih dari 6.400 orang meninggal dunia. Sehingga WHO menyatakan virus ini sebagai pandemi. Artinya, virus ini menyebar ke hampir seluruh dunia dan populasi dunia kemungkinan akan terkena infeksi yang diakibatkan oleh virus ini.
Tidak mengherankan jika situasi ini membuat gempar seluruh penduduk dunia. Beberapa negara yang terjangkit virus ini sudah mengambil langkah-langkah antisipatif untuk meminimalisir dampak dari terjangkitnya virus ini.Â
Dari melakukan pengobatan dan mengisolasi pasien yang dinyatakan positif, melakukan pemantauan dan pengawasan intensif terhadap pasien yang diduga terinfeksi covid 19 bahkan yang sehat sekalipun diminta untuk mengisolasi diri selama 14 hari sampai pada penerapan status lock down, yakni situasi di mana orang tidak diizinkan masuk atau meninggalkan area karena sebuah keadaan darurat.
Juru bicara pemerintah Indonesia untuk penanganan virus Corona, Achmad Yurianto, mengatakan sudah ada 117 orang yang positif covid-19 di Indonesia per Senin, 16 Maret 2020 pukul 05.00 WIB.Â
Kondisi demikian menimbulkan berbagai reaksi di kalangan masyarakat Indonesia dalam mensikapi wabah ini. Sebagian masyarakat langsung panik, takut, khawatir akan terjangkitnya virus ini. Di sisi lain ada juga masyarakat yang acuh tak acuh. Ada pula yang berada di posisi antara keduanya, tetap waspada namun tidak panik dan menyerahkan urusan kepada Allah dengan berdoa memohon perlindungan kepada-Nya.
Berbagai sikap masyarakat semakin beragam dan ramai diperbincangkan bahkan menjadi perdebatan dengan munculnya aneka postingan di media sosial, baik hoax maupun benar adanya.Â
Tentu saja hal ini semakin memperkeruh suasana dan bagi pihak tertentu akan semakin panik. Kepanikan ini justru membuka peluang terjangkitnya virus tanpa mereka sadari. Judul-judul postingan yang provokatif dengan membawa agama semakin memperburuk suasana.Â
Seperti 'Jangan takut pada corona, takutlah kepada Allah', 'Kemungkinan mati karena corona hanya 1 %, namun kemungkinan malaikat Izrail mencabut nyawa itu 100 %', dan masih banyak lagi.Â
Di sisi lain, ada pula postingan mendamaikan yang mengajak semua pihak untuk tetap waspada, namun tidak panik dan terus memohon kepada Allah agar terlindungi dari virus ini dan wabah segera berlalu.
Sebagai umat beragama, kepercayaan pada ketentuan Allah adalah sebuah keniscayaan. Kepercayaan harus dibarengi dengan ikhtiar, yaitu sebuah usaha untuk menggapai sebuah tujuan, baik yang bersifat fisik seperti harta, jabatan, kendaraan dan lain sebagainya maupun nonfisik seperti kebahagiaan, ketenangan, kedamaian dan lain-lain.Â
Manusia hanya bisa berusaha disertai tawakal, kepasrahan melalui doa, selepasnya Allah-lah yang menentukan. Dalam menghadapi bencana, manusia tidak boleh pasrah saja tanpa berusaha menghindarinya. Ada perkataan bijak "Doa tanpa usaha itu bohong, usaha tanpa doa itu sombong".
Demikian halnya dalam menghadapi virus corona. Jika melihat gejala dan dampak dari virus yang bisa sampai mematikan, tentu sebagai manusia layak untuk takut. Namun ketakutan itu hendaknya tidak menimbulkan kepanikan yang berlebihan hingga mengabaikan ketentuan Allah sebagai Penguasa alam dan Pencipta.Â
Sebaliknya jangan pula menganggap remeh keberadaan virus tersebut, sehingga mengabaikan perintah dan tidak melakukan upaya antisipatif untuk mencegahnya dengan dalih semua sudah diatur oleh Allah. Kalau taqdirnya terjangkit dan meninggal, ya meninggal. Tapi kalau belum taqdirnya, ya masih hidup.
Doa dan usaha ibarat dua sisi mata uang. Keduanya penting dan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Begitu pula ikhtiar dan tawakal. Bahkan saat memulai berikhtiarpun harus dibarengi dengan tawakal.Â
Tawakal sejak awal "Bismillahi tawakaltu 'alallah, laa haula wa laa quwwata illa billahil 'aliyyil 'adhim" (Dengan menyebut nama Allah aku memasrahkan diri kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung).Â
Otomatis dalam proses perjalanan berikhtiar, kepasrahan kepada Allah tidak bisa dilepaskan sampai pada akhirnya Allah-lah yang menentukan hasilnya. Tentu hasil yang dipilihkan Allah adalah yang terbaik di mata Allah. Bukankan orang sakit dan berobatpun ada dua kemungkinan dari hasil ikhtiarnya?
Mari belajar mengambil hikmah dari adanya pandemik ini. Sebagai hamba Allah sekaligus bagian dari bangsa Indonesia yang sedang diuji, tentu lebih bijak dan menenangkan apabila kita tetap waspada, namun jangan panik dan terus berdoa untuk keselamatan bangsa ini.Â
Menghormati kebijakan pemerintah dan lembaga keagamaan seperti Majlis Ulama Indonesia maupun Organisasi Kemasyarakatan seperti Nahdlatul Ulama Dan Muhammadiyah dengan mentaati ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan merupakan salah satu solusi dalam mencegah tersebarnya virus ini.Â
Semoga cara pandang dan sikap berikut ini bisa dijadikan referensi dalam mensikapi apa yang dikatakan oleh Pemerintah sebagai bencana non alam ini segera berlalu.
Sadari bahwa apapun yang menimpa manusia adalah atas izin Allah SWT, Tuhan Penguasa alam seisinya. [QS At Taghabun (64) : 11]
Yakini bahwa setiap musibah adalah bagian dari ketentuan Allah SWT sebagai pengingat untuk tidak terlalu bersedih dan sebaliknya tidak terlalu angkuh keadaan yang dihadapi. [QS Al-Hadid (57) : 22 -23]
Tanamkan pada diri akan pentingnya ikhtiar atau usaha karena Allah tidak akan mengubah nasib suatu masyarakat sampai mereka mengubah nasibnya sendiri. [QS Ar-Ra'du (13) : 11]
Muhasabahi diri karena bisa jadi musibah yang terjadi adalah merupakan teguran dari Allah SWT atas apa yang telah dilakukan supaya kembali kepada-Nya. [QS Ar-Rum (30) :41]
Taati seruan dari pengambil kebijakan untuk melakukan langkah-langkah pencegahan menyebarnya covid 19.
Cermati dan pahami penyataan dari berbagai pihak terkait baik pemerintah maupun lembaga keagamaan yang menegaskan bahwa dalam keadaan darurat, ada keringanan dalam melaksanakan perintah agama, seperti sholat berjamaah di masjid untuk sementara dilakukan di rumah tanpa harus meninggalkannya.
Lakukan pencegahan dengan melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sesuai yang dituntunkan pihak terkait.
Terus pupuk dengan doa dan tawakal kepada Allah serta kembalikan semua urusan kepada Allah SWT, Maha Menyelesaikan segala urusan. [QS At-Thalaq (65) : 3]
Penulis : Azizah Herawati, S.Ag., M.S.I. (Penyuluh Agama Islam Fungsional Kecamatan Dukun, Kankemenag Kabupaten Magelang)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H