Di era digital, informasi mengalir dengan cepat melalui berbagai platform media sosial dan portal berita. Sayangnya, hal ini juga meningkatkan potensi penyebaran ujaran kebencian atau hate speech, yaitu komunikasi yang menyebarkan kebencian terhadap individu atau kelompok berdasarkan ras, agama, etnis, gender, atau identitas lainnya. Menurut riset yang dilakukan oleh Digital Civility Index dari Microsoft pada tahun 2020, Indonesia menempati urutan ke-29 dari 32 negara dengan tingkat kesopanan digital rendah, dan hate speech menjadi salah satu bentuk ketidaksopanan yang paling umum . Melalui literasi digital yang baik, masyarakat dapat dibekali dengan kemampuan untuk memahami, mengidentifikasi, dan menghindari hate speech, sehingga ruang digital yang lebih humanis dan inklusif dapat terbentuk.
Pengertian Literasi Digital dan Pentingnya
Literasi digital adalah kemampuan untuk memahami, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang tersedia secara digital dengan bijak. Literasi digital bukan hanya sekadar keterampilan teknis, tetapi juga mencakup pemahaman tentang etika, privasi, dan hak digital. Studi dari UNESCO menunjukkan bahwa literasi digital memainkan peran penting dalam meningkatkan kemampuan seseorang untuk menangkal informasi yang tidak benar dan melawan penyebaran ujaran kebencian di ruang digital .
Dengan literasi digital yang memadai, seseorang tidak hanya mampu mengenali konten berbahaya atau kebencian, tetapi juga mampu menggunakan teknologi dengan lebih etis dan empatik. Hal ini penting, karena hate speech kerap kali muncul dari ketidakmampuan seseorang untuk mengontrol emosi dan respons dalam berinteraksi dengan pihak lain di ruang digital.
Faktor Penyebab Penyebaran Hate Speech di Dunia Digital
Berdasarkan riset dari Pew Research Center pada tahun 2021, ada beberapa faktor utama yang mendorong penyebaran hate speech di dunia digital:
1. Anonimitas di Internet: Anonimitas membuat individu merasa terlindungi dari konsekuensi yang ditimbulkan, yang menyebabkan mereka cenderung lebih bebas dalam menyuarakan kebencian. Penelitian dari Institute for Strategic Dialogue menunjukkan bahwa anonimitas online dapat meningkatkan peluang individu untuk terlibat dalam perilaku berbahaya, termasuk hate speech.
2. Kurangnya Literasi Digital: Banyak pengguna internet tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang bagaimana menilai informasi dan beretika di dunia maya. Menurut survei APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) pada 2022, hampir 40% pengguna internet di Indonesia belum memiliki pemahaman yang baik tentang bagaimana berinteraksi secara etis di media sosial .
3. Algoritma Media Sosial: Algoritma pada media sosial seperti Facebook dan Twitter sering kali memprioritaskan konten yang kontroversial untuk meningkatkan keterlibatan pengguna. Riset yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Jurnalisme Digital Reuters menemukan bahwa konten emosional dan provokatif memiliki peluang lebih tinggi untuk mendapat perhatian dan disebarkan lebih luas .
4. Misinformasi dan Hoaks: Kurangnya kemampuan untuk membedakan antara fakta dan informasi palsu memudahkan hate speech tersebar luas. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia menunjukkan bahwa hoaks yang menyangkut isu-isu sensitif, seperti agama dan politik, merupakan kategori yang paling sering disebarkan .
Peran Literasi Digital dalam Melawan Hate Speech
Literasi digital adalah kunci untuk menangkal hate speech dan menciptakan ruang digital yang sehat melalui beberapa cara:
1. Pemahaman dan Identifikasi Ujaran Kebencian: Melalui literasi digital, pengguna dapat belajar mengidentifikasi tanda-tanda hate speech. Sebuah studi dari Council of Europe menunjukkan bahwa pendidikan literasi digital yang berfokus pada pengenalan hate speech mampu mengurangi intensi perilaku negatif hingga 30% pada kelompok anak muda .
2. Keterampilan Verifikasi Informasi: Literasi digital mencakup kemampuan memverifikasi informasi dan membedakan fakta dari hoaks. Penelitian UNESCO pada 2021 menunjukkan bahwa pelatihan literasi digital yang baik dapat meningkatkan kemampuan verifikasi informasi pada 80% peserta .
3. Pengembangan Empati Digital: Literasi digital mencakup pembelajaran empati terhadap pihak lain di dunia maya, yang merupakan komponen penting dalam membangun komunikasi yang lebih manusiawi. Studi dari University of Michigan menemukan bahwa pelatihan empati digital mengurangi perilaku ofensif sebesar 40% di kalangan remaja.
4. Pemanfaatan Fitur Keamanan di Media Sosial: Literasi digital membantu pengguna memahami dan menggunakan fitur-fitur keamanan, seperti melaporkan atau memblokir konten kebencian. Data dari Facebook menunjukkan bahwa penggunaan fitur-fitur ini dapat menurunkan paparan konten negatif secara signifikan, terutama bagi pengguna muda .
Langkah-Langkah Meningkatkan Literasi Digital untuk Mencegah Hate Speech
Untuk mengatasi tantangan hate speech yang terus meningkat, berbagai pihak perlu mengambil langkah konkret untuk meningkatkan literasi digital di masyarakat:
1. Kampanye Edukasi Digital oleh Pemerintah dan LSM: Pemerintah dan organisasi non-pemerintah dapat melakukan kampanye kesadaran tentang pentingnya literasi digital. Contohnya, kampanye "Jaga Ruang Digital Kita" yang digagas oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat akan bahaya hate speech.
2. Konten Edukatif dari Kreator Konten: Edukasi tentang literasi digital dapat diperluas melalui kreator konten di media sosial. Data dari Global Web Index menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia menghabiskan rata-rata 3,5 jam per hari di media sosial, menjadikannya platform yang efektif untuk kampanye edukatif .
3. Integrasi Literasi Digital dalam Kurikulum Sekolah: Banyak negara, termasuk Indonesia, mulai mengintegrasikan literasi digital dalam kurikulum sekolah. Riset dari University of New South Wales menunjukkan bahwa pendidikan literasi digital di sekolah dasar mampu meningkatkan kesadaran anak-anak tentang hate speech hingga 60% .
4. Penguatan Regulasi dan Penegakan Hukum: Pemerintah harus terus memperkuat regulasi terkait hate speech di ruang digital. Di Indonesia, UU ITE telah mengatur mengenai ujaran kebencian, tetapi efektivitasnya perlu ditingkatkan melalui penegakan hukum yang tegas.
Kesimpulan
Literasi digital merupakan aspek penting dalam membangun ekosistem digital yang sehat dan bebas dari hate speech. Dengan literasi digital yang baik, masyarakat dapat mengidentifikasi, memahami, dan menghindari penyebaran ujaran kebencian. Berbagai pihak, mulai dari pemerintah, komunitas, hingga pengguna individu, perlu bekerja sama untuk meningkatkan literasi digital di semua kalangan. Dengan kolaborasi ini, ruang digital dapat menjadi tempat yang lebih humanis, inklusif, dan aman untuk semua orang.
Referensi:
 UNESCO, "Media and Information Literacy as a Means to Combat Hate Speech," 2021.Â
 APJII, "Survei Penetrasi & Profil Perilaku Pengguna Internet di Indonesia," 2022.
Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia, "Laporan Penyebaran Hoaks di Indonesia," 2023.
 Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia, "Jaga Ruang Digital Kita," 2022.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI