PENDAHULUAN
Segala ilmu bersumber dari Allah SWT, baik yang tertera di dalam al-Qur'an maupun hadits Rasulullah. Sehingga, dapat dikatakan bahwa, segala ilmu bersandar dari al-Qur'an dan hadits Rasulullah. Tujuan dari suatu ilmu adalah untuk mengetahuai kebenaran, sehingga dapat menciptakan orang yang baik dan benar.
Namun pada kenyataannya, banyak ilmu yang tidak disandarkan atau tidak sesuai dengan al-Qur'an dan Hadits. Muslim Indonesia ataupun muslim lainnya masih banyak yang belum memahami tentang hal ini, sehingga munculnya masalah dalam sistem pendidikan Islam yang sering disebut dengan dikotomi ilmu pengetahuan. Sehingga, masalah ini menjadi topik dalam Konperensi Internasional pertama pendidikan Muslim yang bertempat di Hotel Intercontinental Makkah Al-Mukarromah pada tahun 1977 M/1397 H.
GAGASAN
Dikotomi berarti pembagian atas dua kelompok yang saling bertentangan. Biasanya kata dikotomi dikaitkan dengan agama dan ilmu, sehingga terlihat mengacu pada sikap memisahkan dan membedakan. Sedangkan, kebanyakan orang menganggap bahwa, ilmu dibagi menjadi dua bagian yaitu ilmu agama dan ilmu umum (sekuler).
Jika dilihat dari pernyataan di atas, dikotomi ilmu memiliki arti memisahkan atau membedakan ilmu agama dari ilmu-ilmu sekuler atau memisahkan ilmu-ilmu sekuler dari ilmu agama. Pemisahan atau pembedaan ini bertentangan dengan ajaran Islam maupun pendidikan Islam.
Ilmu pengetahuan sekuler dan ilmu agama adalah totalitas yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Manusia diberi Allah akal untuk mengkaji dan menganalisis segala sesuatu yang ada di alam. Di dalam al-Qur'an banyak disebutkan tentang perintah manusia untuk berfikir, mengkaji, mengingat, dan mengambil pelajaran. Sehingga, ilmu sekuler tidak dapat dipisahkan dari ilmu agama.
Banyak orang beranggapan bahwa, ilmu agama adalah ilmu akhirat sedangkan ilmu umum atau sekuler adalah ilmu dunia. Bahkan, terdapat suatu hadits yang membantah anggapan tersebut, yaitu "Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia akhirat, maka hendaknya dengan ilmu.". Dalam hadits ini hanya menyebutkan kata ilmu, bukan ilmu agama ataupun ilmu sekuler, sehingga dapat diartikan sebagai ilmu secara menyeluruh baik ilmu agama maupun ilmu sekuler itu sendiri.
Dalam hadits lain dijelaskan bahwa, mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim pun tidak menyebutkan kespesifikan ilmu yang harus dipelajari. Sehingga dapat dikatakan dalam Islam tidak membedakan atau memisahkan kedua ilmu tersebut. Dalam konsep pendidikan Islam tidak mengekang atau membatasi ilmu teoritis, empiris, maupun terapan. Bahkan, dalam pengertian Islam, ilmu pengetahuan adalah suatu peribadatan yang mendekatkan manusia dengan Allah SWT.
Dengan memadukan kedua ilmu tersebut, maka dapat  mengetahui kebesaran Allah SWT sehingga, dapat meningkatkan keimanan seorang muslim.
Bahkan, salah satu faktor kemunduran Islam pada abad 11 adalah kemunduran ilmu pengetahuan, yang disebabkan oleh dikotomi ilmu pengetahuan yang berpengaruh pada penyempitan makna ulama dan ilmu fikih sebagai mahkota ilmu.
Kata ulama merupakan jamak dari kata 'aalim yang memiliki arti orang yang berilmu atau bisa disebut sebagai ilmuwan. Pada abad kemunduran tersebut hanya orang-orang yang mendalami dan mahir dalam ilmu fikih yang disebut sebagai ulama, sedangkan orang-orang yang mendalami ilmu kedokteran misalnya, tidak dikatakan sebagai ulama.
Belanda mewarisi dikotomi ilmu ke dalam sistem pendidikan Indonesia, bahkan sampai sekarang pengaruh dikotomis masih sangat kuat. Saat Belanda menjajah Indonesia, ilmu agama dan ilmu sekuler benar-benar dipisahkan. Pendidikan ilmu agama hanya diadakan di langgar atau surau yang lebih dikenal sebagai sistem pendidikan pesantren, sedangkan ilmu sekuler diadakan di sekolah maupun lembaga pendidikan formal dengan papan tulis, bangku, kursi, dan lain-lain. Hingga KH. Ahmad Dahlan mengubah sistem pendidikan pesantren dan menjadi pelopor untuk mendirikan sekolah dengan mengajarkan ilmu agama di dalamnya. Dalam dakwahnya, Beliau menggunakan ajaran pembaharuan yang banyak menerima perlawanan dari masyarakat.
Sampai sekarang banyak pesantren yang menggunakan sistem pendidikan, yang digagas oleh KH. Ahmad Dahlan. Namun, tidak sedikit pesantren, yang masih mempertahankan sistem pendidikan pesantren zaman dahulu, yang sekarang lebih dikenal dengan pesantren salaf atau salafy. Dan tidak sedikit pula sekolah-sekolah yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu sekuler tanpa ilmu agama. Dari sinilah dapat dikatakan bahwa, pengaruh dikotomis ilmu oleh Belanda masih kuat di Indonesia.
Menurut Abdurrahman Mas'ud (1999:9) menyatakan bahwa, cara pandang dikotomi telah membawa kemunduran dalam dunia pendidikan Islam. Di antara tradisi belajar yang benar di kalangan umat muslim, layunya intelektualisme Islam, melanggengkan supremasi ilmu-ilmu agama yang berjalan secara monotomik, kemiskinan penelitian empiris serta menjauhkan disipin filsafat dari pendidikan Islam.
Dikotomi pada perkembangannya sebenarnya (pula) berdampak negatif terhadap kemajuan Islam maupun umat Islam sendiri. Ada empat masalah akibat dari adanya dikotomi ilmu-ilmu agama dan sekuler, diantaranya yaitu, yang pertama, munculnya ambivalensi dalam sistem pendidikan Islam. Kedua, munculnya kesenjangan antara sistem pendidikan Islam dan ajaran Islam.
Sistem pendidikan yang ambivalensi mencerminkan pandangan dikotomis yang memisahkan ilmu-ilmu agama dan sekuler. Ketiga, terjadinya disintegrasi sistem pendidikan Islam, dimana masing-masing sistem (modern/umum) barat dan agama tetap bersikukuh mempertahankan pendiriannya. Keempat, munculnya inferioritas pengelola lembaga pendidikan Islam. Hal ini disebabkan karena, pendidikan barat kurang menghargai nilai-nilai kultur dan moral.
Karena dampak dari dikotomi ilmu sangat berpengaruh pada sistem pendidikan Islam dan juga membawa ke arah negatif. Sehingga, mempengaruhi pula pada umat Islam khususnya para generasi muslim yang akan membawa dan meneruskan islam selanjutnya.
Ilmu-ilmu syari'ah (hukum Islam) bertautan dengan ilmu-ilmu lainnya, seperti kedokteran, astronomi, matematika, psikologi, biologi, sosiologi, dan lain sebagainya. Misalnya ilmu kedokteran yang membahas tentang bayi tabung. Dalam ilmu pengetahuan syari'ah, banyak ulama yang membolehkan asalkan dengan suami atau istri yang sah menurut Islam. Sehingga, dalam menerapkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari harus berdasarkan dengan hukum Islam.
Begitupun dengan ilmu sekuler misalnya biologi, geografi,  astronomi, hukum pidana, dan sebagainya telah tercantumkan dalam al-Qur'an. Dalam al-Qur'an  banyak ayat yang mendasari ilmu biologi misalnya, tentang jenis dan macam-macam tumbuhan dan perkembangannya dalam surat an-Nahl ayat 10-11, surat al-An'am ayat 99, yang berisi tentang proses pembuahan dalam janin, tentang perkembangan embrio, dan lain sebagainya. Sehingga, jika manusia mau untuk berfikir, mengkaji, dan menganalisis ayat-ayat tersebut maka, akan terlihat kebesaran Allah SWT, sehingga dapat meningkatkan keimanan seseorang.
Apabila generasi muslim dapat memadukan kedua ilmu tersebut yaitu, ilmu agama dengan ilmu sekuler maka akan tercipta generasi ulama yang berjiwa intelek dan generasi intelek yang berjiwa ulama. Sedangkan, jika generasi muslim tidak dapat memadukan antar ilmu agama dengan ilmu sekuler maka, akan tercipta generasi ulama yang tidak mengerti perkembangan ilmu sekuler dan generasi ilmuwan yang tidak memahami hukum Islam. Selain itu, tujuan pendidikan Islam yang lain adalah untuk membangun struktur kehidupan duniawi, seperti yang diajarkan syari'ah (hukum) dan mempergunakannya dalam menumbuhkan keimanan.
KESIMPULAN
Konsep pendidikan Islam adalah memadukan antara ilmu agama dengan ilmu sekuler. Dalam artian ilmu sekuler harus sesuai dengan hukum Islam yang diperoleh dari pendidikan ilmu agama. Dan ilmu agama seperti yang tercantum dalam al-Qur'an dan hadits yang merupakan dasar dari ilmu-ilmu sekuler. Dikotomi ilmu juga membawa dampak terhadap sistem pendidikan Islam, serta membawa (pula) pengaruh yang negatif terhadap umat Islam terutama generasi penerus Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H